" hallo Des. " ujar suara berat dan dalam dari seberang sana, saat aku mengangkat telepon.
" iya. Ada apaan mas? " tanya ku langsung begitu mendengar suara mas Juna di seberang sana.
" gimana mamih jadinya, Des? Udah ada keputusan? Tentang perizinan dari mamih sama papih buat urusan kuliah elo di Bandung nanti begitu elo lulus? " tanya mas Juna di seberang sana sambil melirik ke arah jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya yang sampai saat ini belum terlepas dari pergelangan tangannya.
Sudah jam sembilan malam lewat. Mas Juna sedikit mengutuk dirinya sendiri karena dirinya malah menelepon ku malam - malam seperti ini.
" udah di izinin kok akhirnya sama mamih sama papih juga, buat gue kuliah di Bandung bareng elo, mas. Thanks ya mas. " sahut ku pelan dan terkesan sedikit malas membahas masalah ini.
" hm. Syukur deh. Bagus kalo elo akhirnya dapat izinin buat kuliah di Bandung ntar. Tapi kenapa suara elo kayak gak seneng gitu? Ada masalah, Des? " selidik mas Juna telak menembak ku.
Mas Juna langsung bertanya dengan frontal pada ku to the point, begitu dirinya mendengar nada suara ku yang berbeda dan sama sekali terdengar tidak antusias dengan izin yang di berikan oleh kedua orang tua ku untuk aku bisa berkuliah di Bandung bersama dirinya nanti setelah lulus SMA.
Padahal mas Juna pun sangat tau dengan pasti, jika izin itu lah yang aku tunggu - tunggu terucap dari orang tua ku dan sangat aku harapkan akan di berikan oleh kedua orang tua ku.
Aku langsung merasa sedikit takjub dengan kemampuan yang di miliki oleh mas Juna, yang bisa mengetahui kondisi ku saat ini walau hanya dari suaraku.
Apalagi, sejujurnya keadaan ku saat ini memang sedang tidak dalam keadaan yang baik - baik saja sejak perjanjian ku dengan mamih.
" gak papa kok mas. Gak ada masalah sama sekali kok di sini. Elo tenang aja. Mungkin gue lagi kecapean aja palingan nih, mas. Gue kan beresin rumah juga tadi, begitu kalian semua pulang dari rumah gue. Jadi rada capek aja gue. Tapi gue gak papa kok mas. " sahut ku pada dirinya, sembari aku mencoba untuk mengelak dari tuduhan mas Juna yang sebenarnya sangat benar seratus persen. Lagi - lagi memang hanya dirinya yang paling mengerti tentang keadaan ku.
Sejujurnya, jika aku boleh jujur pada mas Juna. Aku sangat ingin bercerita pada dirinya, jika saat ini aku mulai merasa sedikit resah dan aku merasa hati ku dalam keadaan yang sangat - sangat tidak tenang dan merasa terganggu dengan semua yang sudah terjadi selama hari ini tadi.
Karena aku baru saja mulai memikirkan ulang dan mencerna dengan seksama dengan tenang tentang satu syarat yang di ajukan oleh mamih dan papih untuk aku bisa kuliah di Bandung bersama dengan mas Juna.
Menikah dengan orang yang akan di jodohkan oleh kedua orang tua ku begitu aku lulus kuliah nanti? Yang benar saja?! Dan bodohnya, aku malah menyetujuinya!
Kenapa juga, aku dengan begitu bodohnya justru malah langsung mengiyakan satu syarat dari mereka berdua agar aku bisa kuliah. Pantas saja mamih langsung tersenyum misterius begitu mendengar kesanggupan dari aku tadi, dengan syarat yang mamih dan papih ajukan pada ku.
" elo yakin gak papa? Atau ada yang mau elo ceritain sama gue sekarang ini? " tanya mas Juna curiga dan masih terdengar tak percaya dengan ucapan ku.
Aku benar - benar tidak habis pikir, bagaimana dirinya lagi - lagi mengetahui apa yang jadi keinginan ku saat ini untuk menceritakan semua padanya tentang kegelisahan ku kali ini dan tentang perjanjian dengan orang tua ku.
" iya mas. Paling habis di bawa istirahat ntar, udah rada baikan lagi kok gue. Santai aja. " ujar ku bohong, mencoba untuk meyakinkan dirinya yang masih terdengar tak yakin dengan jawaban ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
304 TH STUDY ROOM 01 (FAN FICT) (Completed)
Fanfiction~(TAMAT)~ Cerita yang berasal dari Web*toon dengan penulis adalah Felicia Huang. Saya hanya membuat fanfiction yang berdasarkan imajinasi saya sendiri. Bercerita tentang seorang gadis yang bernama Desyca Taniadi yang berhasil masuk kedalam karantin...