CHAPTER 22

943 63 15
                                    

" Des... Desyca. Bangun Des. Kita udah sampe depan rumah elo nih. Des. " ujar mas Juna dengan lembut mengguncang bahu ku pelan yang sedang duduk di sampingnya dan tertidur pulas. Kepala ku tersandar tak berdaya dan bertumpu di kaca mobil dan sandaran kursi.

" ck. Manis banget sih elo kalo lagi tidur kayak gini, Des. Polos. Gak berisik kayak elo biasanya. " ujar mas Juna dalam hati sambil tetap memandang wajah ku dengan lekat.

Di tambah lagi dirinya tersenyum ke arah diriku dengan senyuman lebar yang jarang sekali di perlihatkannya. Seraya dirinya menyampirkan beberapa helaian rambut yang menutupi sebagian wajah ku ke belakang telinga kanan ku sambil tetap sesekali mengguncang bahu ku dengan pelan.

" hmmm.. iya mas. " aku tiba - tiba terbangun seraya mengerjapkan kedua mata ku dan membuat mas Juna langsung memasang wajah juteknya kembali di hadapan ku.

Aku terbangun dari tidur ku karena sedikit terganggu saat aku merasakan bahu ku di guncang oleh mas Juna berkali - kali. Walau pun dirinya mengguncang bahu ku dengan pelan sekali pun.

" bangun gih Des. Udah sampe di depan rumah elo. " sahut mas Juna kepada ku sambil mengalihkan pandangannya dan melirik jam tangan yang sedang dirinya kenakan.

Jam tangan hitam yang melingkar di tangan kanannya yang ada di atas kemudi, kini sudah menunjukkan hampir pukul enam sore.

Aku dan mas Juna berangkat untuk kembali ke Pekanbaru dari hotel sekitar pukul dua belas siang saat kami check out dari hotel. Kami berdua merupakan orang yang terakhir check out hotel jika di bandingkan dengan pak Zam, Laoshi, Hyunbin, Mas Bejo dan juga Reihan yang memang sudah lebih dulu kembali ke Pekanbaru.

Apalagi kami berdua sempat mampir terlebih dahulu untuk makan siang di salah satu tempat makan yang menjadi keinginan ku saat mas Juna bertanya aku ingin makan di mana.

*****

Aku sedikit bersyukur karena selama kami di hotel sejak kembali dari rumah sakit dua hari yang lalu. Sehabis final dan pengumuman OSN di laksanakan dan saat terakhir mas Juna menemani ku kontrol ke dokter.

Pergelangan kaki kiri ku sama sekali tidak sakit atau kram yang terlalu menyakitkan. Walau pun memang ada kram dan nyut - nyutan beberapa kali terjadi, tapi setelah minum obat dan mengoleskan obat oles yang diberikan dokter tempo hari, kram dan nyut - nyutan berangsur - angsur mulai hilang.

Sehingga aku dan mas Juna akhirnya memutuskan untuk kami berdua tidak perlu kembali ke rumah sakit lagi untuk mengontrol pergelangan kaki ku dan memilih untuk langsung berangkat kembali pulang ke Pekanbaru setelah check out dari hotel.

*****

" Sorry ya mas, gue malah ketiduran di mobil elo. " ucap ku begitu aku sudah sadar seratus persen dari tidur ku dan mengucek mata ku perlahan.

Aku sama sekali tak menyadari sejak kapan aku tertidur di mobil mas Juna. Namun yang aku tau pasti, itu terjadi tak lama setelah kami berdua selesai makan siang tadi.

" eh? Kok? Jaket siapa nih mas? " tambah ku kaget bercampur dengan sedikit bingung begitu aku menyadari ada sebuah jaket hitam yang menempel di badan ku dan menyelimuti tubuh ku saat aku sedang sibuk mengucek mata ku.

Aku langsung memandang ke arah mas Juna dengan tatapan bertanya. Karena setahu ku, ini sama sekali bukan jaket milik mas Juna yang sering di pakai olehnya selama karantina dan OSN yang berlangsung selama beberapa hari ini. Apalagi, aku juga tak pernah melihat jaket ini di pakai oleh mas Juna sekali pun.

" iya gak papa. Elo juga kayaknya kecapean begitu. Mana tega gue suruh gak tidur. Lagian emang gue juga mau nyuruh elo tidur kok tadi buat istirahat. " sahut mas Juna pelan.

304 TH STUDY ROOM 01 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang