CHAPTER 43

907 58 6
                                    

" Des, ayo keluar. Itu yang mau di jodohin sama kamu udah dateng tuh sama keluarganya. Jangan bikin malu lho ya. Mereka udah ke sini sekeluarga. Kamu jangan bikin malu lho ya Des sama keluarga mereka nanti. " ujar mamih masuk ke kamar ku setelah mengetuk pintu kamar ku dan menemukan ku masih terdiam di pinggir jendela dengan posisi yang sama saat Reihan meninggalkan ku beberapa saat yang lalu.

" Kamu kenapa cemberut gitu sih? Jelek ah Des. " Tanya mamih melihat diri ku yang terdiam tak berkutik sama sekali.

" Enggak kok. Desyca gak papa kok mih. " sahut ku sembari diri ku menghela nafas panjang guna mengosongkan ruang hati ku yang terasa sesak sejak tadi.

Aku lalu menutup ke dua mata ku dan memantapkan hati ku untuk menerima lamaran dan perjodohan ini. Dan aku mencoba melupakan sejenak soal permasalahan ku dengan mas Juna saat ini yang masih saja tak bisa ku hubungi.

" Ya udah kalo gitu. Cepet turun ya. Mamih tunggu di bawah. Jangan lama - lama ya Des. Senyum. Jangan cemberut aja. Malu di liat sama mereka semua nanti kalo kamu cemberut kayak gitu. " ujar mamih lagi sembari meminta ku turun menemui orang yang akan di jodohkan dengan diri ku nanti.

Aku pun menganggukkan kepala ku mengiyakannya dan mulai beranjak keluar kamar menuju ke ruang tamu tempat laki – laki yang di jodohkan dengan ku beserta keluarganya menunggu ku. Aku sama sekali tak punya keinginan untuk mengangkat wajah ku untuk melihat siapa mereka dan berjalan menunduk sejak keluar dari kamar ku di lantai dua hingga aku saat tiba di ruang tamu.

*****

" Ini dia Des, cowok yang bakal mamih sama papih jodohin sama kamu. Di liat tuh, jangan nunduk terus kamunya. " ujar mamih buka suara begitu melihat diri ku tiba di ruang tamu.

Aku memang dapat merasakan jika di ruang tamu ku sudah penuh dengan orang - orang yang datang dan aku cukup yakin jika itu adalah keluarga dan kerabat laki - laki yang akan di jodohkan dengan ku nanti. Dan baru saja aku ingin mengangkat wajah ku untuk melihat siapa laki - laki itu, aku di kejutkan dengan suara dua orang gadis yang memekik senang begitu melihat ku di hadapan mereka semua.

" Mbak Dedes! " teriak mereka berdua dan berhasil membuat ku segera mengangkat wajah ku ke arah mereka berdua yang kini menghambur ke dalam pelukan ku dan memeluk ku dengan erat.

" Adel? Manda? Kenapa kalian berdua bisa ada di sini? " ujar ku bingung dan tak mengerti.

" Hai dek Desyca. " ucapan familiar yang membuat ku mengarahkan ke dua mata ku ke arah asal suara dan menemukan mas Bejo, Irene, dan pak Zam duduk di sisi ruang tamu ku yang lain.

" Mas Bejo? Pak Zam? Irene? Kok? Bukannya kalian berdua bilang gak bisa datang hari ini? Elo juga Ren? Kok bisa ada di sini? Kapan elo berangkat dari Jakarta? Bukannya elo bilang elo ada urusan di kampus? Ini gimana sih? Ada yang bisa jelasin ke gue gak? " Tanya ku bertubi - tubi dengan sangat bingung kenapa mereka bertiga tiba - tiba ada di sini, di dalam rumah ku di saat - saat seperti ini.

" Desyca Taniadi. " panggil seseorang dan membuat ku mengalihkan pandangan ku lagi ke lain arah menuju suara yang memanggil ku barusan dan membuat ku terkejut melihat dirinya yang ada di sini.

" Mas? Mas Juna? " gumam ku tak percaya dengan sosok yang melangkah mendekati ku saat ini.

Dapat ku lihat saat ini mas Juna berdiri di hadapan ku dengan memakai kemeja lengan panjang yang berwarna biru muda yang senada dengan gaun yang ku pakai saat ini, di tambahkan dengan celana hitam yang membungkus kakinya. Membuatnya jauh lebih tampan di bandingkan saat aku terakhir bertemu dengannya.

Entah kenapa, hari ini aku benar – benar merasa kalau mas Juna sangat tampan. Di tambah lagi, sorot mata tajam namun teduh milik mas Juna yang memandang ke arah diri ku yang di hiasi senyum di bibirnya yang selalu ku rindukan selama tiga minggu terakhir ini. Semakin membuat ku tak bisa berkutik saat ini.

304 TH STUDY ROOM 01 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang