CHAPTER 45 (LAST)

2.2K 76 16
                                    

" Kenapa mukanya suntuk gitu sih Des? Hm? " Tanya mas Juna saat dirinya berada di hadapan ku kini.

Malam ini merupakan malam terakhir aku bisa leluasa bertemu dengan mas Juna, sebelum kami berdua menikah. Karena mamih dan juga tante Meri meminta aku dan mas Juna untuk di pinggit besok selama seharian sebelum kami bertemu di akad nikah nanti. Dan setelah tau jika malam ini merupakan malam terakhir kami bisa bertemu, mas Juna langsung menjemput ku di rumah dan meminta izin dari papih dan mamih untuk mengajak ku pergi sekedar menghabiskan waktu berdua sebelum kami berdua menikah.

" Capek ya Des? " Tanya mas Juna lagi saat dirinya melirik diri ku, sembari mengelus puncak kepala ku yang kini duduk di samping dirinya.

Apalagi mas Juna tanpa sengaja mendengar diri ku yang menghela nafas panjang barusan. Saat ini kami berdua sedang berada di salah satu cafe yang letaknya cukup jauh dari rumah ku dan juga rumahnya. Entah kenapa mas Juna mengajak ku untuk datang ke sini.

Di tambah lagi, kami berdua sedikit banyak cukup sibuk karena harus mengurus pernikahan kami berdua yang terasa terlalu cepat ini. Sehingga, memang urusan pernikahan ini sangat menguras tenaga dan fikiran kami berdua.

Walau mas Juna sudah mempersiapkan beberapa hal sebelum dirinya melamar ku dua bulan lalu, termasuk tambahan bantuan dari semua teman - teman kami, tapi tetap saja tetek bengek urusan pernikahan ini cukup menyita waktu kami berdua. Beruntung, aku dan mas Juna tak pernah sekali pun mengalami pertengkaran - pertengkaran hebat yang menyusahkan kami berdua sampai hari ini.

" Enggak kok mas. Aku gak papa kok. Aku cuma lagi mikirin sesuatu aja. " sahut ku tanpa memandang dirinya, dan lebih memilih memandang ke sebuah taman yang berada di hadapan kami berdua saat ini.

" Mikirin apa sih? Hm? Dari beberapa hari ini mas perhatiin, kamu kayak lagi banyak pikiran, Des. Mau cerita gak sama mas? " Tanya mas Juna lagi tetap mengelus kepala ku dengan lembut dan pelan.

" Desyca gak jadi ngambil kerjaan yang di Boscha ya mas? " Tanya ku tiba - tiba sembari mengalihkan pandangan ku ke arah dirinya. Dan otomatis membuat mas Juna memasang wajah sedikit kebingungan.

" Kenapa? Bukannya ini keinginan mu? Ada apa memangnya? Mas tau kamu bukan orang yang nyerah gitu aja. Apalagi kesempatan buat kerja di sana udah terbuka lebar di depan mata mu. " sahut mas Juna.

*****

" Jujur aja, aku kepikiran ucapan mamih waktu itu mas. Makin ke sini, ucapan mamih makin bikin aku takut. Bukan gak mungkin kalo ucapan mamih waktu itu kejadian sama kita berdua nanti. " sahut diri ku mencoba untuk jujur pada mas Juna tentang yang ku fikirkan saat ini, setelah aku terdiam cukup lama.

Aku pun memandang mas Juna dengan mata yang sedikit berkaca - kaca. Jika aku boleh jujur pada dirinya, aku benar - benar ingin bekerja di sana. Apalagi, aku tau jika tidak semua orang bisa mendapat penawaran untuk bekerja di sana.

Tapi aku dengan gampangnya bisa mendapat penawaran itu. Bahkan tawaran itu datang sesaat setelah aku wisuda. Namun, aku juga tak mau jika justru pekerjaan ku nanti malah akan menghancurkan rumah tangga ku dan mas Juna yang baru saja akan kami bangun berdua. Tanpa sadar, aku mengigit bibir bawah ku untuk menahan air mata ku yang sebentar lagi akan tumpah.

" Stt. Bibir mu jangan di gigit kayak gitu ah Des. Nanti kalo luka gimana. Kalau kamu mau nangis, maka menangis lah Des. Jangan di tahan - tahan. Ada mas di sini sama kamu. " ujar mas Juna mengusap bibir ku dan membuat ku menghentikan ulah ku yang sedang mengigit bibir.

Namun ucapannya mas Juna kini justru membuat air mata ku yang sejak tadi ku tahan - tahan akhirnya tumpah. Mas Juna yang melihat ku saat ini sedang terisak pun, langsung saja menarik tubuh ku dan menenggelamkan wajah ku di dadanya.

304 TH STUDY ROOM 01 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang