CHAPTER 30

899 59 42
                                    

" hallo mas Juna? Tumben deh nelpon gue malam - malam kayak gini. Kenapa mas? " tanya ku begitu mengangkat sambungan telepon dari mas Juna yang tiba - tiba saja menelepon ku. Ku lirik jam dinding yang bertengger di dinding kamar ku. Sudah pukul delapan malam.

" sorry Des. Gue nelpon elo malam – malam gini. Gue ganggu elo gak? " tanyanya pelan pada ku. Sedikit khawatir ku rasa.

" enggak kok mas. Gak sama sekali kok. Ini gue lagi santai aja di kamar. Ada apa emangnya mas? " tanya ku balik pada mas Juna.

" belum tidur? " tanya lagi.

" ya belum lah. Gue bakal di ketawain ranjang kalo gue udah tidur jam segini, mas. " sahut ku tertawa karena pertanyaannya barusan.

" oh, gitu ya, gue fikir elo udah tidur. Gue besok udah mulai Ujian nasional Des. Hari pertama. " ujar mas Juna tiba - tiba memberitahu pada ku.

" eh iya ya. Besok udah tanggal dua belas aja, mas. Udah Ujian Nasional hari pertama juga ya. Gimana mas semua persiapannya? Udah siap kan buat besok? " tanya ku begitu mengingat memang besok dirinya dan mas Bejo akan mulai melaksanakan Ujian Nasional.

" hm. Lumayan. Siap gak siap gue kudu siap kan. " sahutnya singkat pada ku dari seberang sana.

" belajar yang rajin ya mas. Jangan ngegame mulu kerjaannya. Gue gak mau tau, pokoknya elo sama mas Bejo harus dapet nilai yang bagus. Kalo perlu nilainya sepuluh semua. Gak ada yang salah jawabannya satu pun. Biar bikin gue bangga. He he. " sahut ku tertawa sambil mencoba bercanda dengan dirinya untuk mencairkan suasana.

Walau aku tau sangat tidak mungkin jika aku tiba – tiba menyuruh dirinya mendapat nilai sempurna. Apalagi jika sudah H-1 seperti ini. Namun aku tetap berharap jika mas Juna dan juga mas Bejo akan mendapatkan nilai yang sangat memuaskan untuk mereka berdua. Berapa pun nilai yang di dapat itu.

" oke. Deal. Gue bakal dapetin nilai sempurna buat elo, Des. Gue janji sama elo. " ujar mas Juna sedikit membuat ku terkejut dengan ucapannya barusan.

Apa sebegitu yakinnya kah dirinya akan berhasil untuk mendapatkan nilai sempurna nanti saat Ujian Nasional. Seolah – olah itu bukan masalah yang besar untuknya. Jujur saja, aku berharap semoga itu benar.

" iya mas. Aamiin. Semoga beneran terkabul keinginan elo itu. Semoga mas Juna bakalan dapet nilai yang sempurna ya mas ntar Ujiannya. " sahut ku sembari mendoakan dirinya.

" eh mas. By the way, Kok elo bisa nelpon gue sih sekarang? Bukannya elo kan...? " tanya ku lagi pada dirinya menggantung dan tak meneruskannya.

Apalagi begitu aku mengingat jika dirinya yang saat ini sedang di awasi dengan sangat ketat oleh ayahnya untuk terus – terusan belajar dan mendapat nilai yang sempurna. Aku juga tahu jika dirinya sangat susah untuk memegang handphonenya saat ini. Jangankan untuk menelepon ku. Menyentuh handphonenya pun aku rasanya susah.

" iya, bokap gue lagi keluar. Mumpung bokap belom balik ke rumah, makanya gue bisa buat nelpon elo sekarang ini. Nyuri – nyuri waktu Des. " jelas mas Juna menjawab pertanyaan yang aku lontarkan tadi. Aku dapat mendengar nada malas dari mas Juna untuk membahas masalah ini tentang ayahnya.

" gugup gak mas karena Ujian besok? " tanya ku mencoba untuk mengalihkan pembicaraan kami berdua dan tak lagi membahas tentang orang tuanya.

" tadinya sih iya. Tapi sekarang udah enggak lagi. Gue sekarang udah tenang. " sahutnya membuat ku sedikit bingung. Bagaimana bisa dirinya secepat itu menghilangkan rasa gugupnya.

" kok gitu sih mas? Cepet banget berubahnya. " tanya ku dengan penuh rasa keheranan.

" gak apa. Bukan hal yang penting kok. Lupain aja. " balas mas Juna dengan penuh misteri.

304 TH STUDY ROOM 01 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang