CHAPTER 39

696 50 14
                                    

" Reihan! " seru ku begitu aku menemukan sosok Reihan yang saat ini tengah menunggu ku dan mas Juna di bagian kedatangan.

Ku lihat tubuh Reihan kini semakin atletis dan berotot. Sepertinya dirinya kini lebih banyak berolah raga untuk membentuk tubuhnya. Bukan tak mungkin suatu saat nanti dirinya akan menyaingi Dirga yang di gilai perempuan.

Aku memang jarang bertemu dengan Reihan. Terakhir kali aku bertemu dengannya saat tahun lalu ketika kami libur kuliah. Dan itu juga terakhir kali pula aku bertemu dengan mas Bejo dan Dirga yang memang sengaja menyempat kan diri untuk pulang ke Pekanbaru.

" Des. kita tunggu Irene dulu ya baru berangkat. Bentar lagi dia nyampe kok. " sahut Reihan tanpa basa basi.

Ku lihat wajah Reihan kali ini agak sedikit sendu, tak semangat dan terlihat agak khawatir. Entah mengkhawatirkan tentang apa. Bahkan sangat tak biasanya dirinya tak heboh bertemu dengan ku seperti biasanya kami bertemu atau sedang ngumpul. Padahal dirinya lah moodmaker di antara kami berlima. Dan sekarang justru dirinya dan mas Juna lah yang moodnya paling jelek di antara kami bertiga saat ini.

Persis dengan rona wajah mas Juna saat ini di samping ku. Hal ini semakin membuat ku penasaran, ada apa ini sebenarnya. Sebenarnya aku ingin bertanya langsung pada Reihan, tapi aku yakin jika jawaban darinya akan sama persis dengan jawaban yang di lontar kan oleh mas Juna tadi di ruang tunggu.

" Tunggu Irene dan Irene yang akan menjelaskannya. "

Aku pun akhirnya lebih memilih untuk menganggukan kepala ku dan tak banyak bertanya pada Reihan saat ini. Jujur saja, kali ini aku dan mas Juna sama sekali tidak terlihat seperti orang yang baru saja tiba dari pesawat yang baru mendarat di Pekanbaru. Karena aku dan mas Juna kini hanya memakai setelan kemeja dan celana panjang biasa. Di tambah, kami berdua hanya memakai tas ransel yang isinya pun hanya buku dan tetek bengeknya.

Aku lalu mengajak mas Juna dan Reihan untuk ke salah satu kedai coffe yang ada di sekitar area kedatangan bandara sembari menunggu pesawat yang di tumpangi Irene tiba dari Jakarta. Dan mereka berdua pun menyetujui usulan ku kali ini dengan tak banyak bicara.

*****

" Desyca, Reihan, mas Juna! " seru seseorang saat kami bertiga sedang sibuk dengan pikiran kami masing - masing dan tak saling bicara antara satu sama lainnya.

Membuat kami bertiga serentak menoleh ke arah asal suara. Ku lihat Irene tiba dengan kondisi mata yang masih sembab dan agak bengkak. Entah berapa lama dia menangis dan menyebab kan ke dua matanya seperti ini. Kini melihat kondisi Irene seperti saat ini justru membuat ku semakin bertanya - tanya dan khawatir dengan keadaan Irene yang menangis tersedu - sedu.

" Irene? Elo kenapa? Kenapa nangis gini sih sampe muka elo bengkak gitu? Jangan bikin gue khawatir dong Ren. Ada apa sih? " tanya ku bingung dan segera berdiri, begitu aku melihat dirinya berlari menghampiri ku dan langsung memeluk ku sangat erat dengan terisak - isak.

Mau tak mau pun aku membalas pelukannya yang memeluk ku dengan erat. Ku lihat Irene juga seperti ku dan mas Juna yang tak membawa apa pun saat ini dan hanya ransel kecil yang dirinya bawa di belakang tubuhnya.

Ku lihat dari ekor mata ku, Reihan juga saat ini sedang menyeka ke dua matanya sembari terisak tertahan. Entah ada apa sebenarnya dengan mereka berdua saat ini.

" kita berangkat sekarang deh. Gue aja yang nyetir Rei. Sini kunci elo. " perintah mas Juna sembari mengangkat tangan kanannya untuk meminta kunci mobil pada Reihan.

" gak usah mas. Biar gue aja yang nyetir. Gue gak papa kok. Elo duduk di samping Desyca aja nanti di belakang. Gue tau dia pasti bakal butuh elo nanti kalo denger kabar ini. Biar Irene duduk di samping gue aja di depan, mas. " sahut Reihan dengan tegas menolak permintaan yang di ucapkan oleh mas Juna seraya dirinya menggelengkan kepalanya.

304 TH STUDY ROOM 01 (FAN FICT) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang