Enam

8.9K 945 44
                                    

Sudah tersedia versi eBooknya, ya...

Satu bulan di Indonesia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu bulan di Indonesia...

Tubuh atletis Revan lenyap, berganti dengan perut buncitnya. Tanda jika dirinya begitu pandai berpura-pura bahagia. Baginya, yang utama adalah menunjukan jika dirinya selalu bahagia, tanpa menunjukan luka sedikitpun. Datang ke Indonesia dengan wajah barunya. Revan memang memutuskan untuk tinggal sementara waktu di rumah Janira__ temannya.

Ponsel Revan berdering. Revan segera menjawab teleponnya. "Ya?"

"Gila, kupat! Lo kok nggak bilang udah balik? Kejem bener lo." dari sebrang menggerutu tiba-tiba.

Revan terkekeh pelan. "Gue udah pulang satu bulan yang lalu. Gue lagi nunggu Universitas di sini manggil gue." Revan menyahutinya dengan tenang.

"Eh kampret! Mau jadi dosen atau pebisnis sih! Enak banget lo usaha double gitu." Dia Malik teman kontrakan Revan dulu.

Revan tertawa pelan. "Dua-duanya. Tolonglah ... Urusin dulu bentaran lagi bisnis gue. Gue masih harus---"

"Lo tuh, balik dulu ke Bandung lah ... Kita cek-cek dulu. Ada berita bagus juga." Malik Menyela ucapan Revan.

Revan mengembuskan napas jengah. Rasanya dia menyesal mengaktifkan lagi nombernya yang dulu. "Gue pasti ke Bandung. Nggak tahu lusa atau nantilah pokoknya," kata Revan dengan nada malasnya.

"Ck, gue tunggu. Jangan kelamaan atau beritanya jadi basi. Konveksi milik lo rame mulu. Pokoknya lo harus buruan ke Bandung."

Revan bergeming untuk sesaat sebelum akhirnya menyahuti. "Oke. Ada lagi?"

"Enggak. Oke, see you ..." Telepon terputus. Revan menatap ponselnya bergidik ngeri.

Memang, sebelum dirinya memutuskan pergi ke Inggris menerima beasiswa. Revan sempat membuka bisnis kecil-kecilan. Bisnis dibidang konveksi tentu saja. Entah dorongan dari mana dirinya lebih mendalami bisnis itu, daripada bisnis Ayahnya, yang bergerak dibidang matrial dan kuliner. Tidak ada orang yang tahu, selain kedua sahabatnya. Nesa pun tidak tahu jika dirinya memiliki bisnis itu. Jadi, jangan tanyakan bagaimana Revan bisa memiliki tabungan yang lumayan besar. Semua disusun rapih, tadinya untuk kejutan pernikahan, tapi berhubung tidak jadi. Jadilah dirinya menyerahkan tanggung jawab konveksinya pada Malik sebelum berangkat ke Inggris.
Sudah tiga tahun dirinya meninggalkan bisnisnya itu. Meskipun setiap bulan pemasukan dan laporan datang. Tetap saja survey lapangan belum dilakukan lagi. Dua tahun lalu juga Malik menghubunginya memberitahu jika rumah jahitnya harus diperluas sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak ada salahnya jika dirinya datang sekedar menengok, bukan?

"Bengongin apaan, Van?" Janira datang duduk di samping Revan.

Revan menoleh menatap Janira. "Kayaknya, aku harus balik ke Bandung, Nir." Revan berucap tak yakin. "Ada yang harus diberesin sih. Soalnya, sebelum berangkat ninggalin banyak kerjaan," tambah Revan menjelaskan.

Sakitnya Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang