Dua Belas

5.8K 762 89
                                    

Komenan di part kemarin ajib-ajib yaa... Belum sempat di bales lagi, tapi Emak suka😘😘
Dan di part sekarang, mau ngumpat boleh. Bebas.. Apalagi yang lagi godin 😅😅
Emak kambeekkk... Pov Katia ya...

Happy reading dear...

***

Katia tak bisa menghilangkan senyumannya sekejap mata. Sungguh, atasannya itu sangatlah murah hati dan sangat baik padanya. Katia baru pulang pukul lima pagi dari rumah produksi. Dan selama itu juga pikiran dan detak jantung Katia seolah sedang berlomba-lomba memenangkan siapa yang paling bergembira. Katia masih tersenyum menggelengkan kepalanya pelan. Katia tengah berjalan menuju rumahnya. Katia menempelkan tangannya pada dadanya. Dia merasa debaran yang berbeda. Ada rasa senang saat Atasannya itu mendekatinya dan juga berbicara padanya. Ya ampun ... Sadarkan Katia agar tidak terus terhanyut dalam gelombang harapan.

Senyum yang sedaritadi terpatri di bibir seksi Katia tiba-tiba lenyap saat melihat sosok bajingan yang berdiri di depan pagar rumahnya. Katia mendengkus kesal sebelum akhirnya memilih berbalik hendak meninggalkan Pria itu.

"Tia!" Pria itu berseru seraya mengejar Katia. Katia berjalan lebih cepat, dia tidak mau lagi bersinggungan dengan Pria keparat itu. "Tia!" Pria itu berhasil menahan pergelangan tangan Katia.

Langkah Katia terhenti, dalam batinnya ia merutuki kenapa dirinya tidak pulang lebih siang sedikit. Sialan!

Pria itu bertubuh tinggi berisi dengan otot yang terlihat menonjol. "Aku menunggu kamu dari semalam." Pria itu berucap.
Katia memejamkan matanya enggan mendengar suara Pria itu. "Tia, kita harus bicara."

Mata bulat Katia terbuka, iris matanya memerah. Bahagia yang dia rasakan lenyap dirusak Pria sialan itu. Jemari Katia mengepal kuat, sementara rahangnya mengetat. Katia segera berbalik mengempaskan cekalan Pria itu pada tangannya. "Apa yang mau kamu bicarakan lagi, hah!" Bentak Katia keras.

Pria itu menatap sendu Katia dan itu membuat Katia muak. "Aku ingin meminta maafmu, Tia. Aku beneran terpaksa menikahi dia karena kamu tahu sendiri bagaimana bajingannya saudara kembarku itu." Suaranya terdengar memelas meminta Katia mempercayai ucapannya.

Katia menatap tajam pria itu. "Omong kosongmu itu Revin ... Benar-benar sialan!" Maki Katia marah. Sedetik kemudian Katia tersenyum sinis. "Aku ragu kalau saudaramu itu bajingan, karena kamu juga lebih dari bajingan."

"Katia!" Bentak Revin tak terima.
"Apa!" Katia balas membentak mengangkat dagunya angkuh. "Kamu pikir aku wanita lemah yang terus menangisi masalalu? Kamu pikir aku perduli dengan semua masalalu sialan itu?"

Bahu kokoh Revin melemas. Jemarinya terulur ingin menggapai jemari Katia. Namun Katia segera menepisnya menjauh. "Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau aku hanya pemuas napsumu dulu? Bukannya kamu bilang kalau hubungan kita nggak layak karena kita kayak bumi dan langit. Status kita jauh, dan kamu nggak mau ngorbanin karir kamu. Begitu, bukan?" Ucap Katia bernada sinis.

"Aku mengaku, aku salah, Tia. Tapi percayalah, aku hanya cinta sama kamu. Aku---"

Katia berdecak bersedekap menatap remeh Revin. "Seharusnya kamu bercermin dulu sebelum mengatakan itu. Atau kamu lupa kalau wanita ini cuman wanita yang nggak punya karir bagus dan juga parasit." Katia merasa memang harus menyudahi sikap gila mantan kekasihnya itu. Jika dulu dia sangat tergila-gila pada Revin sampai rela mengorbankan segalanya untuk Revin, dan sekarang dia akan membuktikan jika dirinya bisa bersikap lebih kejam dari Revin.

Perkataan Revin dulu sangatlah menyakiti hatinya. Dan dengan seenaknya Pria keparat itu ingin meminta maaf padanya. Katia sangsi jika Pria di depannya itu masih punya urat malu.

"Tia ..."

"Aku bersumpah demi apapun, Revin. Aku benaran benci sama kamu, aku bahkan sudah melupakan kamu. Dan aku minta kamu jangan usik kehidupanku lagi."

"Aku nggak akan menyerah buat dapetin kamu kemba--"

Plak

Katia menampar pipi Revin keras. Dadanya bergejolak panas. Semurah itukah dirinya sampai Revin dengan mudahnya mengatakan itu? Apa Revin masih mengira jika dirinya masih Katia budak cintanya?
Katia tersenyum miring dengan tangan yang masih mengepal kuat. Rasanya, satu tamparan kurang untuk Pria sejenis Revin.

"Kamu lupa kalau kamu sudah membuangku?" Katia bertanya pelan penuh penekanan. "Kamu lupa kalau aku hanya barang bekas yang sudah kamu lempar ke jalanan?" Katia tersenyum manis kemudian mendekat ke arah Revin. "Kalau kamu kembali padaku, atau aku yang kembali padamu. Itu sama artinya kamu menjilat ludahmu sendiri," bisik Katia di hadapan Revin. Katia mundur beberapa langkah ke belakang. "Hilangkan ambisimu. Karena aku tahu kalau sekarang kamu sedang bosan dengan istrimu. Jangan melakukan hal yang menjijikan seperti ini, Revin. Sekali bajingan tetap bajingan." Kalimat terakhir Katia sebelum akhirnya berlalu melewati Revin begitu saja.

Bukan perasaan berbunga-bunga lagi yang ia rasakan saat ini, melainkan rasa sakit dan rasa sesak yang membuatnya ingin sekali mencabik-cabik wajah tanpa dosa Pria itu. Katia mengusap sudut matanya yang basah. Perkataan Revin dulu, sangatlah membekas di hati dan pikirannya. Katia bukan orang yang mudah memaafkan. Katia tipe orang yang selalu menyimpan rapih rasa sakit yang orang lain torehkan.

Sampai di rumahnya, Katia langsung masuk mengunci pintu rumahnya. Perlahan tubuh Katia merosot ke lantai. Katia memejamkan matanya mengingat bagaimana lantunan hinaan yang Revin ucapkan dulu.

"Karena aku nggak akan pernah mau menggadaikan kesuksesanku hanya untuk mempertahankanmu. Aku bukan tipe anak pembangkang seperti saudara kembarku. Aku selalu ingin memberikan yang terbaik untuk orangtuaku."

"Aku sudah mencicipi tubuhmu setiap aku mau. Jadi, apalagi yang membuatku harus mempertahankanmu?"

"Aku kayak langit sementara kamu kayak bumi. Kita jauh, nggak akan bisa bersama."

Rasa sakit itu kembali terasa. Dulu, dirinya selalu menghindari Revin, tapi kali ini dia terkena sial. Ada apa gerangan dengan akal sehat Revin? Dia tiba-tiba menyalahkan saudara kembarnya yang katanya meninggalkan pernikahan begitu saja. Dalam hati Katia tertawa mengejek. Katia tahu Revin memiliki saudara kembar, tapi Katia tidak yakin jika saudara kembar Revin itu sekejam itu melimpahkan beban pada Revin. Sudahlah! Katia juga sudah tahu tabiat buruk Revin. Dia tidak mau bersinggungan dengannya lagi. Katia lelah.

***
Selesai membersihkan dirinya, Katia bersenandung pelan menyiapkan sarapan untuknya. Katia kembali tersenyum karena mengingat rayuan-rayuan yang atasannya lontarkan padanya.

Tiba-tiba gedoran pintu terdengar nyaring. Dahi Katia mengerut kemudian melangkah cepat menuju pintu rumahnya. Saat pintu terbuka, Katia terkesiap karena serangan mendadak yang dilayangkan seorang wanita. Istri Revin. Rambut Katia yang masih basah dijambak kemudian ditarik dibenturkan pada pintu rumah.

"Sialan! Wanita murahan! Pelakor!" Teriak Nesa masih menjambak rambut Katia.

Katia belum siapa dengan serangan tiba-tiba itu. Katia mengerjapkan matanya pelan mengahalau rasa pening di kepalanya. Sekali lagi kepala Katia dibenturkan hingga akhirnya darah mengucur dari kepala Katia. Katia mengumpulkan kekuatan dan kesadarannya terlebih dahulu sebelum akhirnya melawan menarik pergelangan tangan Nesa yang menjambak rambutnya tadi. "Apa masalah kamu, sialan!" Bentak Katai menahan sakit.

Jambakan terlepas, Nesa menatap Katia sengit. "Kamu!" Nesa menudingkan jari telunjuknya ke depan wajah Katia. "Kamu wanita murahan yang nggak tahu malu! Semalam suamiku menginap di sini. Iya, kan?" Nesa meninggikan suaranya yang cempreng membuat Katia memejamkan matanya sejenak.

Katia membuka matanya menatap Nesa tak kalah sengit. "Siapa? Revin?" Suara Katia terdengar dingin menusuk. "Kamu terus mengataiku wanita murahan, sementara kamu sendiri nggak berkaca kalau kamu sama murahannya denganku!" Katia membalas hinaan Nesa. "Kamu berulang kali menuduhku sebagai selingkuhan Suami kamu. Nggak ada sedikit pun kepercayaan kamu buat suami kamu. Mana buktinya kalau aku selingkuhan suami kamu, hah!"

Nesa bergeming. "Sebelum kamu labrak wanita lain, coba kamu klarifikasi sama Suami kamu. Aku juga wanita, dan aku masih punya hati buat nggak melakukan hal sebejat itu." Setelah mengatakan itu Katia menutup pintu membantingnya keras. Katia menyandarkan punggungnya di pintu. Peningnya semakin parah. Katia berdiri tegak mencoba melangkah, tapi baru beberapa langkah Katia terjatuh tidak sadarkan diri. Benturan itu lumayan keras juga.

Sakitnya Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang