Triple up yes... Besok libur. Emak mau bales komenan part sebelumnya ya... Emak seneng banyak yang ngasih sudut pandangnya. Bikin cerita berwarna. Makasih yang sudah berpartisipasi 😍😘 typo kasih tahu ya... Kelar langsung up, no edit.
Happy reading dear ...
***
Pandangan mata Revan terlihat kosong. Dia terluka sedalam-dalamnya. Dari dulu sampai detik ini, tidak pernah sekalipun kedua orangtuanya mendengar perkataannya. Dia hanya bayangan gelap tak terlihat dari Revin. Revan ingat, dulu, saat kejadian Revin berkelahi di sekolah dan Revin malah memitnah dirinya yang melakukan hal itu. Revan ingin mengklarifikasi pada Ayah dan Ibunya. Namun sayang, hantaman dan cacian lebih dulu menyakitinya. Revan juga ingat, dulu, saat uang di brankas Ayahnya hilang, Revan juga yang disalahkan karena Revin yang sengaja menyimpan uang itu di dalam kamarnya. Habislah lagi dirinya dicaci dan dimaki. Padahal dirinya sama sekali tidak tahu apa kode brankas itu. Jadi, percuma bila dia mengatakan semua kebenaran tentang Revin. Dia hanya ingin melindungi hatinya agar tidak semakin remuk redam.
Revan menundukan kepalanya membiarkan air mata mengalir begitu deras. Dia selalu bersikap abai karena semua akan percuma. Dia tidak pernah didengar, ucapannya tak pernah dianggap. Dan sekarang, dia sudah mencapai batas terlemahnya. Dia menyerah, dia tidak perduli lagi dengan keluarganya. Satu hal yang berusaha dirinya buang dalam pikirannya kini datang meresap di kepalanya. Dia tidak pernah diinginkan, berbeda dengan Revin yang selalu dimanjakan. Dia dipaksa untuk menjadi pelindung Revin dengan dalih bahwa dia adalah Kakaknya. Padahal usia mereka tidak berbeda. Revan juga butuh perhatian juga kasih sayang kedua orangtuanya. Bukan Revin saja. Dada Revan semakin terasa sesak, dia memukul dadanya kuat berharap rasa sesak itu lenyap. Revan tak bisa lagi menyembunyikan lukanya. Dia menangis menumpahkan kesakitan yang menumpuk dalam dadanya.
Sebuah pelukan menyadarkan Revan jika dirinya tidaklah sendiri. Revan menoleh menatap Katia yang ikut menangis memeluknya dari samping. Revan duduk tegak, Revan melepaskan pelukan Katia. Dia merunduk memeluk pinggang Katia, menyandarkan kepalanya di dada Katia. Revan kembali menangis. Menangis meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Dia sendiri, selalu sendiri.
"Maaf ... Semua gara-gara aku." Katia berbisik lirih mengusap rambut Revan lembut.
Revan mengabaikannya. Dia mengeratkan dekapannya. Biarkan semalam ini saja dia menumpahkan kesedihannya yang terakhir kali. Setelah ini, dia tidak akan lagi meratapi semuanya.
***
Katia merasa bersalah karena dirinya, Revan harus meninggalkan keluarganya dan hampir menghabisi saudaranya. Revin memang keterlaluan, Katia ingat tentang apa yang Revin katakan tadi. Revin bilang jika dirinya tidak akan tinggal diam melihat Revan bahagia atau sedikit mendapatkan kasih sayang. Dia ingin Revan mati tidak lagi menjadi bayang-bayangnya. Katia bergidik ngeri, begitukah wujud asli dari seorang Revin? Iri dan dengki sudah merasuki hati Revin.
Katia mendengar isakan Revan yang memeluknya. Dia tidak tahu harus melakukan apa, karena saat melihat tatapan mata Revan sesudah mematikan mesin mobil terlihat kosong penuh kehampaan. Katia tahu, ini pasti sangat berat bagi Revan. Katia belum melihat sisi rapuh Revan. Revan selalu bersikap konyol, santai dan humoris. Revan juga senang menggodanya. Namun sekarang, ia melihat Revannya terluka, menangis kesakitan. Melihat ini semua membuat Katia tidak sanggup menahan laju air matanya. Dia ikut sakit, ikut terluka karena Revannya terluka.
"Jangan pernah tinggalin aku ..." Revan berbisik lirih penuh permohonan.
Hati Katia mencelus, dia ikut merasakan pedihnya perasaan Revan. "Aku nggak akan ninggalin A'a. Aku bakalan selalu ada buat A'a." Katia menyahuti permohonan Revan.
Pelukan semakin mengerat. "Kita buat sebuah rumah kecil yang nanti akan ramai dengan anak-anak. Ingatkan aku, kalau nanti aku bersikap tidak adil pada anak-anak kita."
Katia mendongak tak sanggup melihat betapa lemahnya Revan malam ini. Sebisa mungkin Katia membentuk senyumannya. "Aku percaya, A'a nggak akan melakukan hal menyakitkan itu pada anak-anak kita nanti," balas Katia berusaha seriang mungkin.
Revan mengangguk membenarkan. "Karena sakitnya nggak dicintai itu bikin pedih. Aku nggak mau anak-anak kita nanti jauh dariku." Katia merasa bahu Revan kembali bergetar hebat. Mungkin Revan sedang mengingat rasa sakitnya dulu.
"Aku benar, kan? Nggak semua yang kamu lihat di depan itu baik. Aku nggak sempurna, Katia. Aku ..."Katia melepaskan pelukan mereka. Dia mensejajarkan tubuh mereka agar bisa saling menatap satu sama lain. Katia tersenyum mengusap pipi Revan yang basah karena air mata. "Siapa yang percaya A'a sempurna? Kesempurnaan bukan milik manusia, A'. Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Aku mencintai A'a dengan segala kekurangan. Begitupun A'a yang mencintai aku dengan segala kekuranganku. Kita disatukan bukan untuk mengadu kesempurnaan. Kita bersatu untuk saling melengkapi satu sama lain. Melengakapi dengan segala kekurang dan kelebihan kita." Katia tersenyum manis mentap Revan.
Katia menangkup rahang tegas Revan. "Sakitnya cinta mengajarkan kita untuk lebih menjaga dan menghargai cinta. A'a nggak sendiri. Ada aku." Katia menatap Revan sungguh-sungguh.
Revan mengusap jemari Katia yang menangkup rahangnya. Ia mendekatka tangan Katia ke bibirnya, lalu mengecupnya lamat. "Aku lupa, kalau aku sudah punya kamu yang bersedia menemani hidupku susah maupun senang."
Katia mengangguk. "Jangan nangis kayak barusan lagi, A'. Aku nggak sanggup lihat sisi rapuh A'a," ujar Katia menatap Revan sendu.
Kesedihan Revan lenyap berganti dengan seringai jahil seperti biasa. "Kalau sisi liarnya, kamu sanggup?" Revan menarik jemari Katia menempel di dadanya.
Katia gelagapan. Pipinya memanas. "A'a!" Seru Katia memalingkan wajah.
Revan tergelak puas. Menarik tubuhnya membawanya dalam dekapan hangat Revan.
Beginikah indahnya rasa dicintai? Rasa sakit dari cinta berbuah manis. Katia bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakitnya Cinta (Tamat)
Cerita PendekSiapa yang bisa tabah ditinggalkan calon pengantin wanita di saat pernikahan akan berlangsung hari esok? Apalagi yang merebut calon pengantinnya itu adalah saudara kembarnya sendiri. Senyuman, tingkah laku konyol Revan adalah bentuk kesakitan dalam...