Empat

9.1K 1K 55
                                    

Seorang gadis berjalan lesu menapaki jalanan yang terasa membakar telapak kakinya.
Dia Katia, gadis berkulit eksotis disertai wajah manisnya.
Mata bulat bening, iris mata berwarna cokelat terang dan juga lesung pipinya yang menambah kecantikan tersendiri untuknya. Tubuhnya berisi dengan tinggi badan yang ideal. Rambut hitam sebahunya memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus bersih.

"Aduh... Harus nyari kerja ke mana lagi ini? Nyesel juga ngundurin diri." Katia menghembuskan napas berat. Banyak yang harus Katia penuhi kebetuhannya. Ibunya dan juga adik kecil angkatnya yang harus Katia perjuangkan.

Katia memang bukan berasal dari orang yang mampu. Ayahnya dulu ketika masih hidup hanyalah seorang honorer di Dinas Pertanian. Belum diangkat jadi Peawai Negeri, Ayahnya sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa saat Katia baru menginjak usia sepuluh tahun.

Ibunya berusah payah menyekolahkan dirinya. Namun dirinya terlalu sakit bila harus tetap bertahan di tempat kerjanya semula. Katia telalu takut dengan kemungkinan buruk yang tak ingin ia sambangi. Katia awalnya memang sudah bekerja sebagai adm di tempat online shop baju. Tapi, karena suatu insiden, Katia memilih mengundurkan diri.

Katia terus berjalan, sampai langkahnya terhenti melihat sepasang pasangan muda baru keluar dari sebuat toko kue. Senyum pahit terbit dari bibir tipis Katia. Katia segera mengalihkan pandangannya ke lain arah. Hatinya bak dihujam ribuan pedang melihat pasangan itu. Katia perlahan memegang dada kirinya, denyut jantungnya terasa melambat. Apa ini yang dinamakan sakitnya patah hati?

Saking terasa pedih dadanya, Katia meneteskan air matanya. Dirinya yang bodoh terlena dengan pesona yang ditebarkan Pria tadi. Pria yang mencampakkannya setelah apa yang dia buat padanya. Dan malah menikah dengan wanita lain. Sakit memang. Tapi mau bagaimana lagi. Toh Katia sudah hancur, dia tidak bisa memutar kembali waktu supaya dirinya menahan diri untuk tidak masuk dalam jebakan pesona Pria itu.
Katia mengusap pipinya kasar. Dia memutar arah, memilih jalan yang lain. Dia tidak sudi jika harus beradu tatap dengan Pria itu.

Katia sampai di rumah kecil milik Ibunya. Ibunya memang berasal dari Bandung, dan sekarang Ibunya tinggal di Cianjur menempati rumah mereka. Bersyukur Katia tidak perlu menyewa rumah untuk ia tinggali. Setidaknya mengurangi uang yang harus dikeluarkan.

"Tia!" Tegur seorang wanita berambut panjang menghampiri Katia. Katia menoleh, tersenyum simpul menunggu wanita itu. "Kamu beneran udahan sama dia? Berita pernikahannya rame loh.. Bikin geger."

Katia mengedik. "Aku sudah nggak ada hubungan lagi sama dia. Lisa." Katia membuka suara menanggapi keantusiasan Lisa. Temannya. "Lagipula, mana level aku dengan dia. Dia berasal dari kalangan atas, sedangkan aku? Bisa beli baju lebaran satu tahun sekali juga sudah lebih dari syukur." Katia menghembuskan napas berat. Kemudian ia duduk di kursi plastik yang ada di depan rumah.

Lisa menyusul duduk di kursi lain. "Kamu nggak sakit hati? Secara, hubungan kalian udah jauh banget. Sudah bobo bareng."

Lagi, hati Katia terasa dihantam godam yang termat besar. Sakit sekali. Air matanya menggenang di pelupuk matanya. "Nyatanya, menyerahkan segalanya adalah pilihan tertolol yang aku ambil. Aku sudah hancur, Lis. Aku nggak tahu bagaimana nanti aku mempertanggung jawabkan semuanya di depan suamiku. Pasti suamiku akan kecewa karena aku adalah wanita murahan." Perlahan, air mata Katia mengalir membasahi pipinya begitu saja. Dia merutuki ke naifannya. Dia berpikir jika melakukan lebih akan mengunci pasangannya agar tidak berpaling darinya. Tapi dirinya salah, itu bukan cara mengikat cinta yang baik. Buktinya, cinta habis. Sakitlah yang ia rasakan.

Lisa buru-buru mengusap bahu Katia dari samping. Menenangkan. "Aku juga tidak menyangka kalau dia bisa sejahat itu." Lisa mengemukakan apa yang ada di pikirannya.

Katia tersenyum miris mengusap pipinya kasar. Tangan Kataia bergerak menyentuh dadanya yang terasa pedih. "Sakit, Lis. Rasanya sangat sakit." Katia meringis kala merasakan denyutan sakit itu semakin ngilu.

Memang penyesalan selalu datang belakangan, kan? Kalau datangnya di depan, sudah pasti penjara tidak akan penuh. Katia hanya boneka. Itu kenyataan yang semakin membuat dadanya kebas bertambah sakit.

"Maaf. Aku nggak beneran cinta sama kamu. Kamu hanya... Pemuas nafsuku."

Sialan, bukan? Katia ingin marah. Namun kembali lagi, dia hanya manusia biasa yang tidak layak menyuarakan kesakitannya. Katia sangsi. Laki-laki itu akan berpura-pura tidak mengenalnya setelah apa yang setiap malam mereka lalui bersama. Memang bukan salah laki-laki itu. Semua memang murni karena ketololannya.

"Sabar, ya, Ti..." Hanya itu yang bisa Lisa ucapkan saat melihat temannya tengah berusaha meredam tangisnya supaya tidak membeludak. "Pasti akan ada jodoh yang lebih baik dari Setan itu." Lisa berucap optimis menyemangati Katia.

Katia menatap temannya, sedetik kemudian tertawa getir. "Jodoh? Memangnya siapa yang mau menikah sama wanita yang udah nggak perawan kayak aku, Lis? Mereka juga pikir dua kali." Katia menggelengkan kepalanya pelan. Merasa miris akibat kebodohannya.

"Siapa tahu ada Laki-laki tulus yang--"

"Itu hanya ada dalam dongeng, Lisa. Kamu nggak tahu gimana sakit dan sesaknya saat kamu sudah menyerahkan semuanya, tapi kamu malah ditinggalin begitu saja. Rasanya benar-benar luar biasa, Lis." Katia mengalihkan topik pembicaraan. Dia percaya akan takdirnya, tapi dia terlalu takut untuk menggantungkan sebuah harapan akan kebaikan. Jodoh? Masih adakah yang mau dengan gadis jidatnya saja? Tentu saja jarang terjadi. Semua Lelaki baik-baik menginginkan yang masih orisinil. Bukan barang bekas seperti dirinya. Seketika Katia kembali tertawa getir dalam hatinya. Kenapa dia tidak berpikir panjang waktu itu? Kenapa dirinya mengangguk begitu saja tak perduli apapun. Memang benar. Nafsu mengaburkan segalanya. Sekarang. Katia hanya bisa pasrah tanpa bisa protes. Biarlah, aibnya ini kelak ia bicarakan pada laki-laki yang benar-benar tulus mencintainya.

***

Revan kambek... Kenalin Katia dulu ya.. Calonnya Revan. Emak seneng banget kalo ada yang komen sama dengan memberi suport. Meski nggak bisa emak bales. Tapi percayalah, emak selalu baca komenan kalian.
Jangan minder buat komen. Emak beneran cuman buka wp buat update. Cos masalahnya belum benar-benar kelar. Mangapin ya...😘😘

Sakitnya Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang