Empat Belas

5.6K 780 56
                                    

Emak update .... Meleset lagi ... Konflik udah mau di mulai ya.. Siapkan hati kalian buat mencaci yang bersalah 😅😅

Happy reading dear ...

***

Semenjak kejadian Katia memeluknya tiba-tiba, membuatnya semakin ingin berada didekat Katia. Revan sangat tahu apa arti perasaannya yang tengah ia rasakan saat ini. Perasaannya jika dibiarkan lebih jauh akan menjurus pada Cinta. Revan takut bila nanti cintanya berubah kembali menjadi sakit.

Revan tengah berada di ruangan Revin. Dia sengaja datang ke sana untuk meluruskan semuanya. Dia muak dengan Nesa yang terus mendatanginya. Dan sebuah kesialannya lagi adalah, Revin sedang meeting di lantai atas. Kalau dirinya pulang lagi, takutnya nanti semakin sulit bertemu. Akhirnya Revan memutuskan menunggu meeting selesai.

Satu jam menunggu, akhirnya Revin muncul dari balik pintu penghubung. Revin menarik sebelah alisnya melihat kehadiran Revan. Sementara Revan menatap datar pada Revin.

"Waw ... Ada tamu lama ternyata." Revin berucap dengan nada menyindir. Revin duduk bersebrangan dengan Revan.

Revan mendengkus memutar bola mata malas. "Gue nggak suka basa-basi," ucap Revan kemudian menegakan tubuhnya.

Revin menarik sudut bibirnya tersenyum miring. "Gue juga," balasnya ringan.

Revan menatap tajam Revin. "Bukannya gue sudah bilang sama lo jangan pernah nyakitin Nesa?" Desis Revan pelan.

Revin tersenyum mengejek. "Ah, lo sudah ketemu Nesa ternyata. Sudah gue duga, kalau lo memang masih cinta sama Nesa." Revin berkata seenaknya.

Revan geleng-geleng kepala. "Lo nggak lihat Nesa segitu cintanya sama lo?" Revan tak habis pikir menatap Revin kesal.

Revin mengedik. "Gue nggak perduli. Lagian, gue nggak ngerasain apapun," elaknya ringan.

Mereka memang kembar, tapi mereka tidak ada kemiripan sama sekali. Revan lebih mewarisi wajah Ibunya, sedangkan Revin wajah Ayahnya. Mereka tampak tidak seperti kembaran. Mereka terlihat seperti seorang teman. Banyak orang yang tidak percaya jika keduanya adalah saudara kembar.

Revan tersenyum miring. "Oh, iya. Gue lupa kalau lo sama aroganya dengan Papa." Revan berucap sinis. "Dan sayangnya, kelakuan lo kali ini nggak bisa gue tolerin. Lo udah keterlaluan. Lo nyakitin dua cewek sekaligus dan secara nggak langsung lo aduin mereka." Revan melayangkan tatapan tajamnya pada Revin. Dia ingin sekali mengoyak wajah Revin yang terlihat santai sekali.

Revin menatap Revan sinis. "Lo bicara seolah-olah lo orang paling baik dan paling berperasaan. Tapi lo sebenarnya nggak lebih dari sekedar anak pembangkang yang belangsak kurang kasih sayang." Perkataan Revin penuh hinaan pada Revan.

Revan menggeram menatap sengit Revin. "Nggak masalah gue belangsak, yang penting gue bisa menuhin kebutuhan gue dengan jerih payah gue sendiri." Revan membalas ucapan Revin dingin. "Oke, gue datang ke sini buat ngasih tahu lo tentang istri lo yang terus datengin tempat kerja gue. Gue pikir lo lebih bijaksana dari gue, jadi lo bisa nyimpulin kelakuan istri lo yang nggak ada bagusnya sama sekali."

Tatapan mata Revin berubah berkabut penuh amarah. "Lo mau ambil dia lagi juga gue nggak masalah. Gue bakalan dengan sukarela memberikannya sama lo."

Rahang Revan mengetat. Revan tidak suka dengan ucapan Revin yang terkesan meremehkan harga diri wanita. "Keberengsekan lo nggak tertolong lagi ...," desis Revan tajam penuh penekanan.

Revin menyeringai. "Gue seberengsek apapun, tetep jadi kebanggan Papa," balas Revin sangat tenang.

Revan berdecih sinis. "Pada saatnya nanti, kebusukan lo bakalan muncul dan saat itu tiba, gue yakin nggak akan ada yang perduli sama lo." Revan tak kalah tenang. Dia pandai mengendalikan emosinya. "Gue tekanin sekali lagi. Urus istri lo dengan baik, dan didik istri lo buat nggak menyakiti orang lain tanpa masalah yang jelas." Revan beranjak dari duduknya merapihkan kemejanya. Revan mendelik pada Revin yang terdiam. "Kalau istri lo masih datengin tempat gue. Gue nggak akan segan-segan nyeret istri lo ke hadapan lo saat itu juga," ucap Revan sarat penuh ancaman.

Kaki panjangnya melangkah meninggalkan ruangan yang sialan baginya. Revan membenci perusahaan yang sedang ia injak itu. Revan marah, kepalanya terasa mendidih dan siap meledak. Revin sialan!

Sampai di halaman parkir, Revan menaiki motor maticnya. Dia melajukan motornya meninggalkan area parkir. Dia akan melindungi Katia sebisanya. Karena saat melihat Katia terluka, hati dan dirinya tiba-tiba ikut merasa sakit. Revan tidak mengerti, sungguh.

Ravan melajukan motornya menuju Universitas tempatnya dulu mengajar. Revan akan memulai mengajar sebagai dosen pengganti, karena Garmentnya saat ini memang sedang membuka cabang baru di luar Kota. Nama garment miliknya memang sudah terkenal lumayan luas. Saat ini Revan memang tengah berusaha menarik kerjasama dengan butik-butik ternama yang ada di luar kota.
Semua itu Revan rintis dari nol. Dia menemui sedikit celah dulunya, sehingga dia berani membuka usahanya sampai saat ini.

***

Katia merasa kehilangan sesuatu. Kehilangan pemandangan indah yang selalu ia tunggu setiap dirinya datang ke rumah produkasi. Sapaan Pria itu, tentunya. Dan seharian ini dirinya tak kunjung melihat bosnya itu.  Katia tersenyum masam, mengapa dia mudah sekali jatuh cinta? Pada bosnya lagi. Katia menggeleng pelan. Dua minggu kurang dirinya mengenal bosnya itu, benih cinta itu tumbuh begitu suburnya ... Ya ampun ... Memang, ya. Hatinya sangat murahan sekali.

Malam terasa dingin. Awan terlihat sangat gelap. Apa mungkin akan turun hujan? Batin Katia bertanya. Pekerjaan Katia sudah selesai. Saat ini Katia sedang menikmati malam seperti biasa di taman belakang rumah produksi.

Katia mendengar suara berisik dari arah belakang. Perasaan was-was mulai datang. Katia berkali-kali melirikan mata bulatnya ke samping. Namun sayangnya matanya tak menangkap apapun.

Katia mendesah pelan memilih berdiam diri di bangku saja sampai akhirnya Katia merasa bagian belakang tubuh tertutupi sebuah jaket hangat dengan wangi maskulin yang menguar.
Katia tidak bisa menyembunyikan senyuman dan rona merahnya. Dia memilih merundukan kepalanya.

"Saya pikir kuntilanak yang lagi nungguin tempatnya." Suara Revan menyusul setelah mendaratkan bokongnya di sisi Katia.

Katia mendengkus, memutar bola matanya malas. "Iya. Saya memang kuntilanak nungguin santapan yang lezat buat jadi tumbal," sahut Katia mencebik sebal. Katia menatap Revan yang ternyata juga sedang menatapnya. Katia melihat Revan tengah menahan tawanya. Sampai satu detik kemudian, Revan tergelak menertawakan dirinya.

Katia membuang pandangannya ke lain arah. Sebal juga merasa lucu di saat yang bersamaan.

"Sorry." Revan berdeham memperbaiki suaranya. "Aku jadi pengen ketawa karena baru nemu kuntilanak secantik kamu." Revan menatap lekat wajah Katia. Dan itu membuat Katia gelagapan.

Katia menarik napas dalam-dalam. "A'a seneng banget buat saya melambung tinggi." Katia berdecak menatap sebal Revan.

Yang benar saja! Setiap kalimat manis yang dilontarkan bosnya padanya, selalu saja menyalurkan sengatan-sengatan yang menbuat hatinya berbunga. Meman, ya. Lidah tak bertulang.

Revan kembali tergelak dan itu membuatnya kesal bukan main. Memang semakin hari, mereka semakin dekat. Katia tidak terlalu memberi jarak. Begitupun Revan yang sangat santai dengan kedekatan mereka. Dan itu ... Itu membuat Katia terhanyut dalam gelombang harapan yang menggelung dirinya.

"Seharian ini, saya nggak lihat A'a." Katia kembali bersuara.

Revan tersenyum. "Mengapa? Kamu merindukan saya?" Goda Revan mengerlingkan matanya jahil.

Katia gelagapan, dia membenarkan letak rambutnya ya tidak terikat dengan rapih. Katia merasakan usapan lembut pada puncak kepalanya. Dan itu membuat hati Katia menghangat. "Saya lagi cari tukang jahit khusus." Revan berucap serius menatap Katia lekat.

Katia mengangguk paham. "Wah, A'a mau mambah pegawai lagi?" Tanya Katia dengan binar kagum.

Revan mengulum senyum kemudian menggeleng. "Bukan buat konveksi, tapi buat saya."

Dahi Katia mengerut dalam. "A'a mau pakai jasa penjahit sendiri buat pakaian yang A'a kenakan?" Katia bertanya lagi dengan binar penasaran.

Revan menggeleng lagi. "Saya lagi nyari penjahit yang bisa satuin hati kita." Manik hitam Revan terasa menembus relung hati Katia. Wajah Katia memerah, semua perasaan berkecamuk. Aduhh Gusti ... Batin Katia menjerit senang.

Sakitnya Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang