Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Nawalia bersiap untuk menjalani tes PSDP TNI yang sudah lama ia impikan. Seragam putih rapi dan sepatu olahraga sudah ia kenakan, rambutnya disanggul sederhana, tampak penuh percaya diri meskipun di dalam hatinya ada rasa gugup.
Sebelum sempat melangkah keluar kamar, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Aprilia masuk
Al, Ayah sudah minta Rangga untuk mengantarmu. Jangan membantah.
Mata Nawalia membelalak, ia langsung mengetik balasan.
Kenapa harus dia, Bu? Aku bisa sendiri kok!
Namun, sebelum ia sempat menerima balasan, pintu kamarnya diketuk. Suara tegas Rangga terdengar dari luar.
"Al, sudah siap? Saya tunggu di depan."
Nawalia mendesah kesal, meraih tasnya, dan membuka pintu.
"Aku bisa sendiri, kok." Ucap Nawalia dengan nada ketus
Rangga tersenyum santai
"Saya hanya menjalankan perintah, Nona."
"Berhenti panggil aku Nona!"
Rangga mengangkat bahu seolah tidak peduli dengan protesnya.
"Baik, Nawalia. Tapi Ayahmu ingin saya memastikan kamu sampai dengan selamat dan tepat waktu."
Nawalia memutar mata dan berjalan menuju mobil dinas yang sudah terparkir di halaman. Rangga membukakan pintu untuknya, tetapi ia hanya mendelik sebelum masuk sendiri.
Selama perjalanan, suasana di dalam mobil terasa hening. Rangga sesekali melirik Nawalia melalui kaca spion, tetapi gadis itu sibuk memandangi jalan dengan ekspresi datar.
"Jangan terlalu tegang. Kamu kelihatan gugup."
"Aku nggak gugup. Aku cuma... nggak suka diganggu." Ucap Nawalia sinis
"Ini bukan gangguan. Anggap saja saya dukungan tambahan." Nawalia berdecak
"Aku nggak butuh dukungan dari kamu."
Rangga hanya tersenyum kecil mendengar jawabannya.
Setibanya di lokasi tes, Rangga memarkir mobil dan berbalik menatap Nawalia.
"Semoga sukses"
Nawalia terkejut mendengar nada serius dalam ucapan Rangga, tetapi ia menyembunyikan ekspresi itu dengan cepat.
"Aku tahu."
Tanpa mengucapkan terima kasih, ia keluar dari mobil. Namun, sebelum melangkah jauh, ia berhenti sejenak dan menoleh ke arah Rangga.
"Makasih sudah antar."
Rangga tersenyum tipis dan mengangguk.
"Sama-sama"
Saat ia berjalan menuju lokasi tes, Nawalia mencoba mengabaikan detak jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya. Rangga mungkin menyebalkan, tapi ada sesuatu dalam tatapan dan ucapannya tadi yang membuatnya merasa sedikit lebih tenang.
Tes PSDP TNI dimulai dengan serangkaian ujian fisik yang ketat. Nawalia, yang sudah mempersiapkan diri dengan latihan rutin, tetap merasa tegang. Ia melihat para peserta lain yang juga terlihat fokus dan kompetitif.
Ketika sesi tes berjalan, Nawalia membuktikan dirinya. Tes lari, push-up, sit-up, dan pull-up dilaluinya dengan penuh semangat. Namun, tantangan semakin berat ketika masuk ke ujian mental dan wawancara.
Di salah satu sudut ruangan, Rangga yang ditugaskan mendampingi tetap mengawasi dari kejauhan. Meski ia hanya bertugas memastikan Nawalia baik-baik saja, matanya tak pernah lepas dari gadis itu. Ia diam-diam mengagumi tekad dan ketangguhan Nawalia, meskipun di luar, gadis itu selalu ketus padanya.
Hari pertama tes berakhir sore hari. Tubuhnya terasa lelah, tapi semangatnya masih tinggi. Saat berjalan keluar dari area tes, ia melihat Rangga berdiri di dekat mobil, bersandar santai dengan tangan di saku.
Nawalia mendekat dengan alis terangkat
"Kok masih di sini? Aku nggak bilang minta dijemput."
Rangga tersenyum kecil
"Aku cuma memastikan kamu nggak pingsan di jalan. Gimana, tesnya?" Nawalia menghela napas
"Aku nggak tahu. Tapi setidaknya, aku sudah berusaha."
"Itu yang terpenting. Selebihnya, tinggal tunggu hasil."
"Iya, aku tahu. Tapi tetap aja deg-degan."
Rangga tersenyum, kali ini tanpa ejekan atau sarkasme.
"Kamu hebat, Al. Ayahmu pasti bangga."
Ucapan itu membuat Nawalia sedikit tersentak. Ia jarang mendengar orang memujinya seperti itu, terutama dari seseorang seperti Rangga. Namun, ia segera mengalihkan pandangan, mencoba menyembunyikan rona di pipinya.
"Terima kasih."
Rangga tidak berkata apa-apa lagi, hanya memberikan anggukan kecil sebelum mengantar Nawalia kembali ke rumah.
Setibanya di rumah, Nawalia keluar dari mobil tanpa banyak bicara, tapi sebelum masuk ke dalam, ia menoleh ke Rangga.
"Makasih lagi... untuk semuanya." Rangga hanya mengangguk dengan senyuman tipis.
Nawalia masuk ke rumahnya dengan perasaan campur aduk. Ada sesuatu tentang Rangga yang perlahan membuatnya merasa... berbeda. Ia benci mengakuinya, tapi pria itu mulai membuatnya berpikir ulang tentang banyak hal.
Hari demi hari berlalu dengan Nawalia terus fokus menjalani tes. Rangga tetap menjadi sosok yang sering muncul di sekitarnya, baik sebagai ajudan Rian maupun seseorang yang diam-diam mendukungnya. Meskipun Nawalia masih bersikap ketus, perlahan ia mulai menerima keberadaan Rangga.
![](https://img.wattpad.com/cover/187536235-288-k697164.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly To Eternity
Não Ficçãocinta, kehilangan, dan pengorbanan, meskipun hidup penuh dengan ujian dan penderitaan, jiwa seorang pahlawan tetap terbang menuju keabadian.