Z. Game Over

2.5K 132 7
                                        

"Maaf, Angkasa memang sejahat itu, Ibu."

-Angkasa Altezza-

👋

"Angkasa, mau makan kue buatan ibu?"

"Enggak, masakan ibu enggak enak."

"Angkasa, mau ibu jemput?"

"Enggak usah, ibu ceroboh, cuma buat malu Angkasa."

"Angkasa, coba panggil bunda."

"Enggak mau!"

"Angkasa sayang ibu?"

"..."

"Ibu sayang Angkasa."

👋👋👋

Hujan mulai mereda, petir juga tidak menyambar seperti tadi. Sudah banyak yang tumbang dan terluka. Dini dan Arya juga telah menyelesaikan pertarungannya, keduanya sama-sama terjatuh.

Angkasa memberikan tatapan dinginnya kepada Alya. Hanya satu yang Angkasa bingungkan, Angkasa menyadari bahwa Alya lebih jago darinya, tetapi kenapa Alya hanya menghajarnya dengan pelan?

Alya yang seolah mengerti dengan tatapan Angkasa hanya mengangkat satu bahunya acuh. Dia kembali memasang kuda-kudanya.

Matahari mulai menyapa walau tidak begitu jelas karena keadaan masih hujan. Saat ini yang bertahan hanyalah Angkasa dan Alya.

Mungkin karena sudah terlalu lama dan kebanyakan berlindung, keadaan Alya melemah dan dia terjatuh. Angkasa menginjak punggung Alya dengan wajah datarnya. Entah kenapa dia benar-benar tidak lagi bersemangat untuk membunuh mangsanya ini. Rasanya, aneh.

Angkasa menghela napasnya, dia berjongkok dan membalikkan tubuh Alya menjadi menghadapnya. Menampar pipi Alya bolak-balik dan menghujaminya dengan tatapan dingin.

"Kenapa ga mukul sampai gue ga bisa berdiri lagi?"

Alya menggeleng lemah, bibirnya masih menyunggingkan senyum tipis.

"Siapa namanya?"

Gadis kecil itu menggeleng ragu.

"Kamu enggak punya nama?"

Lagi, dia hanya menggeleng.

"Nama kamu Alya ya? Alya Khairunissa. Cantikkan?"

Gadis kecil itu menangis tersedu. Dia senang karena dia diberi nama. Dia senang ada yang memedulikannya.

"Kenapa? Enggak suka?"

Alya menggeleng dan menghambur ke pelukan wanita asing yang memberikannya nama.

"Nama saya Santi, panggil aja Ibu Santi."

"I--bu Sa--nti," ucapnya terbata.

Wanita itu hanya tertawa dan kembali memeluknya erat.

Alya sadar dari lamunannya ketika Angkasa kembali menampar dan menginjak tubuhnya. Rasanya, tubuh Alya benar-benar remuk. Alya melihat Dion yang melihatnya dari jendela rumah Rossa, Alya menggelengkan kepalanya, dia tahu kalau Dion yang cuek itu akan menolongnya. Kalau pun harus mati di sini, Alya rela.

"Angkasa, ibu titip pesan," ucap Alya.

Angkasa menghentikan kegiatannya.

"Kata ibu, Angkasa enggak boleh dendam ke siapa pun. Angkasa harus hidup dengan baik."

Angkasa mendongakkan kepalanya. Dia takut air matanya akan jatuh. Seorang pria tidak boleh menangis, kan?

"Kenapa saya enggak nyakitin kamu seperti kamu nyakitin saya?"

Angkasa tetap diam. Tetapi pandangannya kembali menatap Alya dengan binar penasaran.

"Kata ibu, enggak boleh ada yang nyakitin Angkasa. Karena Angkasa adalah anak kesayangan ibu."

Angkasa terduduk. Tubuhnya lemas. Dia tidak bisa kembali menggerakkan kakinya dan memukuli Alya sesuka hatinya. Entah kenapa rasanya hati seorang Angkasa remuk. Rasanya sakit. Patah hati, eh?

Alya bisa melihat Bu Rossa yang berlari dari arah rumahnya membawa pisau. Lari seolah sedang kesetanan. Alya tetap tenang karena itu akan menuju ke arahnya.

Tetapi, tiba-tiba Alya langsung mendorong Angkasa yang menyebabkan Angkasa langsung terjerembab. Angkasa akan marah, tetapi dia melihat Bu Rossa yang terduduk dan memegangi kepalanya. Angkasa melihat pisau yang tertancap di punggung Alya.

Angkasa tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu. Dia menatap sekitarnya, ingin meminta bantuan tetapi tidak ada siapa pun. Dia melihat Arya dan Dini yang masih tidak sadarkan diri. Melihat ke dalam rumah Bu Rossa yang diisi oleh Dion yang hanya menatap mereka datar.

Angkasa ingin berteriak, tetapi suaranya tidak keluar sama sekali. Dia memegangi wajah Alya yang masih menimpanya dengan tangan bergetar.

Alya menampilkan senyum tipisnya.
"Ada segerombolan preman yang tiba-tiba datang dan merusuh di kediaman Bu Rossa yang kebetulan sedang mengadakan acara dengan para muridnya," ucap Alya mengusap kepala Angkasa dengan bergetar.

"Para murid melawan tetapi kalah, salah satu muridnya tertusuk pisau," lanjut Alya.

"Kamu harus hidup, kamu harus menebus semua dosa kamu. Biar bisa jumpa sama ibu, di surga nanti. Aku, sayang kamu. Kamu masih pacar aku, kan?"

Angkasa mengangguk. Air matanya mengalir.

"Sekarang, kita putus."

Kemudian Angkasa berteriak putus asa. Air matanya mengalir, menyesali semuanya begitu gadis cantik di depannya menutup matanya. Menyesali semuanya ketika benar-benar terlambat.

Memang benar kan, penyesalan selalu datang di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran.

Angkasa jatuh pingsan. Hal terakhir yang didengarnya hanyalah suara sirine.

👋Angkasa👋

Tamat.

Iya.
Ini tamat, bener-bener tamat.
Iya Alya die, bener-bener die. Kasihan dia, dia butuh istirahat, hidupnya udah cukup sulit.

Buat Angkasa, kita masih jumpa sama dia di part terakhir. Semoga, Angkasa bisa jadi lebih baik. :)

See u

Byee

>>>

Angkasa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang