"Kata ibu, dia pengin kamu panggil dia bunda."
-Alya Khairunissa-
"Bunda?"
-Angkasa Altezza-
😰
Keadaan di ruang keluarga saat ini sangat mencengkam. Hujan juga masih belum berhenti. Langit masih terus menangis, seolah tahu apa yang sedang Angkasa rasakan. Seolah menggantikan Angkasa untuk menangis.
"Jangan percaya sama mereka, Kasa. Mereka musuh kamu, kan?" Akhirnya Bu Rossa ikut masuk kembali ke dalam perbincangan berat ini.
Kasa.
Angkasa bergulat dengan pikirannya sendiri. Bu Rossa sudah merawat dan menjaganya dari dia kecil. "Menurut lu gimana, Ar?"
Arya memandang Angkasa dengan tatapan bloonnya, dia masih mengantuk. Pikirannya tidak fokus. "Gue? Terserah, gue ngikut," jawabnya cuek. Sama sekali tidak berniat sedikit pun untuk menengahi.
"Maaf, gue.."
Alya bangkit dari duduknya. Menepuk pundak Angkasa dan tersenyum. "Saya tahu, mana mungkin seorang Angkasa lebih percaya sama musuhnya, kan?"
Angkasa menganggukkan kepalanya. Matanya terpejam. Mencari jawaban yang tepat untuk dirinya.
Nihil. Angkasa tak menemukan apapun.
"Tahu sih, yaudah. Sekarang gimana?" tanya Alya santai.
Suara ribut di luar rumah membuat mereka semua mengalihkan pandangannya dan melihat keadaan di luar.
Ada teman-teman sekolah dan para preman yang datang bersamaaan. Tiba-tiba Dini berjalan membelah kerumunan itu dan membuka pintu rumah Bu Rossa.
"Woy, nih udah. Gimana?"
"Salam dulu kek," ucap Alya dan berjalan keluar rumah.
Dini mendengus. Dia menatap Alya dengan tatapan 'gagal weh?'
Alya mengangkat satu bahunya sebagai jawaban. Dia menatap kerumunan itu dan kembali menatap Angkasa.
"Jadi gimana, Sa? Kamu enggak terlalu bodoh buat memahami situasi ini."
"Gue, tetap sama pilihan awal gue."
😰😰😰
Terjadi pertarungan antara preman dan anak sekolah.
Iya, Angkasa tetap pada pilihan awalnya, mencoba membunuh Alya sesuai rencananya.
Dion dan Bu Rossa tetap di dalam rumah. Memandangi keadaan luar yang sangat kacau. Dion mencoba menahan kantuknya, dia melihat adik tirinya yang sangat lihai dalam bertarung. Dia terkekeh dan rasa kantuknya mulai hilang. Dia sangat ingin ikut memukuli anak-anak itu, lagi pula dia sudah lama tidak berolahraga, sayangnya adik kecilnya itu tidak membiarkannya ikut serta. Bahkan, sampai adik kecilnya itu mati pun dia tidak membiarkan Dion menolongnya.
Dion menatap wanita di depannya, wanita itu sangat serius melihat ke arah luar.
"Takut anak kesayanganmu kalah, eh?"
Rossa memandang Dion dan tersenyum sinis. "Dia tidak mudah dikalahkan."
Dion mengangguk setuju. "Iya, kuat banget tuh anak, heran gue. Jadi gimana?"
"Gimana apanya?" tanya Rossa tak paham.
"Dibuang oleh keluarga sendiri dan mengancurkan keluarga orang lain, rasanya gimana?" Dion hanya terkekeh melihat respon Rossa yang menujukkan kepalan tangannya.
Dion kembali mengalihkan perhatiannya kepada Alya yang bertarung melawan Angkasa dengan serius. Walau pun bibirnya sudah berdarah, dia tetap menyunggingkan senyumnya itu.
"Entah kenapa, gue jadi enggak kepengin bunuh elu, Al," ucap Angkasa sambil menampar pipi Alya seperti kebiasaannya.
"Saya juga," balas Alya dan menonjok pipi Angkasa.
"Apa yang ibu bilang ke elu lagi?"
Alya tersenyum. "Ibu bilang dia pengin banget kamu panggil Bunda."
Pukulan Angkasa melemah. Hujan kembali turun dengan deras.
"Terus?"
"Ibu bilang kamu harus jadi anak yang kuat. Ga boleh jelek biar enggak dibully. Harus pintar biar punya banyak teman."
Angkasa merasakan matanya mulai memanas. Dia melihat Alya kemudian memukul perut Alya dengan kuat. Alya sampai memuntahkan darah karena itu.
"Kenapa ibu harus ngasih kasih sayangnya sama elu?" tanyanya marah.
Alya bangkit dengan susah payah.
"Karena kamu enggak pernah mau dimanjain sama ibu."
Angkasa terdiam. Dia menatap langit yang gelap, air hujan membasahi wajahnya, dia memejamkan matanya, mencari kedamaian.
"Jadi, ibu enggak punya suami baru?"
Alya menggeleng. Alya membalas menendang perut Angkasa sampai Angkasa hampir terjatuh.
"Ibu enggak pernah mencintai siapa pun kecuali ayah kamu. Dipikiran ibu, cuma ada ayah kamu, dan kamu," ujar Alya sambil membetulkan ikatan rambutnya yang terlepas. "Kamu percaya?"
Angkasa kembali menatap Alya, dia lalu menggeleng dan tersenyum pedih. "Enggak. Tapi gue pengin percaya."
Petir mulai menyambar dan hujan turun lebih deras. Angkasa menyapukan pandangannya, melihat Arya yang juga sedang bersusah payah melawan tunangannya sendiri. Angkasa kembali bertekat, dia tidak boleh berpikiran untuk mundur. Karena semuanya sudah terlambat, bukan?
"Gue harus bunuh lu."
"Saya tahu."
Lalu keduanya kembali dalam pertarungan hebat.
😰Angkasa😰
See u
Aq tida bisa berkata apa-apa selain itu. Karena aq mulai menyadari bahwa ini, apasiiiii. 😭😭
dadah woyy
>>>

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✓
Fiksi Remaja[Completed] Sebelumnya, Angkasa selalu peduli terhadap wanita dan menjadikan wanita itu makhluk nomor satu yang harus dilindungi dan disayangi. Tetapi karena satu hal, Angkasa menjadi lelaki yang sangat suka menyakiti hati wanita dan membuatnya mena...