"Ga normal? Gue normal kok, gue punya tunangan. Terus kok suka Angkasa? Loh, emang siapa yang bisa nolak pesona Angkasa?"
-Arya Yudhistira-
😆
Di kerumunan anak-anak yang sedang sibuk bermain bersama, ada satu orang anak yang sama sekali tidak peduli pada sekitarnya, perhatiannya hanya terpusat pada benda persegi panjang di tangannya. Dia sedang sibuk bermain dengan handphonenya.
"Arya, kamu enggak mau ikutan main? Kami mau main kejar-kejaran, nih!" teriak salah satu anak dengan senyum yang terus mengembang di wajahnya.
"Enggak, pergi sana!" sahut Arya cuek.
"Anak orang kaya mah beda,"
"Songong,"
"Jijik banget, mentang-mentang kaya,"
Arya yang saat itu masih berusia 7 tahun sudah mengetahui kalau dia sedang ditatap sinis oleh orang-orang di sekitarnya. Apa salahnya jika dia tidak mau bermain dengan anak-anak mereka? Mereka miskin, pasti banyak kumannya.
Arya mengambil headphone miliknya lalu memakainya.
Kembali terlarut dalam dunianya sendiri. Arya Yudhistira -- anak seorang direktur yang sangat terkenal. Ayahnya mempunyai banyak perusahaan, termasuk jejeran orang terkaya di Indonesia. Ibunya seorang desainer, memiliki butik dimana-mana. Arya hanyalah anak tunggal yang akan mewarisi semua harta orangtuanya, ya, Arya jadi tidak perlu bersusah payah untuk menjadi kaya. Bahkan, dari sebelum lahir dia sudah kaya.
Arya menggerakkan jarinya dengan lincah, bibirnya menyunggingkan senyum, sebentar lagi dia akan menang, dia akan menang melawan monster-monster di game ini.
Sampai sebuah tepukan di pundaknya dan senyuman seorang anak laki-laki yang pertama kali dilihatnya, manis. Arya terpesona. Dia bahkan melupakan gamenya, sampai sebuah suara 'game over' menyadarkannya. Bibirnya langsung mengerucut, sebal. Harusnya dia menang tadi.
"Hai!" sapa anak yang tidak diketahui namanya itu dengan riang.
Arya mengacuhkannya. Dia mengutak-atik kembali handphonenya.
"Kenapa pakai headphone kalau enggak lagi mendengar lagu?"
Arya membelalakkan matanya. Dia berdeham gugup.
"Ga suka dengar lagu," cicitnya.
"Angkasa, kamu?" Angkasa mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.
"Arya."
"Salam kenal, Arya!" sahut Angkasa riang.
Arya berdeham. Jantungnya serasa mau copot, detakannya terlalu cepat, seperti dia baru saja selesai lari jauh.
Sepertinya dia harus meminta diperiksa oleh dokter profesional. Mungkin saja dia sakit jantung? Arya pernah membaca tentang penyakit jantung. Arya bergidik ngeri.
Angkasa memerhatikan Arya dengan wajah polosnya. "Jadi, kamu kenapa pakai itu kalau enggak mau mendengar lagu?" tanya Angkasa menunjuk headphone yang tengah dipegang oleh Arya.
Arya menaikkan bahunya. "Malas dengarin mereka ngomongin aku."
"Kalau enggak kamu hidupin lagunya kan tetap dengar," jawab Angkasa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
Arya hanya menaikkan bahunya acuh.
Angkasa mengerucutkan bibirnya, sebal karena diacuhkan teman barunya.
"Kamu sendirian, pasti kamu enggak punya teman, kan?" tanya Angkasa antusias.
Arya menatapnya tajam.
Angkasa terkekeh kecil, "Aku juga enggak punya teman, kamu jadi teman aku aja ya?"
Arya mengernyitkan dahinya.
"Nanti kalau ada yang ngomongin kamu, aku bantu biar kamu enggak dengar mereka bilang apa. Jadi kamu enggak perlu pakai benda yang kamu enggak suka cuma buat mereka ngira kamu enggak dengar mereka," ucap Angkasa panjang lebar dengan senyum manisnya.
Anak ini tahu dari mana kalau Arya memang tidak suka memakai headphone?
Arya menggelengkan kepalanya, tidak peduli. Mungkin, anak ini cocok untuk berteman dengannya.
Hm, dia bukan orang miskin, kan?
"Oke. Aku mau jadi teman kamu."
😆😆
Arya sedang membereskan rumah Angkasa yang sangat kacau. Sembari membersihkan, Arya mengingat-ingat pertemuannya dengan Angkasa dan sesekali terkekeh geli. Arya tahu semua tentang Angkasa. Angkasa yang sangat ceria, peduli pada siapa pun, dan selalu menolong wanita yang disakiti walaupun dia tak mengenalnya.
Sampai ketika ibunya meninggal, Arya tidak pernah lagi melihat Angkasa yang menolong wanita dengan ikhlas. Dia hanya menolong mereka untuk disakiti lebih dalam. Ya, ketika ibunya meninggal dan dikuburkan pun, Arya tidak melihat Angkasa menangis, yang Arya lihat hanya tatapan tajam yang penuh dendam, mungkin?
Arya tidak peduli. Apapun yang terjadi pada Angkasa, Arya akan selalu di sisinya, sama seperti Angkasa yang selalu ada di sisinya.
Ketika Angkasa jatuh miskin pun, keluarga Arya menopang hidupnya. Meskipun Arya harus bertunangan dengan orang yang sangat dibencinya. Awalnya Arya tidak membencinya, bahkan dia pernah berpikir untuk mencoba mencintainya, tetapi semua yang menghalangi Angkasa adalah musuhnya, kan?
Arya mengusap peluh di dahinya. Dia tersenyum miring. Tidak peduli siapa pun itu, jika dia menghalangi Angkasa, Arya akan menghabisinya. Lagi pula, hidup Arya sudah sepenuhnya dia serahkan untuk mengabdi pada Angkasa.
Angkasa itu sempurna.
Jadi, jangan ada yang berani merusak kesempurnaan itu, paham?
😆Angkasa😆
Hemmmm.
Aq : Arya kamu cocwittt, jadian sama aku dongg!
Arya : Ogah, sape lu.
Aq : Bidadari surga
Arya : Bidadari? Ngaca sana, udah jelek, miskin, g punya duit, jelekk..
Aq : CUKUP, MAAPIN AKOOO😭
Angkasa : *Ketawa jahanam
Dini : *Ikutan ketawa
Alya : *Ikutan juga
Belva : *IkutanBd. W matiin lo semwa. :((
Dadah☺️
>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✓
Novela Juvenil[Completed] Sebelumnya, Angkasa selalu peduli terhadap wanita dan menjadikan wanita itu makhluk nomor satu yang harus dilindungi dan disayangi. Tetapi karena satu hal, Angkasa menjadi lelaki yang sangat suka menyakiti hati wanita dan membuatnya mena...