Fathan mengendari motornya menuju sekolah, tak sengaja ia melihat Sabita berjalan kaki. Cowok berlesung pipit itu berhenti untuk menawarkan tumpangan. "Sabit, ayo bareng."
"Fathan." Sabita tersenyum, namun tiba-tiba ia langsung menutupi pipinya dengan rambut dan menunduk.
"Sabit, lo kenapa?" Fathan turun dari motor.
"Aku, nggak kenapa-napa," bohong Sabita.
"Biar gue liat pipi, lo." Fathan menyingkirkan rambut yang menghalangi pipi Sabita, dan benar saja, pipi cewek itu memar.
"Aww," ringis Sabita saat Fathan mulai menyentuh lukanya.
"Bilang sama gue, ini kenapa?"
"Hmm, jatoh."
"Masih berusaha bohong? Ini jelas kena tonjok, Bit."
"Udahlah, nanti juga sembuh ko."
"Tapi, kan-"
"Aku ... belum bisa cerita sekarang sama kamu, Fathan."
"Ya udah, tapi kalo lo butuh temen buat cerita, kasih tau gue, ya?" Sabita hanya mengangguk. "Ayo berangkat bareng."
Sabita kira tak ada salahnya menerima bantuan tumpangan dari Fathan, kakinya cukup pegal. Terlebih lagi ia lemas karena sejak siang kemarin ia belum makan.
Diperjalanan Fathan masih saja memikirkan apa yang terjadi pada Sabita, luka yang ada di pipinya itu sangat jelas terlihat, dan ia yakin bukan karena jatuh, tapi terkena tonjok.Tapi menurutnya, tak ada gunanya jika memaksa Sabita bercerita sekarang, cewek itu sepertinya butuh waktu.
Sampai di sekolah, parkiran sudah ramai. Tanpa sadar sabita mencari keberadaan cowok yang mengantarnya kemarin, ia lupa mengucapkan terima kasih.
"Nyari siapa?" tanya Fathan.
"Emm, enggak, ayo masuk, Fath."
Melewati mading, Fathan mengernyitkan kening. Tak biasanya mading seramai pagi ini. Karena penasaran ia menarik tangan Sabit untuk menyerobot ikut melihat, banyak decakan tak suka saat Fathan dengan sengaja mendorong dan menggeser orang secara paksa. Namun Fathan tak pernah peduli. "Ada apaan sih?"
Saat berhasil melihat dengan jelas cowok itu hanya ber-oh ria. Memaklumi kenapa semua siswa terutama kaum cewek begitu antusias ingin melihat. Bagaimana tidak? Di sana tertempel banyak foto Aditya bersama seorang cewek, dan dia adalah Sabita. Seorang murid baru yang dengan mudahnya dekat dengan cowok berwatak dingin itu.
Sabita cukup kaget dan masih berusaha mencerna keadaan, ia sama sekali tak menyangka akan bisa seheboh itu.
"Lo lagi deket, ya, sama Kak Adit?"
"Enggak, ko, Fath. Kemarin dia cuma nganterin aku pulang doang. Emang salah, ya?"
"Lain kali nggak usah terima ajakan dia, lo bisa kena masalah."
"Kenapa?"
"Nurut aja. Kalo lo mau, gue bisa antar jemput lo."
"Nggak perlu."
Setelah menjauh dari keramaian, banyak pasang mata melirik tak suka ke arah Sabita. Bahkan terdengar jelas berbagai ungkapan kebencian.
"Murid baru aja songong banget,"
"Kemarin, Kak Adit. Sekarang Fathan. Jangan-jangan besok cowok gue dia embat."
"Fathan putus sama pacarnya gara-gara cewek itu kali, ya. Kalo iya jahat banget. Kak Vava sampe nangis dan sekarang nggak berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Sabita [Terbit]
Teen FictionIni tentang Sabita, pemilik senyum pura-pura. Senyumnya manis, tapi ada kesedihan yang ia coba tutupi. Pindah sekolah dari Bandung ke ibu kota menjadi awal kehidupan barunya dimulai. Satu yang ia sukai saat menatap langit malam, bulat sabit. Menurut...