Seperti biasa, kantin utama ramai dikunjungi saat istirahat tiba. Mely, Sabita, Fathan, Zidan dan Mada sudah berada di meja tempat biasa mereka makan. Sebelum pesanan dihidangkan, Mely menyempatkan berselancar di halaman instagram miliknya, ada satu postingan menarik menandai akun miliknya. Mely sendiri tidak tahu siapa dalang dibalik ini semua. Foto Aditya dan Vava sedang berpelukan di dalam kelas tanpa ada orang lain lagi selain mereka berdua.
Mely langsung menutup mulutnya terkejut, membuat keempat temannya merasa heran. "Ada apa, Mel? Kok kamu kaget gitu," tanya Sabita.
"Umm, nggak ada apa-apa kok, iya nggak papa." Dengan gugup Mely memilih mengantongi handphone-nya. Dia tak sampai hati memperlihatkan foto itu pada Sabita.
Sabita hanya mengangguk berusaha percaya pada temannya. Sementara Fathan, Zidan, dan Mada masih terus mengamati gerakan yang Mely tujukan, begitu mencurigakan.
Kini giliran Fathan yang memainkan handphone miliknya, benda itu berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Ternyata dari Vava, gadis itu meminta Fathan menemuinya sekarang juga.
"Gue cabut duluan, yah. Ada urusan sebentar."
"Mau kemana lo? Pesanan lo buat gue, ya." ucap Mada.
"Ambil aja."
"Thank you, Bro."
Sabita memperhatikan kepergian Fathan, "Kayaknya urusan Fathan penting banget," ujarnya.
"Dia emang sok sibuk, Bit. Nggak usah heran gitu." Zidan menggeleng, ia tahu betul apa yang akan Fathan lakukan.
"Oh gitu, semoga nggak ada apa-apa deh. Soalnya Fathan kelihatan khawatir banget."
"Palingan Vava yang buat dia kayak gitu," kata Mada keceplosan.
"Vava? Maksudnya Fathan masih berhubungan gitu sama cewek sombong itu?" tanya Mely menggebu.
"Kalem dong, Mel. Lo harus tahu kalo Fathan sama Vava itu udah sahabatan dari kecil."
"Sahabatan?" beo Sabita penasaran.
"Ya, kita berdua juga baru tahu akhir-akhir ini," potong Zidan.
Sabita mengangguk mengerti, sementara Mely masih tidak habis pikir dengan apa yang Fathan lakukan. Itu sama saja dengan mempermainkan Sabita. Cowok itu seharusnya lebih berusaha mendapatkan Sabita, bukan malah semakin dekat dengan dengan Vava.
Fathan berjalan cepat menuju tempat dimana Vava berada, taman belakang sekolah. Gadis itu duduk dengan tidak tenang, masih begitu sulit baginya merelakan Aditya. "Lo kenapa?" tanya Fathan.
"Gue udah nyerah, Fath. Aditya terlalu sulit untuk gue raih," lirih Vava sambil menggenggam tangannya sendiri berusaha tenang.
"Nggak apa-apa, udah seharusnya lo berhenti mengharap yang nggak pasti."
"Tapi hati gue sakit, Fath."
"Perlu gue balesin rasa sakit lo?"
Vava menggeleng, "Please, jangan sakitin Aditya."
"Lo terlalu bodoh. Udah jelas Aditya nyakitin lo. Kenapa lo nggak bisa benci dia."
"Gue sayang dia, Fathan."
"Tapi dia enggak, Va. Dia permainin lo, dia jebak lo dengan cinta palsunya. Terus lo masih terima itu semua? Lo kelewat baik untuk cowok macam Aditya. Bagus lo nyerah sekarang."
"Lo sendiri gimana sama Sabita? Ada kemajuan?" Vava mengalihkan pembicaraan, dia tak ingin membahas hubungannya dengan Aditya lebih lama lagi.
Fathan menggeleng, "Sabita sama bodohnya kayak, lo. Dia lebih milih Aditya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Sabita [Terbit]
Teen FictionIni tentang Sabita, pemilik senyum pura-pura. Senyumnya manis, tapi ada kesedihan yang ia coba tutupi. Pindah sekolah dari Bandung ke ibu kota menjadi awal kehidupan barunya dimulai. Satu yang ia sukai saat menatap langit malam, bulat sabit. Menurut...