Satu minggu berlalu pasca kabar Aditya dan Vava pacaran beredar, Sabita mulai jarang berkomunikasi dengan Aditya. Sabita tahu diri, dia tak mau disangka sebagai orang ketiga lagi.
Tapi Sabita rindu, dia merindukan perhatian kecil yang terkadang Aditya berikan padanya. Meski Sabita sendiri tahu, itu hanya sekedar bentuk perhatian biasa.
"Bit, ngapain bengong? Makanannya nggak enak?"
"Enak kok, Mel. Nih aku abisin."
"Lagi ada masalah, ya? Gue siap dengerin loh."
"Nggak, beneran gak ada apa-apa."
"Yaudah, abis ini jangan lupa kalo lo harus nyanyi lagu yang udah kita buat."
"Eh, emang sekarang? Aku belum siap. Suara aku juga biasa aja, kamu aja yang nyanyi deh Mel, ya,please!" mohon Sabita.
"Kita udah sepakat, Sabita. Lo juga udah latihan bareng Fathan. Lo tahu sendiri kalo suara gue itu kayak apa, yang ada gue malah buat anggota kelompok kita malu."
"Aku belum siap."
"Gue yakin, lo pasti bisa."
Mau tidak mau Sabita harus melakukannya, latihan tiga kali bersama Fathan setidaknya membuat dia sedikit percaya diri. Terutama anggota kelompoknya yang lain juga percaya padanya.
"Udah siap, kan, Bit?" tanya Fathan sebelum memulai intro lagu dengan petikan gitarnya.
Sabita menarik napas dalam sampai akhirya mengangguk. Suara gitar mulai terdengar, baru intronya saja anak satu kelas sudah memberikan tepuk tangan. Makin gugup saja yang dirasa Sabita. Ia takut mengecewakan semuanya.
Cinta kau di mana
Rinduku tak hilang juga
Kamu yang tlah pergi
Meninggalkan aku sendiriSampai kapan aku menanti
Menanti dirimu datang kembali
Sempat ingin pergi
Namun hati tak beraniKabarmu bersamanya menjalin cinta menyesakan dada
Aku hancur mengeja rasa
Aku salah menafsirkan hati
Kamu tak cinta aku
Kamu memilih dia
Aku lupa bahwa kita hanya sebatas teman biasaLagu berakhir, bertepatan dengan munculnya sosok Aditya di ambang pintu. Cowok itu ikut bertepuk tangan lalu diikuti cewek disebelahnya. Siapa lagi jika bukan Vava.
Aditya menatap Sabita cukup lama, membuat gadis itu kesulitan melelan salivanya. Ada rasa lega karena penampilannya sudah berakhir. Namun, rasa sesak lebih mendominasi karena lirik dari lagu itu seakan menyindirnya, ditambah orang yang sedang Sabita pikirkan kini ada dihadapannya bersama kekasihnya.
Merasa menjadi tontonan, Aditya mengalihkan pandangan dari Sabita, ia menarik lengan Vava untuk ikut menghadap guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sedang mengajar.
Sebagian anak kelas bertingkah histeris namun tertahan, mungkin iri dengan perlakuan Aditya terhadap Vava.
Setelah urusannya selesai, Aditya meninggalkan kelas itu. Menendang kaki meja yang dekat dengannya karena merasa kesal. Ya, Aditya kesal karena melihat Sabita duet dengan Fathan. Aditya sendiri tak tahu alasannya kenapa dia bisa kesal seperti itu.
"Lo kenapa sih, Dit. Kaki meja nggak salah apa-apa malah ditendang. Nggak kenapa-napa, kan, kakinya?"
"Nggak papa, Va." Aditya mengacak puncak kepala Vava di depan pintu kelas, Sabita melihatnya dengan jelas.
"Udah lega, kan, Bit?" tanya Fathan lembut.
"Udah, makasih udah yakinin aku, Fath." Fathan mengangguk, tersenyum sampai lesung pipitnya terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Sabita [Terbit]
Teen FictionIni tentang Sabita, pemilik senyum pura-pura. Senyumnya manis, tapi ada kesedihan yang ia coba tutupi. Pindah sekolah dari Bandung ke ibu kota menjadi awal kehidupan barunya dimulai. Satu yang ia sukai saat menatap langit malam, bulat sabit. Menurut...