Aditya, Rolan, dan Vikram seperti biasa mengunjungi kantin utama. Di tempat biasa dan memesan menu yang sama, bakso dan jus jeruk.
"Kenapa lo, Dit? Muka lo kusut banget hari ini." ujar Vikram.
"Putus cinta kali, Vik. Tapi masa iya putus cinta doang buat lo nggak semangat gini, Dit?" sambung Rolan.
"Sotoy banget sih, lo."
"Terus apaan, hmm?"
"Gue benci nyokap gue mau nikah lagi."
"Uhuk... uhukk. Nyokap lo mau nikah lagi? Sama siapa?" Vikram sampai tersedak minumannya sendiri saat pernyataan mengejutkan keluar dari mulut Aditya. Rolan sudah tahu lebih dulu, jadi dia sama sekali tidak terkejut.
"Ah, sial. Ngapain gue cerita sama lo berdua."
"Aelah, Dit. Kita berdua temen lo. Wajib hukumnya lo cerita sama kita tahu nggak."
"Bener apa kata Rolan, Dit. Susah ataupun seneng kita berdua siap dengerin curhatan lo."
"Lo kira gue cewek, yang apa-apa harus curhat?"
"Dibilangin juga, ngeyel banget dah lo."
"Abisin tuh bakso lo, nggak usah banyak ngomong."
"Ck, iye!"
Pikiran Aditya tak karuan saat itu, dia benar-benar tidak mau bundanya menikah lagi.
Tiba-tiba Vava menghampirinya, duduk tanpa permisi di sebelah Aditya. "Dit, gue laper."
"Makan!"
"Pesenin dong, please," kata cewek itu dengan manjanya.
"Mau makan apa?"
"Soto kayaknya enak."
"Tunggu di sini," ucap Aditya. Rolan dan Vikram dibuat melongo, sebelumnya Aditya begitu malas memesan makanan sendiri, selalu Rolan atau Vikram yang memesankan untuknya. Tapi kenapa sekarang Aditya begitu lemah di hadapan cewek bernama Vava?
"Va, lo pake pelet apa bisa luluhin balok es kayak Adit?" ceplos Rolan, dia begitu penasaran dengan semua hal menyangkut hubungan Adit dan Vava. Seperti ada yang janggal, namun dia sendiri tidak tahu.
"Karena gue cantik, lah. Tanpa pake pelet atau apapun itu."
"Idih, kalo diliat-liat nih, ya. Lebih cantikan Sabita kemana-mana. Dia cantiknya natural, bukan karena polesan make up kayak lo."
"Apaan sih lo, Vik. Sabita sama gue itu beda level ya. Nggak usah bandingin gue sama dia, bisa kan?"
"Dih, sewot. Biasa aja kali, Va."
"Tau ah males gue ngomong sama lo berdua. Nggak penting!" Vava lebih memilih memainkan handphone-nya dibandingkan meladeni Vikram dan Rolan. Beberapa notifikasi chat masuk, salah satunya dari Fathan, mantan kekasih.
Dengan senang hati Vava membalasnya. Keduanya putus secara baik-baik jadi tak ada masalah. Hanya saja, Vava sedikit menyesal melepas Fathan. Meskipun Vava sendiri tahu selama berpacaran keduanya tak benar-benar saling mencintai. Namun, rasa kehilangan akan tetap ada, bukan? Terlebih Fathan adalah sahabatnya sejak kecil.
Fathan : Va, inget jangan lupa makan siang.
Vava Lolita : Kebiasaan, bawel lo Fath.
Fathan : Cuma mengingatkan sayang.
Vava Lolita : Kita udah putus Fathan.
Fathan : Nggak peduli, udah kebiasaan.
Vava Lolita : Terserah lo, deh wkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Sabita [Terbit]
Teen FictionIni tentang Sabita, pemilik senyum pura-pura. Senyumnya manis, tapi ada kesedihan yang ia coba tutupi. Pindah sekolah dari Bandung ke ibu kota menjadi awal kehidupan barunya dimulai. Satu yang ia sukai saat menatap langit malam, bulat sabit. Menurut...