"Putus asa adalah kata yang menggambarkan keadaannya, tapi sungguh, ia tak bermaksud melakukan hal itu"
Happy reading...
Aldi menatap kosong pada menu makanannya malam ini. Ia tak boleh ikut makan bersama keluarga nya karna larangan sang ayah. Aldo maupun ibunya juga sudah mengetahui kalau ia telah pulang, tapi kedua orang itu sama sekali tak berusaha untuk menemui Aldi.Mie instan lah yang akan ia makan malam ini. Cukup tersenyum miris saat mengingat kata kata ayahnya lewat bibi yang mengantar makanan tadi.
"Den, saya disuruh ngantar ini. Kata tuan kalau gak dimakan nanti gak boleh makan selama disini."
Haruskah bibi nya yang menyampaikan itu? Tapi, yah setidaknya ia tak harus mendengar kata tajam itu langsung dari bibir sang ayah.
Aldi mulai memakan mie instan nya, sembari ia memikirkan bagaimana nasib Cakra sekarang.
"Gue harap, gue nggak gagal."
👥👥👥
Pagi hari menjelang, Menggantikan gelapnya malam. Matahari mulai menaikkan posisi, dan mau tak mau seseorang yang sedang tertidur harus membuka matanya untuk memulai aktivitas.
Aldi baru saja selesai mandi di kamar mandi utama, lalu memakai seragamnya yang tadi diantar oleh bibi ke gudang. Ia bersiap siap untuk berangkat sekolah, tapi sebelum ia memasang sepatunya, sarapan pagi sudah lebih dulu datang diantar oleh bibi pembantu.
Setidaknya, kali ini ia akan makan roti, walaupun tanpa selai. Tapi, roti ini sepertinya adalah roti kemarin, karna terlihat dari teksturnya yang kasar dan juga keras.
"Bi, ini roti kapan?" Tanya Aldi akhirnya. Rasa penasarannya terlalu besar untuk membuatnya tutup mulut dan tak bertanya. "Roti sisa kemaren yang nggak abis den. Kalau aden mau, aden bisa makan roti saya, sebentar saya am-"
"Gak usah bi, Aldi makan ini aja. Makasih bi." Aldi menghela nafasnya, bahkan bibi pembantu rumah tangga saja sangat khawatir melihatnya memakan roti sisa kemarin, tapi ibunya? Bahkan menampakkan wajah saja tidak.
Setelah ia selesai, ia segera pergi menuju keluar gudang lewat pintu belakang yang membuatnya langsung terhubung ke garasi. Rencananya, ia akan berangakat sekolah tanpa berpamitan, karna ia tau, pasti ayah dan Aldo sudah lebih dulu pergi.
Hari pertama, mungkin ayahnya bilang tak bisa mengantar karna takut terlambat, tapi hingga kini ayahnya tak pernah sama sekali mengantarnya ke sekolah, walaupun waktu untuk mengantar anak kembarnya itu lebih dari cukup.
Sampai digarasi, ia melihat ayahnya sedang bicara pada supir pribadi mereka. Entah membicarakan apa, yang pasti Aldi merasa ia akan mendapatkan bencana tersendiri lagi.
Setelah ayahnya selesai dan pergi dari garasi, Aldi menghampiri paman Joko, supir pribadi mereka.
"Paman, yok berangkat. Aldi udah siap."
"Maaf den, tapi kata tuan tadi, saya gak boleh ngantar aden selama seminggu ini. Aden disuruh naik angkutan umum, maaf ya den." Hahhhh... Lagi dan lagi. Aldi mengangguk, dan segera meninggalkan pekarangan rumahnya untuk menuju ke halte bus.
"Segitu salahnya kah gue kalau emang seandainya pergi kerumah temen?" Gumaman lirih ia lontarkan kala menunggu bus di halte. Ia tak sendiri, disampingnya ada seorang wanita tua yang juga tengah menunggu bus mungkin?
"Nenek sendiri aja? Mau kemana emangnya?" Tanya Aldi, ia pikir suasana disini terlalu canggung jika hanya berdiam diri. Yah, hitung hitung untuk menghilangkan rasa sakit juga. Nenek itu menolehkan kepalanya, lalu tersenyum melihat wajah Aldi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Of My Family [ FINISHED ✔️ ]
AventuraApa yang harus Aldi lakukan jika keluarganya saja tak berbagi rahasia dengannya? Haruskah Aldi menyalahkan saudara kembarnya karna telah merebut semua yang harusnya juga dirasakan Aldi? Tapi, seiring berjalannya waktu, badai itu membesar, dan membua...