🍁35

967 78 14
                                    

Kim Jungsoo's pov

AKU keluar dari kelas sebelum bell istirahat berbunyi, aku bilang pada Yeonjin kalau aku ada urusan penting dengan Namjoon oppa, padahal tidak sama sekali.

Sekarang aku berada di rooftop sekolah. Duduk bersandar sambil menundukkan kepala menutupi wajahku yang basah serta tenggorokkanku tercekat.

Entah sudah berapa menit aku disini dan ya, aku menangis sendirian.

Rooftop merupakan salah satu tempat favoritku untuk menangis ketika di sekolah. Karena aku bisa sendirian disini tanpa orang lain tahu keadaanku.

Ini hari pertama Ujian Tengah Semester dilaksanakan dan aku sama sekali tidak fokus dalam menjawab soal. Bahkan aku sudah tahu pasti kalau nilaiku akan jauh lebih buruk dari yang aku dapat sebelumnya.

Aku kacau, pikiranku berantakan karena terus mengingat kejadian semalam ketika melihat kakakku lagi dan lagi harus dikurung oleh Ibuku untuk belajar.

Flashback on.
Namjoon oppa sedang menonton Presiden Korea berpidato di PBB dengan santai, aku melihat adegan itu dari atas kamarku.

Kudengar Namjoon oppa berbicara dari atas sofa. "Whoaaa... Aku bisa tidak ya suatu saat nanti berpidato di PBB seperti Bapak Presiden? Pasti aku terlihat keren!"

Di sela-sela itu, ibu tiba-tiba datang dan mematikan TV kemudian membanting remot ke lantai dengan kasar. Kulihat Namjoon oppa langsung menundukkan kepala menatap karpet.

Dan saat itu juga ibu membentaknya seraya menarik Namjoon oppa ke kamar. Aku bersembunyi dan mengintip dari celah-celah pintu kamarku yang terletak tepat di depan kamar Namjoon oppa.

Ibu mendorong oppa secara kasar kemudian berkata. "SUDAH WAKTUNYA BELAJAR! KAU MAU JADI ANAK BODOH KARENA TERUS MENONTON TV?"

Aku mengerjapkan mata menahan sesuatu di dalam dadaku. Sungguh, kalau dia bukan ibuku sudah aku hajar sekarang juga.

Padahal, acara televisi yang Namjoon oppa tonton berdedikasi, kenapa ibu harus marah? Kenapa harus kakakku?

Tidak ada perlawanan dari Namjoon oppa dan ibu langsung mengunci pintu dari luar. "Sedikit saja aku melihat pintu ini terbuka, akan aku bilang pada ayahmu untuk mengirimmu ke Amerika sekarang juga. Mengerti Kim Namjoon?"

Aku langsung menutup pintu ketika ibu pergi dan tubuhku langsung merosot ke lantai.

Sakit.

Kenapa kakakku harus selalu mendapat perlakuan seperti ini?
Flashback off.

Aku meremas kerah seragamku kuat-kuat karena merasakan tenggorokkanku sakit.

Rok sekolahku basah karena air mata yang berjatuhan, dadaku sesak.

Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan mengusap kepalaku membuatku mengadah.

Betapa terkejutnya aku ketika melihat Jimin di sisiku sekarang.

Tumben sekali ia memakai topi, sehingga membuat kening mulusnya itu tertutup sebagian.

Lantas aku langsung menghapus air mata namun ia menahan tanganku, membiarkan air mataku terus bergelinang di pipi.

Jimin menatapku dalam seolah ingin tahu semuanya dari mataku sambil ibu jarinya mengusap punggung tanganku lembut.

"Gwaenchanha. Menangis saja," ucapnya diakhiri dengan senyum.

Aku menggigit bibir bawahku menahan isakkan, air mataku terus mengalir tiada henti. Entahlah, kalau Jimin sudah begini, aku malah nambah cengeng.

Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang