•Chapter 3

1K 129 3
                                    

Angin malam yang begitu dingin menusuk hingga ke tulang. Namun tak begitu digubris orang-orang yang kini menghabiskan waktunya di sungai han. Sekedar berkumpul dengan pacar, keluarga ataupun sahabat mereka.

Chanyeol dan Yoona kini duduk di bangku panjang dengan sandaran yang langsung menghadap ke sungai han. Menyuguhkan pemandangan air sungai dengan pantulan bulan sempurna, membuatnya begitu berkilauan.

Yoona tetap bungkam dengan apa yang ditanyakan Chanyeol sedari tadi. Tak ada pertanyaan lagi yang terlontar dari mulut Chanyeol, pria itu hanya terus menggenggam erat tangan sahabatnya. Berharap bisa memberikan ketenangan di sana. Yoona menyandarkan kepalanya di bahu bidang Chanyeol, begitu nyaman di sana. Chanyeol menghela nafas pasrah dan mengusap lembut kepala sahabatnya itu saat dirasa air mata Yoona kembali keluar.
"Chan, apa aku bisa bahagia? Kau tahu, sepertinya takdir akan bermain denganku sekali lagi".
Pertanyaan itu sontak membuat Chanyeol menatap Yoona dengan tatapan pedihnya. Ia mengerti apa yang dirasakan Yoona tapi tak mampu berbuat banyak. Ingin rasanya ia mengambil rasa sakit yang Yoona rasakan, andai saja itu bisa.

"Kau pantas untuk bahagia, Yoona. Jadi kumohon berhentilah bertanya akan hal itu". Chanyeol mengecup pucuk kepala Yoona. Air mata Chanyeol hampir keluar jika saja ia tak segera mendongak ke atas.

✏✏✏

"Selamat pagi, Tuan. Ayah tuan ada di dalam". Perkataan itu langsung menghentikan langkah Taehyung.

"Baiklah".

Taehyung melanjutkan langkahnya menuju ruangan kerjanya. Tepat di depan pintu bertuliskan 'Precident' ia merapikan jas yang dikenakannya. Membuka pintu dan memasang wajah terdinginnya.

"Ada apa?". Ucap Taehyung tanpa basa basi. Sedang orang yang ditanya diam menatap pemandangan sungai han di pagi hari yang begitu indah. Sinar matahari yang menyilaukan terpantul dari cerminan air sungai yang begitu dingin. Tapi tak sedingin tatapan anaknya saat ini.

"Bagaimana pertemuan mu dengan Nona Han?". Nada tegas tersirat di setiap katanya. Suara khas dari seorang pria paruh baya yang di panggil 'Ayah'oleh Taehyung selama ini.

Taehyung tersenyum miring.
"Sudah kuduga ada yang aneh saat kau membawa ibuku makan malam bersama". Ia sempat bahagia karena bisa makan malam dengan ibunya meski harus ada ayahnya. Ia sempat keliru bahwa mungkin ayahnya sudah berubah dan mulai menganggap Ibunya sebagai Nyonya di kediaman Keluarga Yoon itu. Tapi pikiran itu sirna begitu melihat keluarga lain ada di sana, dengan tujuan yang tak pernah diduganya.

"Jangan terlalu bahagia dengan hal itu. Aku ingin kau menikah dengan Nona Han!".

Taehyung mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya berwarna putih. Rahangnya mengeras, matanya kini memerah.

"Aku tak bisa menikahinya".

Tuan Yoon naik pitan dengan jawaban Taehyung. Ia sudah merencanakan pernikahan ini dan tak ingin acara tersebut hancur dengan penolakan Taehyung.
"Menikah atau ibumu yang jadi taruhannya".

"Jangan sentuh Ibuku". Kini Taehyung tak bisa menahan amarahnya. Air matanya luluh keluar dari mata hazel miliknya.

"Kalau begitu menikahlah dengan Yoona. Dia wanita baik-baik. Tak seperti wanita jalang itu".

"Berhenti menyebutnya jalang". Taehyung menarik nafas dalam untuk bisa menormalkan segala emosi yang sudah siap meledak saat ini.
"Aku ingin bekerja. Ayah bisa pergi sekarang".

AwarenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang