Setelah tujuh hari aku memantapkan hati, ada perasaan lega. Semoga ini keputusan terbaik untukku dan untuknya. Karena hari minggu, semua keluarga ada di rumah menunggu keputusan yang ku janjikan.Abi masih duduk di meja makan, sementara umi dan Adiba sudah beranjak ke dapur untuk membuat menu makan siang nanti.
“Kira, gimana?. Kamu udah ngasih tau jawabanmu sama Zein?” tanya abi.
“Emm...sebaiknya abi saja ya yang menyampaikan keputusan Kira sama Om Edo. Sebenarnya Kira belum siap...” kalimatku terpotong karena tiba-tiba Adiba muncul dari dapur dan memarahiku.
“Mba Kira tega ya nolak ka Zein. Kurang apa sih ka Zein dimata mba?. Apalagi setelah tujuh hari ini apa mba ga lihat kesungguhan ka Zein, kalau Ka Zein mencintai mba Kira...huhuhu Mba Kira jahat!!!” Adiba menangis berlari ke kamarnya.
Aku sempat shock mendengarnya, memangnya aku bicara apa sampai dia marah begitu.
“Kira, jadi kamu menolak Zein, abi kira...hah sudahlah abi kecewa mendengarnya” kata Abi menatapku tajam lalu menggeser kursinya hendak berdiri.
“Abi” panggilku.
“Kira kan belum selesai bicara...Kenapa orang di rumah ini suka menyimpulkan sendiri” ujarku kesal.
Ku lihat abi duduk kembali melihatku."Se..sebenarnya Kira belum siap untuk menolak lamaran Zein” lanjutku tersenyum menatap abi. Kulihat bibirnya tersenyum lebar mendengar jawabanku.
“Jadi..??” tanya abi kurang yakin.
Aku mengangguk. “Iya”
“Alhamdulillah. Kalau begitu Abi akan menghubungi om Edo” lanjut Abi bahagia.
Di sudut lain, Adiba di kamar langsung menghubungi Zein setelah mendengar jawaban Kira...tapi belum selesai sih kalimatnya. Dasar Adiba kan bisa membuat orang lain jadi salah paham. Termasuklah Zein.
[Ka Zein, Adiba tidak sengaja mendengar keputusan Mba Kira tadi di meja makan ketika ditanya abi. Kata mba Kira dia belum siap Ka, Adiba sedih banget mendengarnya ka, kaka ga akan jadi kaka ipar Adiba] cerocos Adiba.
Tanpa Adiba ketahui Zein sudah terduduk lemas di lantai.
ZEIN POV
Setelah mendengar penjelasan Adiba ditelpon, semua kakiku terasa lemas. Aku pun terduduk di lantai kamar bersandar di tempat tidur.
[Kak Zein..kakak masih dengar kan?] tanya Adiba karena aku belum merespon telponnya.
[Iya dek, kalau memang itu yang terbaik. Kakak ikhlas dek, mungkin mbamu bukan jodoh kakak] kataku berusaha setenang mungkin padahal hatiku sudah kacau balau.
[Udah kak ya, semoga silaturahim kita ga putus kak, meskipun kakak bukan jodoh mba Kira]
[Iya dek, Adiba udah kakak anggap seperti adik sendiri. Salam untuk mbamu ya. Assalamualaikum] tutupku pilu.
Benar kata Furqon, mungkin aku termasuk dalam daftar nama laki-laki yang patah hati karena Arumi Syakira Putri.
Aku memejamkan mataku, semua yang terjadi selama satu minggu belakang ternyata tidak ada artinya sama sekali bagi Kira. Wajar jika sikapnya selalu ketus dan dingin denganku.
Ternyata cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Apakah aku sebegitu tidak pantasnya untuk bersanding denganmu? Pria seperti apa yang kau inginkan? Begitu banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku terhadapnya.
Aku berjalan keluar kamar, ingin berjalan ke taman kota untuk menenangkan diriku yang kacau. Ku lihat papa habis menerima telpon dari seseorang. Terlihat raut bahagia di muka papa, beberapa kali kudengar papa mengucapkan hamdallah. Hah mungkin papa dapat proyek kali. Pikirku.
“Zein mau kemana?” tanya papa setelah menutup telponnya.
“Mau ke taman pa, refreshing” jawabku tak bersemangat.
“Zein malam besok kita siap-siap ke rumah om Zaidan”
Aduh papa, ngapain lagi ke rumah itu, mau ngemis-ngemis supaya lamaranku diterima, ga lah. Aku masih punya harga diri, masih banyak perempuan lain yang mau jadi istri seorang Zein. Batinku.
“Ngapain lagi pa?” tanyaku.
“Ngapain gimana kamu Zein, ya lamaran lah pura-pura bego kamu” papa mengacak-acak rambutku heran.
“Maksud papa?” aku tidak mengerti bukannya barusan aku dapat kabar dari Adiba kalau Kira menolakku.
“Nih anak ga sehat apa ya?” papa memegang keningku yang tidak panas.
“Om zaidan telpon tadi, Kira sudah mengambil keputusan dia setuju untuk ke tahap selanjutnya yaitu lamaran” jelas papa.
Aku melongo tidak percaya, kepalaku mulai pusing sebenarnya ini nyata atau mimpi. Kalau ini mimpi biarkan aku tetap di alam mimpi.
“Zein, kok bengong” suara papa menyadarkanku bahwa ini kenyataan bukan mimpi.
“Temui mama, tanya apa saja yang harus disiapin untuk lamaran nanti malam” lanjut papa.
Mendengar itu hatiku pun berbunga-bunga. "Oke pa"
****
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Dosen √ (Complete)√
RomanceSequel PNS in Love Arumi Syakira Putri seorang dosen muda dan cantik tapi sayang jutek banget sama cowok. Sudah banyak cowok yang mendekatinya tapi tidak ada satu pun yang membuatnya tertarik. Sejak kecil ternyata orang tuanya sudah menjodohkannya d...