Tak terasa hari pernikahanku telah tiba. Pelataran masjid Babul Jannah telah dipenuhi oleh mobil tamu undangan. Ku lihat dia sudah duduk di samping abi dan papanya. Aku datang ke masjid duduk diantara umi dan mama Zein, Adiba dan teman-teman seprofesiku di kampus. Kedatanganku bersama umi tanpa diketahui Zein, dia sama sekali tidak melihat ke arahku karena sibuk berkomunikasi dengan abi.
Kini tangan abi menggenggam tangannya dan Zein melafazkan ijab qobul yang ku dengar jelas padahal aku duduk jauh di belakangnya.“Saya terima nikahnya Arumi Syakira Putri binti Zaidan Al Fattah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai” ucap Zein lantang.
“SAH”
“SAH”
Alhamdulillah ijab qobul berjalan lancar, Zein menghampiri dan sempat menatapku lama. Tangannya menggamit tanganku untuk menyematkan cicin pernikahan. Jantungku berdebar kencang karena baru kali ini ada tangan lelaki menggenggam tanganku. Aku tersenyum kecil. Lalu mencium tangannya. Shalawatpun bergema di dalam masjid mengiringi aku dan Zein bersalaman dengan keluarga kami.
“Akhirnya anak umi menikah juga, sekarang Kira sudah menjadi tanggung jawab Zein” umi menangis memelukku, akupun ikut menangis terharu.
******
Setelah akad nikah. Aku belum juga berkomunikasi dengan Zein. Sampai di rumah aku sibuk menerima teman-teman yang tidak sempat hadir pada saat akad. Entah dimana Zein tak ku lihat batang hidungnya. Setelah semua tamu tidak ada lagi. Umi menghampiriku.
“Kira, Zein diajak makan. Umi sudah memintanya untuk makan duluan tapi katanya mau bareng Kira aja” jelas umi.
“Hm..iya mi, Kira ga enak ninggalin tamu, sekarang dimana kak Zeinnya mi?”tanyaku.
Rasanya geli banget aku memanggil Zein dengan panggilan ‘Kak’ di depan umi. Ya bagaimanapun usia Zein lebih tua setahun dariku wajar jika ku panggil Kakak.
“Di taman belakang sama Adiba” tunjuk umi.
Aku bergegas ke taman belakang mencari Zein, ku lihat dia duduk di kursi panjang sedang ngobrol dengan Adiba.
“Ehem” aku menghampiri mereka. Mereka berdua menoleh ke arahku.
“Mba, udah habis belum tamunya. Suami kok dianggurin” goda Adiba.
Sok dewasa banget nih anak. Omelku dalam hati. Aku tersenyum ga enak dengan Zein. Diapun tersenyum menatapku.
“Ow..ow..Diba bakalan jadi obat nyamuk lagi nih. Kalau gitu Diba mau ke dalam dulu ah..” Adiba berjalan meninggalkan kami berdua di taman.
Eh tuh anak kenapa jadi pergi. Aku masih berdiri kikuk menepis tatapannya.
“Duduk sini” tatapnya lagi menepuk kursi disampingnya agar aku duduk didekatnya.
Aku berjalan pelan duduk di sampingnya tetapi masih ada jarak di antara kami. Diapun menggeser duduknya merapat disampingku kurasakan pundak kami pun bersentuhan. Jantungku pun mulai berdetak kencang.
“Kita makan dulu Kak” ajakku dengan suara pelan sambil mengatur ritme jantungku.
“Aku udah makan kok, tadi Adiba yang ngambilin”
Aku tertunduk mendengar jawabannya. Malu. Masa Adiba yang lebih perhatian kepadanya daripada aku, aku jadi merasa tidak enak.
“Kamu belum makan kan?” tanyanya. Aku mengangguk.
“Mau ku temanin” tawarnya menatapku yang masih tertunduk.
“Mau ga?” tanyanya lagi.
“Ihh aku bukan anak kecil, makan minta temenin” dia terkekeh melihatku.
“Ya udah kalau ga mau, aku mau mandi dulu gerah. Ku tunggu di kamar ya” bisiknya mesra ke telingaku.
Zein berjalan meninggalkanku yang masih bengong mencerna kalimat terakhir darinya.
******
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sang Dosen √ (Complete)√
RomanceSequel PNS in Love Arumi Syakira Putri seorang dosen muda dan cantik tapi sayang jutek banget sama cowok. Sudah banyak cowok yang mendekatinya tapi tidak ada satu pun yang membuatnya tertarik. Sejak kecil ternyata orang tuanya sudah menjodohkannya d...