Part 8 CSD: Membaca isi hatimu

17.8K 1.1K 9
                                    


[Dek, gimana menurutmu kakak diterima ga sama mba mu?] tanya Zein menelpon Adiba.

[Insya Allah kak, kayaknya kaka masuk kriteria mba Kira]

[Mba mu itu irit banget ya kalau ngomong]

[Aih, kak Zein belum tau ya, kalau ngomel panjang kayak kereta api. Hihihi]

[Tapi kenapa mba mu kalau ngomong sama kakak ketus begitu sih, kayak ga suka gitu]

[Ya elah kak Zein Mba Kira emang jutek orangnya, semua laki-laki juga digituin sama dia, makanya abi khawatir takut mba Kira jadi jomblo sejati karena sikapnya itu]

[Mba mu lagi ngapain?] selidik Zein.

[Dia lagi ga ada di rumah, tadi buru-buru ke panti asuhan] jelas Adiba.

[Panti Asuhan? Ada acara apa?] tanya Zein kepo.

[Ga tau kak, tadi ada telpon tiba-tiba aja mba Kira langsung tancap gas]

[Ya udah dulu dek, kayaknya ada nada panggilan diponsel kakak. Assalamualaikum]

Zein memutus panggilan dengan Adiba. Zein tersenyum,dilihatnya dilayar panggilan dari ‘Bidadariku’...ehem siapa ya?

ZEIN POV

Aku sering berkomunikasi dengan Adiba, karena dari dialah aku banyak mengetahui tentang Kira. Ketika  aku sedang menelpon Adiba terdengar nada panggilan lain diponselku. Aku langsung memutus telponku dengan Adiba, takutnya telpon penting dari rumah sakit. Ketika kulihat dilayar ponsel ‘Bidadariku’ ternyata yang menelpon.

Julukan itu untuk calon istriku yang entah diterima atau tidak aku menulisnya begitu. Dan nomornya kudapat dari Adiba meskipun aku tidak pernah menghubunginya.

Entah ada angin darimana tiba-tiba dia menelponku. Seorang Arumi Syakira Putri, yang selalu ketus kalau ngomong tiba-tiba menelponku duluan. Apakah ini pertanda...aku tersenyum melihat ponselku sendiri. Aku segera mengangkat panggilannya. Ehem..aku mengatur suara agar terdengar biasa saja karena saat ini jantungku sedang berdetak kencang.

[Waalaikumsalam] jawabku karena dia yang mulai menyapa.

[Mmm..Zein bisa minta tolong?] tanyanya ragu.

[Iya, apa yang bisa ku bantu] aku berusaha sedatar mungkin bicara karena saat ini jantungku masih berdegup kencang mendengar suaranya.

[Tolong datang ke panti asuhan Mahabbah, ada anak dipanti muntah-muntah terus...disini lagi ga ada laki-laki] jelasnya panik.

[Tenang Kira jangan panik, aku akan segera kesana. Aku tau tempatnya. Kalau sudah muntah cepat beri air hangat kuku ya] saranku setenang mungkin.

[Iya kami tunggu. Assalamualaikum] tutupnya.

Aku tersenyum, meluncur ke panti asuhan Mahabbah dengan membawa peralatanku dan beberapa obat yang diperlukan.

******

Setiba di panti asuhan, kulihat perempuan bergamis coklat muda mondar mandir gelisah di teras panti. Dia berhenti setelah melihat kedatanganku. Ada  semburat senyum dibibirnya, aku menghampirinya mata kamipun bertemu.

“Assalamualaikum” sapaku tersenyum.

“Waalaikumsalam” jawabnya menepis tatapanku.

“Mm dimana anaknya?” tanyaku masih memandang wajahnya.

“Ada di kamarnya, ayo ke dalam” ajaknya. Aku mengiringinya dari belakang menuju kamar pasienku.

“Mba Kira dokternya udah datang ya?” tanya seorang gadis di dalam kamar.

“Iya Aisyah, ini dr.Zein. silahkan ini anaknya, namanya Adzka”

Kira mempersilahkan aku masuk ke kamar dan kulihat anak laki-laki berusia 6 tahun terbaring lemah di tempat tidur.

“Kami tunggu di luar saja, ayo Aisyah” ajak Kira meninggalkanku di kamar.

Sambil memeriksa Adzka aku sempat mendengar bisik-bisik suara aisyah di luar pintu kamar.

“Mba Kira, dokternya ganteng banget mba”

“Dokter Zein siapanya mba Kira”

“Dokter Zein pacarnya mba Kira ya”

“Sst nanti dokternya denger lho Aisyah”

Aku hanya tersenyum di dalam mendengar celotehan gadis remaja itu. Ingin rasanya aku melihat ekspresi Kira ketika ditanyai oleh Aisyah. Pasti pipinya memerah.Pikirku.
Setelah memeriksa keadaan Adzka, aku keluar kamar menemui Kira.

“Bagaimana keadaannya?” tanya Kira dengar raut wajah cemas.

“Sepertinya Adzka terkena muntaber” jawabku.

“Apa harus dirawat inap?”tanyanya lagi melihatku sekilas.

“Ngga perlu,aku ada beberapa obat untuknya, jadi ga perlu sampe dirawat inap. Yang penting jangan sampai dehidrasi. Harus banyak minum” jelasku memberikan beberapa obat yang sudah kusiapkan di plastik kecil.

“Hmm...berapa biaya semuanya?” tanyanya datar. Aku menatapnya tajam.

“Kamu pikir aku mau datang kesini untuk menerima bayaran. Kalau hanya untuk itu, kenapa kamu ga telpon dokter lain saja” jawabku tegas berjalan meninggalkannya.

“Tapi aku mau kita profesional, aku memintamu datang kesini karena kamu seorang dokter” aku menghentikan langkahku dan berbalik melihatnya.

“Profesional itu ada tempatnya, dan aku tahu tempat-tempat dimana aku bisa bersikap profesional Arumi Syakira Putri” ujarku tersinggung.

“Maaf, aku tidak bermaksud...”

“Aku permisi pulang, assalamualaikum” ku potong kalimatnya dan berbalik meninggalkannya.

Entah kenapa aku begitu tersinggung dengan kalimatnya. Aku datang kesini karena dia, bukan mengharapkan bayaran. Apa  dia tidak peka dan mengerti perasaanku. Arghhh

******

Dududu kenapa jadi begini Kira...

Cinta Sang Dosen √ (Complete)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang