Part 22 CSD: Akhir penantian (1)

21K 1K 4
                                    

Pagi-pagi aku beberapa bolak-balik ke kamar mandi. Perutku melilit-lilit. Ku pegang perutku menahan mulas sambil duduk di tepi tempat tidur.

'Ada apa ini. Apa aku salah makan ya?'

Kak Zein masih di dapur katanya dia mau membuat sarapan. Aku kaget. Ngga percaya saja kalau dia bisa masak, orang sekelas dia mau ke dapur. Nggak terbayang deh. Setelah merasa mulas di perutku hilang, aku kemudian menyusulnya ke dapur.

Ah benar saja dia sedang berkutat  di dapur. Memakai baju kaos tosca yang ngepas di badannya, ku lihat celemek bergaris-garis dililit di pinggangnya bukan sampai ke dada. Aku tersenyum melihatnya. Walaupun mau masak dia tetap memperhatikan penampilannya. Dia pun menyadari kehadiranku dan berbalik menghadap arah ku.

“Perutnya masih sakit dek?” tanyanya karena tahu aku bolak-balik ke toilet.

“Udah agak mendingan kak” jawabku sambil melihat lagi masakan yang dibuatnya.

“Makan asem-asemnya dikurangi dek, ngga bagus untuk lambung mu” ingatnya.

“Tapi bagus untuk pencernaan” kataku nyengir ingat udah berapa kali ke toilet.

Kak Zein hanya menggelengkan kepala mendengar ucapan ku itu.

Ku lihat kak Zein meletakkan beberapa masakannya di meja makan. Hmm mencium aromanya aku tergoda dan tidak sabar untuk segera mencicipinya.

“Hmm...enak banget...ini langsung untuk memakan siang ya Kak, kok banyak banget?” tanyaku penasaran.

“Iya sekalian aja dek” jawab Kak Zein.

“Ternyata suamiku pinter masak ya, aku ngga nyangka” kataku memujinya.

Aku jadi malu sendiri siapa sangka kak Zein punya keahlian lain selain menyuntik orang sakit.

“Bakat terpendam” bisiknya ke telingaku sambil tersenyum.

Ternyata kak Zein suka kuliner, dengan beberapa temannya bereksperimen mencoba berbagai resep masakan sehingga sekarang cafetaria mereka di kampus kedokteran banyak pelanggannya.

“Ayo kita makan, jangan dilihatin aja” ajaknya menarik tanganku agar duduk di kursi yang sudah disiapkan olehnya.

Aku memakan masakan Kak Zein dengan lahap. Tapi tiba-tiba perut ku terasa keram. Aku memegang perut ku sambil meringis kesakitan. Suapan terakhir nasi ku urungkan masuk ke mulut.

“Ada apa dek?” tanya Kak Zein bingung.

“Ga tau kak sepertinya perutku keram” kataku tertunduk memegangi perutku.

Kak Zein ikut menghentikan sarapannya lalu mendekatiku. Aku digendongnya ke kamar dan membaringkan ku ke tempat tidur. Dia mengambil peralatan medisnya dan memeriksa perutku.

“Hmm dek, kamu agak gendutan ya sekarang” ucapnya tertawa geli sambil menatapku.

“Apa!!! Jadi kakak ngga cinta lagi ya kalau istrinya gemuk” kataku ngambek mengalihkan pandanganku dari wajahnya.

“Ya nggaklah,malah tiap hari cinta kakak makin bertambah” rayunya menyentuh daguku agar melihatnya.

“Gombal” ucapku tidak percaya.

“Ya udah kakak periksa dulu” lanjutnya meletakkan stetoskop di perut bagian bawahku yang keram.

Dia mengeryitkan dahinya. “Kenapa” tanya batinku melihat ekspresinya begitu.

“Masih sakit?” tanyanya.

“Sedikit” jawabku sambil memegang perut bagian bawahku yang memang agak sedikit kencang.

“Dek, gimana kalau kita periksa ke dokter kandungan” ucapnya ragu.

Mataku terbelalak. Dari tadi aku keluar masuk toilet apa hubungannya dengan dokter kandungan. Ngga salah!!

“Dek, kakak masih belum yakin. Tapi ketika kakak memeriksa perut adek kakak mendengar suara detak jantung. Jangan-jangan adek...”

“Hamil!!” kataku sedikit berteriak. Kak Zein mengangguk.

“Biar akurat kita langsung cek ke dokter kandungan aja” ajaknya menggenggam tanganku.

Continue

Cinta Sang Dosen √ (Complete)√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang