"Daniel akan tinggal di sini untuk sementara. Sembari Nak Daniel mencari tempat tinggal."
Dua kalimat terlontar dari Papa masih terngiang dalam benakku. Ini sebuah kebetulan yang tak terduga.
Tuhan baik sekali, tidak tanggung-tanggung Tuhan mempertemukan jodohku.
Eh?
"Nih." Aku memberi piring pada Daniel. Saat ini kami sekeluarga dan tak ketinggalan, Daniel, sedang sarapan di meja makan. Ia menerimanya dengan kikuk, senyum tipis khasnya menghias di bibir.
Nih, cowok kaku banget!
Percayalah, saat tadi Papa mengenalkan Daniel padaku, wajahnya benar-benar terkejut. Tapi ia cepat-cepat menetralkan mimik wajahnya dan menarik tangan dari genggamanku.
Satu tambahan dari seorang Daniel; wajah ia imut kalau lagi terkejut.
"Gue nggak diambilin, nih," kata Gio. "Durhaka banget lo sama Kakak sendiri," sungutnya saat aku tak acuh, malah sibuk menyendokkan nasi ke piringku.
"Gio. Dilarang berkata lo-gue dengan saudara sendiri," ingat Papa. Fakta lain tentang Keluargaku; dilarang berbicara Lo-Gue sesama saudara.
Gio mengangguk. "Perasaan gue mulu yang disalahin. Mentang-mentang paling tua, aja!"
"Gio!" Ganti Mama yang memarahi.
Kakakku yang tidak tampan-tampan amat itu tertunduk. Memakan makanannya dengan takzim.
Acara sarapan berlangsung. Hanya terdengar suara sendok dan garpu saling bersahutan. Baru selesai sarapan obrolan kecil dimulai.
"Betewe, lo umurnya berapa?" Gio memakan apel sembari menatap Daniel. Posisi duduk Gio di samping kiri Pria itu. Aku berseberangan dengan Daniel.
Daniel menoleh.
"Mau dua-dua." Suaranya lembut seperti kain sutra. Aku mendengar percakapan dua orang itu sambil menopang dagu.
"Kuliah udah selesai?"
"Udah."
"Cepet amat. Gue aja belum lulus-lulus."
"Ya iya lha, Kakak, kan, selalu sibuk pacaran," celetukku.
Papa sama Mama Cuma menggelengkan kepala. Eh, tahunya celetukkanku tadi membuat Daniel, Laki-laki kaku dengan senyum tipis, tertawa pelan, pelan banget seperti suara cicitan tikus.
Ini orang seperti robot saja!
"Daripada kamu kuliah nggak, malah mentingin kerjaan yang bisanya begini-begini, doang." Gio menirukan gaya model. Bukannya jengkel aku malah tertawa. Tertawa keras sampai tidak sadar Daniel memandangku. Bisa ditebak, dia pasti ilfeel.
Untungnya Papa mengakhiri acara sarapan yang menurutku memalukan di bagian akhir.
Aku masuk ke dalam kamar. Duduk di tempat tidur, mengambil bantal seraya menggigitinya. Mengingat kejadian tadi membuat malu. Masalah tertawa ngakak di depan keluarga sih tidak apa-apa -karena keluargaku tahu sisi negatifku- sedangkan tadi, tertawa ngakak di depan laki-laki yang baru kemarin membuat diri ini terkagum-kagum.
Sttt, terakhir, berharap menjadi jodohnya. Hihihi.
Tok. Tok. Tok.
Uh! Siapa lagi yang ketuk pintu? Tidak tahu apa aku sedang malu dan kasmaran di waktu bersamaan.
Aku membuka pintu. Oh, Mama toh!
"Ini kamu kasih ke Daniel. Suruh dia minum," minta Mama.
Aku mengambil segelas susu dari Mama.
"Siap, Ma!"
Aku mendatangi kamar Daniel, mengetuk pintu tiga kali, pintu terbuka, dan Daniel berdiri di depanku saat ini.
"Ini." Aku menyodorkan segelas susu itu. "Dari Mama."
"Makasih."
Satu frasa untuk pertama kalinya dia ucapkan padaku. Terima kasih segelas susu yang sudah membantu. Salah. Semestinya aku berterimakasih pada Mama, jika Mama tidak membuat susu ini mana mungkin hal ini bisa terjadi.
"Kamu mau kemana? Omong-omong." Aku penasaran melihat Daniel membawa skateboard. Jadi aku bertanya.
Daniel mengangkat skateboardnya ke udara. "Main." Lalu masuk ke dalam kamar, keluar lagi setelah melihat segelas susu tidak ada dalam genggamannya. Sekilas ia tersenyum tipis sebelum berlalu.
"Aku ikut!" seruku. Daniel berhenti melangkah. Tiba-tiba saja hati ini jadi deg-degan. Namun tanpa berbalik apalagi menyahut Daniel melanjutkan melangkah.
"Fix! Dia pasti ilfeel lihat gue tadi!"
*
Apa kamu tidak ingin mengajakku bermain skateboard karena kamu ilfeel sama aku.
Tertanda,
Dear Daniel
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita (Completed)
Lãng mạnBiarkan aku memasuki hatimu. Jangan paksa aku berhenti, sebelum aku berkata; "Aku menyerah untuk mencintaimu." Tapi itu mustahil. Karena hati ini diciptakan untuk tetap mencintaimu. Kath mencintai Daniel. Tapi dia tidak tahu, apakah Daniel mencintai...