"Aku memang ngizinin kamu ikut ke sini. Tapi, aku gak ngizinin kamu dekat-dekat dengan Kath."
Aku melihat Daniel mendorong tubuh Dean menjauh dariku. Kalau saja Dean tidak menjaga keseimbangan mungkin dia akan tersungkur.
"Terserah gue. Apa hak lo ngelarang gue deket-deket sama Kath?" tanya Dean.
Oh, ini seperti sebuah pertanyaan di novel-novel kesukaanku.
Saat pangeran melarang musuh untuk mendekati ratu, dan pangeran mengatakan kalimat romantis; dia adalah kekasih, tidak ada cela untukmu untuk bisa merampasnya dariku. Merampas? Bahasa aku buruk banget, semestinya merebut, terdengar lebih romantis ala-ala drama korea.
Daniel diam sebentar sebelum berucap. "Bener juga. Apa hak aku ngelarang-larang?"
Jleb.
Sakit.... Ini sih sama saja aku akan dikorbankan untuk musuh. Daniel kenapa kamu bilang seperti itu, hargailah perasaan ini.
"Tapi, kamu nggak pantas untuk Kath kembali. Seharusnya kamu sadar, karena kelakuan kamu dulu Kath nggak ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Aku pikir ini hak aku untuk ngelarang kamu dekat dengan Kath," jelas Daniel.
Akhirnya rasa 'jleb' tadi terobati oleh pembelaannya.
Tanpa pikir panjang, Daniel menarikku menjauh dari sana.***
Setelah melewati hari penuh kejadian aku dan Daniel memilih duduk santai di pinggir pantai sambil makan jagung. Menikmati ombak pantai dan rembulan.
"Jarang-jarang lho kita kayak gini." Aku membuka suara. Daniel menoleh ke arahku.
"Emang kemarin-kemarin kita kayak apa?" tanya Daniel asyik memakan jagungnya.
"Kayak dua tangan yang nggak saling bergenggam."
"Memang kalo ingin kayak gini harus bergenggam tangan ya?"
"Itu seumpah doang." Aku merutukinya dalam hati. "Kamu seharusnya lebih biasa aja sama aku. Jangan kaku-kaku gitu. Ya masa harus diajarin dulu biar paham. Dan, lebih romantis lagi!"
"Mmm... Gitu ya?"
Aku memutar bola mata. Jawabannya Cuma dua kata, benar-benar mengesalkan.
***
Pagi hari yang amat cerah, aku ingin mengajak Daniel berolahraga. Pasti romantis olahraga di Pantai Kuta berdua bersama Daniel. Kemudian dilanjut sarapan di sana.
Aku mengetuk pintu kamarnya, tapi tidak ada sahutan atau pintu terbuka. Masa aku harus masuk ke dalam, aku tidak mau, nanti kejadian dulu terulang lagi. Jadi lebih baik aku menunggu di depan pi tu saja.
Lima belas menit menunggu itu membosankan. Tidak ada cara lain selain masuk ke kamar Daniel. Pintu kudorong ke depan, tidak dikunci. Perasaan Daniel tidak pernah mengunci kamarnya?
"Daniel...," ucapku, takut-takut. Siapa coba yang tidak takut kalau sampai Daniel muncul tiba-tiba terus aku diusir dari kamarnya lagi. Mengingat wajah datarnya membuatku bergidik ngeri.
"Daniel?" Sekali lagi aku berucap. Tapi kamar ini seperti tidak ada si empuhnya karena tidak ada yang menyahut.
Satu benda berukuran segi panjang menarik keinginanku untuk mengambilnya. Handphone milik Daniel. Rasa penasaranku mulai menyeruak keluar, membawa naluri keingintahuan mendalam.
Sebuah keberuntungan handphone itu tidak disandi. Aku membuka gambar yang di bawahnya bertulis 'galeri'.
Memory.
Terdapat banyak foto di sana, dan Aku mengernyit saat melihat foto Daniel dengan seseorang. Posemya sangat romantis, aku saja tiba-tiba cemburu. Jariku menggeser foto berikutnya masih ada foto Daniel dan orang itu.
Jantung ini ingin mencelos dari Rongganya saat mataku melihat jejeran kalimat menyakitkan.
Sweetheart.
Sweetheart?
Tidak mungkin Daniel...?
Uh, rasanya aku tidak mampu melanjutkan kalimat itu. Rasanya seperti tertancap belati setelah mengetahui fakta mengejutkan ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita (Completed)
RomanceBiarkan aku memasuki hatimu. Jangan paksa aku berhenti, sebelum aku berkata; "Aku menyerah untuk mencintaimu." Tapi itu mustahil. Karena hati ini diciptakan untuk tetap mencintaimu. Kath mencintai Daniel. Tapi dia tidak tahu, apakah Daniel mencintai...