Sedari pagi, moodku benar-benar hancur. Yang pasti semua gara-gara model idiot. Managerku merasa ada yang aneh dengan diriku segera menemuiku.
"Kenapa Kath? Kok hari ini ksmu kelihatan badmpod. Ada masalah ya?"
Aku mendengkus. Tak menjawab pertanyaan Managerku.
"Pasti masalah Daniel lagi kan?" tanya Managerku lagi.
Selain kepo, Managerku ini sok tahu banget sih.
"Udah lah aku males bahas dia. Aku mau ganti baju dulu." Aku segera beranjak dari temlat dudukku, melenggang ke ruang ganti.
Melihat sikapku, Managerku menggeleng pelan seraya berdecak heran.
***
Setelah selesai berganti baju, aku membereskan barang-barang milikku. Bergegas untuk pulang sebelum langit menjadi gelap. Kulangkahkan kaki menuju area parkir, tempat Daniel menunggu di sana.
Mataku setia menelusuri jalanan hingga dua sosok mengunci pandanganku untuk menatapnya lebih intens. Jarak langkah semakin mengecil, dan pada akhirnya berhenti persis di jarak sepuluh meter di depan mereka.
Mereka tak menyadari kehadiranku.
Air mataku menetes. Hatiku remuk rendam. Sedetik layaknya satu abad yang membekukan. Sekedar mengeluarkan suara, desisan, atau dehaman, teramat susah.
Sekeras mungkin, aku berusaha, nama itu tak mampu keluar dari bibir.
Hingga objek yang kutatap sadar kehadiranku. Wajahnya pias kemudian dengan cepat menjauh dari tubuh gadis yang memeluknya.
"Kath!"
Tak kuperdulikan panggilannya, aku berlari kencang. Memutar balik arah tujuanku. Aku menoleh ke belakang, mendapati Daniel mengejarku. Semakin kupercepat langkah kakiku, menembus angin sore.
"Kath!"
Suaranya kembali terdengar. Seakan dengan memanggil namaku, aku mau berhenti dan mendengar penjelasannya.
Aku tidak butuh penjelasan, karena apa yang kulihat sudah menjelaskan. Dia berpelukkan dengan Model idiot yang baru dikenalnya. Selama kami kenal, tidak pernah dia memelukku.
Selamanya, sekeras apapun aku mengejar, semua sia-sia.
Selamanya, sekeras apapun aku mencintai, semua sia-sia.
Selamanya, sekeras tubuhku berbentur dengan bagasi mobil, semua sia-sia.
Hingga tubuh menyentuh aspal yang dingin, pandangan yang mulai mengabur, namun aku masih bisa melihat mobil avanza warna putih melesat jauh meninggalkanku. Baru di detik ini, aku sadar, mencintainya hanya mendatangkan luka.
"Kath!" Samar-samar, aku mendengar pekikan keras dari orang yang mendatangkan luka. Daniel berjongkok, memangku kepalaku. Berkali-kali menepuk pipiku.
"Kath, bangun... kamu harus bangun..."
Mataku teramat berat untuk terbuka lebar. Pusing di kepala menambah kesakitan. Belum lagi, tubuhku layaknya tertimpah puluhan besi. Aku tidak kuat lagi.
"Bangun...."
Daniel menarik tubuhku, mendekap erat. Aku merasa kehangatan yang menenangkan. Mungkin terakhir kalinya Tuhan berbaik hati kepadaku, sebelum Malaikat menjemputku, Dia ingin aku merasakan pelukkan dari Daniel.
Sebelum mata ini terpejam rapat, telinga yang tak dapat mendengar apa-apa atau jiwa melayang bersama ribuan harapan dari sejuta umat. Aku menatap wajah Daniel. Mendengar suara Daniel, membisikkan kalimat yang akan selamanya terpatri dalam ingatan.
"Aku mencintaimu...."
***
Dear Daniel
(Kosong)

KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita (Completed)
RomansaBiarkan aku memasuki hatimu. Jangan paksa aku berhenti, sebelum aku berkata; "Aku menyerah untuk mencintaimu." Tapi itu mustahil. Karena hati ini diciptakan untuk tetap mencintaimu. Kath mencintai Daniel. Tapi dia tidak tahu, apakah Daniel mencintai...