#5

87 2 0
                                    

"Gendong?" Kedua tangan kuangkat ke atas, meminta Daniel untuk menggendong. Daniel bengong beberapa saat. "Kamu tega lihat aku jalan terpincang-pincang?" Aku masih berusaha membujuk cowok kaku dan polosnya kebangetan ini.

Mata milik Daniel yang bagian atas ditumbuh bulu lentik itu mengerjap. "Aku gendongnya seperti apa?"

Tuh, kan, masalah gendong aja Daniel tidak tahu. Apalagi kalau dia menjadi pacarku. Bisa jadi aku yang mengajarinya segala hal. Ah, aku tidak boleh seperti ini, aku harus menerima dia apa adanya. Kayak dia mau nerima aku saja.

"Belakang. Maksudnya, digendong di punggung." Aku menjawab.

Daniel membalikkan tubuhnya, dia berjongkok supaya aku lebih mudah untuk melingkari lehernya.

"Jangan tegang-tegang, gitu, dong. Biasa, aja. Kayak nggak pernah gendong cewek, aja." Dalam gendongan Daniel, aku merasa tubuh Daniel menegang.

Setiap perjalanan dia tidak fokus, kadang tersandung, dan berhenti mendadak seperti yang dilakukan saat ini. Akibatnya tubuhku terdorong ke depan, berhimpitan dengan punggungnya.

"Tau, nih, ada yang cari kesempatan. Tenang, dada aku special buat kamu. Tapi kalau udah dihalalin." Ini salah satu perkataan tanpa disaring, langsung ke luar tanpa ada salam atau semacamnya. Aku ini centil atau apa, sih?

"Aku nggak pernah gendong cewek." Kalau itu pernyataan biasa-biasa saja mungkin aku berkata Daniel mencoba mengalihkan pembicaraan tapi, pernyataan itu mengagetkanku, terlalu sulit diterima di otak.

"Se... serius?" tanyaku. Daniel mengangguk, melanjutkan langkah kakinya. "Berarti kamu nggak pernah nolongin temen cewek kamu yang lagi jatoh."

"Gitu, deh."

Sesampainya di rumah, aku masih melamunkan perkataan Daniel. Saat Daniel mendudukkan tubuhku di sofa, dan ia pergi ke kamarnya, aku masih melamun. 

Sekarang aku tahu kenapa Daniel bisa sekaku dan sepolos itu. Karena sebelumnya dia tidak pernah berdekatan dengan perempuan.

***

Aku berjalan ke kamar Daniel, mengetuk pintu tiga kali, menunggu pintu dibuka. Mencoba mengetuk pintu lagi, masih tidak ada sahutan atau pintu kamar dibuka.

"Daniel!" Kuletakkan segelas susu buatan Mama di depan pintu kamar Daniel. "Bukain!" Kesabaranku sudah habis, langsung saja pintu kamar Daniel kubuka, untungnya pintu kamarnya tidak dikunci.

Aku masuk ke dalam kamar Daniel yang gelap gulita. Berjalan dengan hati-hati mengitari kamar berukuran 5x5 meter. Dinding berwarna putih ditempeli satu poster bergambar grupband Coldplay.

Di samping ranjang terdapat meja dan kursi, satu figura membuat rasa penasaranku berkecamuk, pasalnya figura itu sisi depannya di balik ke bawah. Tanganku menggapai figura itu, hampir menyentuhnya jika saja sebuah tangan di pundakku tidak mengejutkanku.

***

Bolehkah aku menjadi seorang wanita pertama yang menempati isi hatimu?

Tertanda,

Dear Daniel

Mahal Kita (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang