#8

75 3 0
                                    

Gaun putih jatuh mengenai lantai. Rambut blonde bergelombang tergerai manis. Polesan make up melukis indah di wajah. Layaknya Cinderella, kedua kakiku dibalut sepatu bahan kaca. Jika aku berjalan beriringan dengan Laki-laki itu, benar-benar seperti calon mempelai.

Lihat betapa tampan dirinya saat mengenakan jas hitam dipadu badankan dengan setelan kemeja putih. Rambut yang sudah rapi, dirapikan lagi dengan minyak rambut. Oh, ya, satu lagi, celana jeans hitam dan kertas tisu putih tersemat di sakunya.

Adalah Daniel. Ia berjalan ke arahku dengan kekakuannya. Tingkah lakunya tidak pernah tersingkirkan sedikit pun.

"Ayo, kalian harus seromantis mungkin!" Sang
Fotografer mengomando.

Entah aku harus bersyukur atau apa, manajerku telah berhasil membujuk Daniel. Sedikit kecerewetannya, Daniel dipaksa untuk menjadi model dadakan hari itu.

Awalnya Daniel sempat menolak, tapi perlu kau tahu, manajerku itu agresif banget, apalagi lawannya itu Daniel yang kaku dan polos, cukup satu sentilan pelan Daniel mengiyakan.

"Sejak kapan aku jadi calon suami kamu?" gumam Daniel, saat ada di sampingku. Ia menuruti kemauan Sang Fotografer yang menyuruh memegang bahuku. Nyaris saja, hati ini meloncat dari tempatnya.

"Sejak... aku ketemu kamu." Aku membalas sambil terkekeh geli.

"Mmm...," Raut wajah Daniel bete abis waktu aku bilang begitu. Ih... bukannya kesel malah pengin banget kucubit tuh hidung!

"Kurang deket. Jangan ada jarak di antara kalian!" seru Sang Fotografer.

"Oh, baik-baik." Aku lebih mempersempit jarak antara kami. Tangan kiriku memeluk pinggang Daniel. Hampir saja tawa ini menyembur saat merasakan tubuhnya menegang.

"Ckrek." Satu gambar terabadikan.

Lalu kami berpose romantis layaknya sepasang pengantin. Aku memeluk Daniel erat, memegang dadanya, menyandarkan kepala di pundaknya. Jantungku berdetak melebih ritme. Oh Tuhan hentikan waktu saat ini juga!

"Oke. Finish!" teriak Fotografer. "Kalian boleh pulang. Hmm, sebentar, saya ada perlu sama kamu." Sang Fotografer menunjuk ke arah Daniel, seolah tidak membolehkan Daniel pulang duluan.

Aku berdecak sembari berjalan ke ruang ganti baju.

***

Aku duduk di kursi di depan tempat kerjaku. Menunggu kedatangan daniel yang lama banget. Aku jadi khawatir daniel dilukai fotografer itu karena ketampanannya dikalahkan oleh calon suamiku. Sepertinya kata calon suami akan selalu tersemat di benakku. Hehehe.

"Maaf lama nunggunya." Suara kikuk dan sedikit bass menggelitik gendang telinga. Tanpa melihat rupanya aku sudah tahu orang itu. Siapa lagi kalau bukan calon suami idaman. Pleaseee ucapkan amin untukku.

Aku mendongak. "Lama bangettt. Sampe kakiku pegel-pegel nih," dustaku sembari memijat kaki. "Akibatnya aku nggak bisa jalan tau, nggak?"

Aduhhh... ini kelewat lebay. Aku kok bisa jadi begini sih?

"Emm... maaf," kata Daniel.

"Cuma maaf?" tanyaku, Daniel mengangguk polos seperti boneka yang kepalanya bisa bergerak naik-turun (aku lupa nama boneka itu). Rasanya, pengin kucium saja. "Nggak bisa! Kamu harus gendong aku!"

Daniel kelihatan ragu, bibirnya terbuka tapi tertutup lagi. Kulihat ia merogoh saku celananya. Dan memperlihatkan uang berwarna merah yang lumayan banyak.

"Sebagai gantinya, aku traktir, mau?" Tawaran itu membuatku melonjak girang. Meloncat-loncat seperti anak kecil tanpa sadar aku sudah membuka tipuan yang kubuat tadi.

Ahh payah!

"Sorry, Yayang," gumamku memasang wajah innocent.

Sore menjelang malam itu, dengan sedikit paksaan, Daniel mentraktirku di tempat yang bikin kastaku ke bawah. Sial! Masa Model terkenal diajak makan di pinggir jalan.

***

Mimpiku adalah ingin menikah denganmu. Dan, semoga itu terwujud.

Tertanda,

Dear Daniel

Mahal Kita (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang