#24

90 4 1
                                    


"Ķe-napa bu-ku dia-riku bi-sa a-da di sini?" Aku bertanya. Menatap empat pasang mata yang berada di sekitarku.

"Aku menbawanya ke sini. Untuk menunjukkannya ke Daniel," sahut Gio.

Sontak, aku melongo. Berarti Daniel sudah membaca curahan hatiku di buku itu. Gio jahat sekali sampai membawanya untuk diberikan pada Daniel. Aku malu banget. Tuhan....

"Ka-kak, itu pri-vasi-kuuu!"

"Curhatan alay gitu aja dibilang privasi."

Aku cemberut mendengar balasan perkataan Gio. Kakak ini memang nyebelinnya kebangetan! Minta dipukul pakai tiang listrik nih orang. Eh? Jadi keinget Papah Setnov.

Daniel yang daritadi diam seperti patung menyeletuk. Celetukannya bikin hati adem. "Gak alay kok. Aku suka kata-kata yang digoreskan Kath di buku hariannya."

Ahhh! Oh my god! Ini berasa dapat durian runtuh. Berasa dapat oase saat capek-capeknya berjalan jauh di padang pasir. Daniel membelaku dari sarkasme Gio. Nah kan sekarang adikmu ini ada yang melindungi.

Gio tertawa. "Bener-bener dimabuk cinta nih anak."

Pipi Daniel bersemu merah, tangannya menggaruk tengkuk yang kuyakini tidak gatal. Pasti dia malu atas godaan Gio. Aku tertawa puas dalam hati. Bahagia lebih tepatnya. Walaupun Daniel belum mengungkapkan perasaannya langsung kepadaku, tapi aku cukup tahu saja. Biar waktu yang menuntutnya untuk jujur kepadaku.

"Ini kok malah becandaan sih. Udah ya. Kath harus istirahat. Buat cowok-cowok harus undur diri dulu. Get out!" sahut Mama, tegas tapi nada lembutnya masih ada.

"Ya... Mama, Gio kan masih kangen sama adek jelekku ini." Gio mengacak rambutku, pelan.

"Gak boleh. Adik kamu mesti istirahat!"
Dengan tidak ikhlas, mereka keluar dari kamar inapku -termasuk Papa yang daritadi diam saja.

"Kamu tidur lagi ya sayang. Badan kamu masih lemas," minta Mama, keibuan.

Aku mengangguk pelan. Menuruti kemauannya.

***

Hari ini, aku diizinkan untuk keluar kamar, menghirup udara segar di taman rumah sakit yang asri. Aku tidak seorang diri, Daniel menemaniku, mendorong kursi roda yang kududuki. Sebenarnya tadi yang menawarkan diri adalah Gio, berhubung aku masih kesal padanya jadi kuputuskan Daniel saja. Dan betapa mengejutkannya,Daniel mau-mau saja. Oke. Kath tenangkan hati dan pikiranmu. Jangan teriak lebay macam dua tahun lalu, kali ini harus terlihat elegan.

Aku menahan senyum. Memilin ujung bajuku. Di saat berdua seperti ini, kenapa tidak ada adegan romantis layaknya drama korea. Bolehkan, aku berharap Daniel memelukku, mengatakan kata-kata manis, atau apalah, yang penting romantis. Tapi gila saja kalau harapanku itu terjadi, ini Daniel loh, bukan Lee Min Ho atau entalah, si cowok polos dan kaku ini mana mungkin melakukan hal itu.

Harapan hanya sekedar harapan saja. Tak akan menjadi nyata.

"Dulu, aku gak nyangka bisa bertemu kamu di kafe," suara Daniel tiba-tiba saja menyadarkanku. "Kamu ngajak aku kenalan. Dan, lucunya, belum sempat aku ngasih tahu nama aku, pelayan dateng."

Daniel tertawa pelan. Aku pun. Tapi tidak sepelan dia.

"Setelah kejadian itu, aku kira kita gak bakal ketemu lagi, ternyata takdir menjebak kita dengan menyatukan lewat Papa kamu yang waktu itu dengan senang hati menyuruhku tinggal di rumahnya.

"Oh, ya Kath apa kamu ingat waktu aku membelikan mie ayam untuk Gio?" tanya Daniel. Aku mengangguk. Ingat sekali. Malah pada saat itu aku mengira Daniel mempunyai rasa terhadap Kakakku hanya karena sebungkus mie ayam. "Waktu itu aku nyogok Gio pake mie ayam cuma buat ngorek info tentang kamu."

Deg.

Ini beneran?

Tidak khayalan sesaatku saja kan?

"Aku juga gak tau kenapa bisa gitu. Pada saat itu aku bingung. Terlebih waktu kejadian di Bali, saat kita bertengkar hebat karena masalah aku gay, itu bener-bener bikin aku gak semangat buat ngapa-ngapain. Aku - hasil pencarian di mbah google- galau. Ternyata"

Aku terkekeh geli. Daniel galau?

"Hari demi hari, aku mulai sadar Kath apa yang aku rasain saat itu." Aku jadi deg-degan mendengar kalimat berikutnya. Daniel melanjutkan. "Perasaan cinta. Ya, jatuh cinta."

Brugggg.

Baik. Akibat perkataannya aku jatuh terjerebab ke atas rumput. Kepala duluan pula.

Malu Tuhan!!!

***

Mahal Kita (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang