Pagi ini, di hari jum'at, aku menyempatkan untuk berolahraga sebelum bekerja. Keliling komplek seperti biasanya.
Sejak insiden dua hari lalu di kamar Daniel, aku tidak pernah bertemu dengannya, saat sarapan dan makan malam saja aku tidak melihat dia. Sampai akhirnya aku bertanya ke Mama;
"Daniel, kok, nggak ikut sarapan, Ma?" tanyaku.
"Katanya dia buru-buru, ada urusan." Mama menjawab sambil menyendokkan nasi ke piringnya. "Kenapa memang?"
Aku Cuma membalas dengan gelengan kepala.
Lagi. Di acara makan malam, aku tidak melihatnya, satu orang yang kutanyai adalah Gio. Seperti biasa Gio malah mengajak bercanda.
"Kenapa nyariin Daniel? Kangen ya... akhirnya Adekku nggak jomblo lagi. Aish, bentar lagi aku dapat pajak jadian, nih," sungut Gio.
"Makan, nih, pajak jadian." Aku melemparkan nasi dalam genggaman. Nasi itu tepat mengenai hidung Gio. Hahaha.
***
"Lho, mobil gue kok nggak ada?" tanyaku pada diri sendiri saat melihat carport, tempat mobilku berada.
"Mobil kamu dibawa Kak Gio," seru Mama dari depan pintu rumah. Aku menghampirinya, tubuhku penuh keringat karena habis olahraga.
"Terus aku berangkat kerjanya gimana, Ma?" Aku bertanya sambil menekuk wajah. Menandakan bahwa aku marah.
"Kan, ada Daniel." Nama Daniel yang disebut Mama membuat aku terkejut. Secepat mungkin menormalkan mimik wajahku.
"Emang dia mau?"
"Mau. Tadi Mama udah bicara sama Daniel. Sekarang kamu mandi, bau keringat tau." Mama menutup hidungnya. Aku sengaja mencium pipi Mama, lalu berlari sambil terkekeh, lucu sekali melihat Mama mengusap pipinya, frustasi. Seakan-akan keringatku adalah sebuah bakteri nakal.
Oh, ya, tentang Daniel yang mengiyakan permintaan Mama. Mungkin tanda formalitas karena keluargaku sudah baik dengannya.
Kok, aku jadi sensi begini? Uh, menyebalkan!
***
Di dalam mobil berduaan -aku dan Daniel- seperti sebuah mimpi, aku tidak akan terbangun jika mimpinya seperti ini. Tadi memang aku sensi dikit sama Daniel, tapi kalau berhadapan langsung dengannya, rasa itu lenyap seketika.
"Maaf." Suara pelanku membuat Daniel menoleh sebentar sebelum beralih menatap jalanan di depan, "Aku lancang banget masuk ke kamar kamu tanpa izin. Perlu kamu tau, aku udah ngetuk pintu tiga kali, eh, berulang kali malah, tapi kamu nggak bukain pintu." Mataku menatap wajahnya, tidak dibalas memang tapi sudahlah. "Wajarkan kalau aku khawatir? Khawatir kamu kenapa-napa di kamar."
Daniel diam. Tidak menjawab.
"Cepet-cepet aku ke dalam kamar kamu. Dan ... nggak sengaja aku lihat pigura itu, aku penasaran banget, jadi-"
"Lupain, aja!" Daniel memotong. Pandangannya terurus ke depan, aku melihat air mukanya yang memendam kebencian. Apa ia benci kepadaku? Tapi, ia menahan karena aku udah minta maaf, bisa dibilang kurang ajar saja ada orang meminta maaf tapi dibalas marah-marah. Tidak baik.
Walaupun aku tahu di dunia ini pasti ada orang yang masih marah-marah meskipun orang itu meminta maaf, bisa kubilang ia termasuk pendendam jika saja berperilaku seperti itu.
Aku menarik sudut bibir, menampakkan senyum cerah. "Thank you!" Reflek, tanganku bergelayut mesra di lengan Daniel. Dengan begini aku bisa tahu sebenarnya Daniel memiliki lengan yang berotot.
Daniel menatap tanganku di lengannya dengan tatapan yang susah dimengerti.
"Lepasin," gumamnya.
"Gitu, deh." Aku makin mempererat pelukan. "Kalau dilepasin nanti kabur, kan, sayang kabur padahal udah dikasih sarang."
Nah, lho, muka Daniel langsung memerah menahan malu. Diam-diam aku terkekeh pelan melihat tingkah polos saat pandangan matanya tertuju ke bawah, tepat di anu-nya.
"Lain kali direfresh, ya, Yayang, biar nggak aneh-aneh pikirannya." Kata 'yayang' (dibaca : Sayang) itu sengaja aku ucapkan, biarkan kali ini aku menggoda wajah kaku dan polosnya itu. "Maksud aku itu hati kamu, Yayang. Ih, kamu mah lucuuu."
Daniel langsung mendengus. Kayaknya ia akan memarahiku atau membuangkan di pinggir jalan.
"Diem atau aku turunin kamu di sini," ancam Daniel sesuai dugaanku. Aku menggeleng cepat, langsung melepaskan pelukkan itu, dan sibuk menatap pemandangan di luar jendela mobil.
***
"Wah, dia pacar kamu atau salah satu fans, hm?"
Patrecia. Mendumel seperti biasanya kalau ada cowok ganteng, apalagi cowok itu datang bersamaku, jadi makin runyam urusannya. Patrecia merupakan orang yang mendandani wajahku jika sedang pemotretan dan acara besar. Hasil make upnya sangat bagus, ada kesan anggun dan tidak terlalu girly.
"Salah," jawabku, meletakkan tas pinggang di atas meja, lalu melihat Daniel yang mengamati kamera. Seketika Aku ingat saat bertemu dengannya di Café berapa waktu lalu memegang kamera SLR, kemungkinan besar Daniel hobby memotret.
"Trus, apa dong?" Pertanyaan itu seolah gosip tidak jelas yang dikait-kaitkan denganku sampai-sampai kesal dan mau emosi karena menganggu kesibukan melihat ciptaanNya yang amat indah.
Dengan kesal, aku menjawab asal. "Calon suamiku! Emang kenapa?"
"Bagus dong, Kath! Karena saat ini kita membutuhkan satu wanita dan pria untuk dijadikan model yang akan memakai pakaian pengantin. Dan kalian calon suami-istri, pasti chamistrynya lebih wow!"
Manajerku datang tanpa babibu dan mengatakan hal itu sangat keras, tidak mungkin Daniel tidak mendengarnya. Selain Manajerku cerewet, ia juga memiliki suara cempreng dan keras kayak toa.
Demi Ayu Ting Ting yang balik ke pesbuker setelah katanya dipecat, aku kesal dengan Manajerku! Nanti Daniel mikirnya macam-macam, mengira aku terlalu naif sampai-sampai mengaku Daniel adalah calon suami supaya bisa mendapat balasan cintanya -sepolos dan sekakunya Daniel pasti tahu kalau aku menyukai atau lebih lagi mencintai dengan melihat tingkah dan ucapanku saat kejadian jatuh dari skeatboard.
Ya, aku tahu, jauh di lubuk hati aku juga senang bisa seproject dengannya.
***
Mungkin aku berkhayal menjadi calon istrimu, suatu saat nanti, semesta akan mewujudkannya.
Tertanda,
Dear Daniel.
![](https://img.wattpad.com/cover/118311671-288-k82988.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahal Kita (Completed)
RomansaBiarkan aku memasuki hatimu. Jangan paksa aku berhenti, sebelum aku berkata; "Aku menyerah untuk mencintaimu." Tapi itu mustahil. Karena hati ini diciptakan untuk tetap mencintaimu. Kath mencintai Daniel. Tapi dia tidak tahu, apakah Daniel mencintai...