Dania
Satu-satunya.
Hanya dia yg mampu menarik hati Jae.
Cewek yg menerima tanpa pernah menuntut apapun. Yg selalu ada menemani disaat hari cerah, disaat hari biasa saja, disaat hujan turun, hingga disaat badai menerjang.
Maka dari itu, Jae memutuskan...
"Kita putus aja Dania."
"Tapi....kenapa?"
"Gue gak mau pacaran." Dania terpaku. Alasan yg menurutnya kurang logis tapi kalau itu sudah keputus-
"Gue mau nikah aja." Dania hampir jatuh dari kursinya. Mencoba menenangkan diri dan bertanya
"Sama siapa?"
"Memangnya gue punya siapa selain lo?" Dania menelan ludah. Seriusan ni anak? Ini propose ceritanya? Disini? Dimeja warung soto langganan? Bersaksikan mangkok yg tinggal kuahnya palingan 3 sendok?
"K-kamu yakin Jae?" Tanyanya ragu.
"Dania. A-aku" lah kok pake aku? Dania masih menunggu Jae meneruskan kalimatnya. Jae menatap mata Dania dalam.
"Aku yakin. Walau aku belum punya rumah, kerja juga masih masih baru. Tapi Dania, kalo buat biaya nikah aku udah mampu."
Dania terpegun tak mampu berkedip. Membeku. Terpaku. Terpukau. Terpana. Terdiam. Ter apa lagi /?
"Aku udah planning semuanya Dania. Dan bersama kamu, aku yakin plan-ku gaakan gagal. Karna cuma sama kamu, aku paling tenang, dan paling bahagia. Jadi, Jovelyn Andania, maukah kamu nerima penawaranku yg tak seberapa dan menikah denganku?"
Otak Dania masih mencerna kata-kata yg berhamburan masuk ke pendengarannya. Apa benar dihadapannya ini Jae? Tumben ngomongnya panjang. Biasanya cuma tiga kata. Bahasanya ganti ya jadi aku-kamu? Terus kenapa jantung Dania rasanya seperti ingin meledak?
Belum sempat Dania habis bermonolog lebay diotaknya, kepala Dania yg tidak singkron dengan otak dan hatinya sudah mengangguk terlebih dahulu. Jae tersenyum sedikit lebih lebar dari biasanya.
"Makasih, Dania." Dania masih terdiam. Masih diawang-awang ketidakpercayaan. Bukan mimpi kan ini?
"Iya, maaf juga. Aku memang sengaja gak bawa bunga apalagi cincin. Aku cuma bawa aku dan perasaanku." Katanya menunduk. Elah dangdut banget bang.
"Iya gapapa juga sih Jae, aku gak mempermasalahkan itu. Cuma kaget aja harus setiba-tiba dan serandom ini." Jae cuma ngangguk-ngangguk kecil.
"Kemarin aku ketemu ibu kamu ter-"
"APA?! KAMU UDAH NGOMONGIN KE IBU?!"
"Jangan teriak-teriak nanti dikira kita berantem." Jae meletakkan jari telunjuknya didepan bibir.
"Kamu beneran udah ketemu ibu?" Jae mengangguk. "Pantesan hari ini ibu tingkahnya aneh. Senyum-senyum pas aku bilang mau ketemu kamu. Biasanya dia biasa aja." Jae tertawa kecil. Ganteng.
"Iya, udah ketemu. Ibu udah ngerestuin, dan katanya terserah aku dan kamu tanggalnya." Dania sekali lagi tidak menduga secepat dan sekaget ini.
"Terus menurut kamu gimana? Maksudnya kapan." Dania yg sudah sedikit tenang menatap Jae. Jae terlihat terlalu kalem dan tenang untuk ukuran orang yg baru habis melamar.
"Ya katanya yg baik jangan ditunda-tunda kan. Menurutku bulan depan aja." Dania sekali lagi terkejut. Secepat ini? Wajahnya tak mampu menyembunyikan perasaannya.
"Jangan bikin-bikin alesan karna aku tahu kamu gaada acara apa-apa bulan depan. Kamu mau kita pacaran terus berapa lama lagi sih, Dania?"
"Ya bukan gitu tapi kok cepet banget. Aku kan kaget."
"Jadi kamu mau diundur aja? Sampai kapan?" Dania terdiam. Disatu sisi dia ingin mengundurkan pernikahan ini karna merasa terlalu cepat, tapi disatu sisi yg lain dia senang karna akhirnya akan dimiliki sepenuhnya.
"Yaudah, terserah kamu."
"Aku gamau kamu merasa terpaksa ya. Jujur aja." Dania tersenyum.
"Gimana ya, selama ini aku terbiasa ngikutin kamu terus. Karna kamu selalu faham mau aku apa. Aku udah ga terlalu pusing mikir ini itu sejak ada kamu."
"Jadi maksudnya gimana?"
"Aku gimana kamu aja Jae, terserah kamu. Nanti omongin lagi sama ibuku aja. Aku gak mau ribet." Jae menunjukkan barisan giginya yg rapih.
"Iya biar aku aja yg ribet. Kamu jangan."
"Btw Jae, sekarang aku-kamu juga ya?" Dania mengusiknya.
"Kalo dibaikin tuh diem-diem aja mbak." Dania ketawa.
"Dania, aku mau cerita."
"Apaan? Dongeng?"
"Bukan. Planning ku."
"Boleh boleh silahkan."
"Nanti setelah nikah kita tinggal sementara di apartemen kak Jessica yg kosong. Tempatnya emang kecil sih, sederhana. Kamu gapapa? Aku nanya dulu nih."
"Aku sih dimana-mana aja bebas Jae. Malah tadinya aku pikir kita bakal tinggal dirumah kamu." Jae geleng-geleng.
"Aku gak mau. Aku mau mandiri semandiri-mandirinya. Itu apartemen kak Jessica juga aku bakal bayar sewa. Mau tandatangan hitam diatas putih soalnya dia pikunan."
"Haha yaudah aku okay-okay aja." Jae mengangguk mantap.
"Nah, sementara itu, aku ngumpulin buat beli rumah. Udah nanya-nanya sama Sungjin dan ditolongin nyari rumah yg pas juga. Jadi setelah nikah, selain sibuk distudio aku juga bakal sibuk sama Sungjin. Kita ada projek rahasia. Yg tentunya halal dan menguntungkan."
"Pelan-pelan juga gapapa Jae. Gak perlu buru-buru beli rumah."
"Gak bisa, Dan. Aku mau ngasih kamu tempat tinggal yg lebih baik secepat mungkin. Itu tanggungjawab aku." Dania menghela nafas. Menatap mata Jae lembut.
"Aku bisa apa kalau kamu udah gini? Cuma bisa nyemangatin. Yg penting jangan terlalu keras ke kamu sendiri. Jangan sampai merasa terbebani." Dania mengukir senyum termanis.
"Apa aku pernah bilang sayang ke kamu, Dania?"
Kalau diingat-ingat Jae cuma pernah bilang "I love you too". Itu juga pas nelpon. Itu juga soalnya Dania maksa. Itu juga 8 bulan yg lalu. Jadi jawab aja belum ya kan.
"Belum sih. Kenapa?"
"Kalo gitu siapin hati kamu dulu aja deh." Dania sudah sibuk kehabisan nafas. Apalagi sih ini??!!
Sedikit lagi kebucinan Jae akan meledak-ledak gaes 😂
Jadi so far gimana? Cringe? Monmaap tapi part-part kedepan bakal cringeeeee banget🙃 aku sendiri kadang heran kok bisa nulis secringe ini.Vote dan comment ya jangan lupa! 💞
Thankiuuuuwu 🖤