"Dia memang memberiku luka, tapi untuk bersamanya, aku bahagia."
Ini adalah cerita sepasang kekasih yang bahagia pada masanya. Hubungan yang sudah terjalin lama mereka nikmati dengan bahagia.
Tapi, tidak ada cinta yang tidak mengenal luka bukan?
05m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dulu ada seseorang yang menganggapku tidak biasa. Padahal, aku hanya melakukan sesuatu yang biasa saja. Tapi menurutnya, itu selalu luar biasa.
-🌛🌛🌛-
Setelah dari minimarket bersama Audrey, aku memutuskan pulang lebih dulu. Abahku sudah menelfon beberapa kali sejak tadi, menyuruhku lekas pulang. Dia bilang akan segera menjemputku, dia itu memang tidak membiarkan anak sematawayangnya menunggu.
Aku bergegas berlari di koridor yang sepi itu. Aneh, malam itu aku tidak terfikir dengan sesuatu yang ghaib. Lagi pula, sekolah masih cukup terang, karna anak-anak tingkat akhir masih berada disekolah.
Langkahku terhenti saat melihat Genta di depan Lab IPA. Aku menghampirinya, pantas saja dia tidak ada di kelas tadi.
"Ngapain lo disini ta?" Tanyaku, dia tidak menjawab. Kepalanya menunduk.
"Genta?" Ucapku pelan. Aku meneguk air liurku berat, berharap Genta tidak sedang kerasukan dedemit.
Aku memandangi kearah sekitar. Sepi sekali. Karna Lab IPA memang jauh dari kelasku, dan terletak beberapa langkah dari gerbang. Bulu kudukku berdiri, seketika aku takut.
"Genta, gue mau pulang ya. Mending lo ke kelas." Ucapku menatap Genta yang masih pada posisinya. Perlahan aku menjauh, tapi tangannya menarikku, sampai punggungku menabrak tembok dibelakang. Aku tercekat dan meringis pelan, punggungku sakit.
Kulihat Genta dalam remang lampu sekolah malam itu. Matanya sayu, rambutnya berantakan, seperti orang yang tidak berdaya. Tapi rasanya punggungku sakit sekali.
Cengkraman tangan Genta juga terasa sakit di pergelangan tanganku. Sedetik kemudian dia menaruh kepalanya dibahuku. Saat itu aku tau, Genta tidak sedang kerasukan, tapi dia sedang mabuk. Karna bau alkohol dapat kucium jelas darinya.
"Genta, lo mabuk?!" Ucapku sambil mendorongnya dengan satu tangan.
"Genta!" Aku mendorongnya sekuat tenaga, dia malah mendekatkan tubuhnya denganku. Membuatku panik.
Sedetik kemudian aku kaku, karna dia menempelkan bibirnya dibibirku. Aku memundurkan kepalaku menatapnya tak menyangka. Aku mendorongnya dengan kedua tangan sampai dia jatuh kelantai. Seharusnya aku menamparnya!
Air mataku jatuh sambil menatapnya yang terduduk lemah tanpa kata. Aku menggeleng pelan sambil menggigit bibirku.
Brengsek!
Aku tidak percaya Genta melakukannya. Dia sahabatku, yang katanya akan menjagaku seperti adiknya sendiri. Yang akan bersamaku, walau seseorang yang lain menyakitiku. Tapi malam itu, dia malah menyakitiku.
Aku tahu, mungkin dia tidak sengaja. Tapi aku tidak suka. Itu membuatku marah. Aku membencinya.