Rutinitasku setiap bangun pagi, adalah beranjak ke kamar mandi.
Tapi ada yang berbeda hari ini, yaitu tanggal 7 yang sudah tidak berharga lagi.—🌛🌛🌛—
Aku masih ingat hari itu. Malam kelam yang kulewati, juga kegelapan yang menyelimuti, basah di pipi juga hujan yang terus bernyanyi.
Beberapa minggu berlalu tanpa Deri dalam hidupku. Rasanya hidupku kosong sekali saat dirumah. Aku mulai mencintai sekolah pada saat-saat terakhir seperti ini.
Biasanya aku hanya ingin buru-buru pulang kerumah untuk menghubungi Deri. Ntahlah, setiap memandang langit biru itu aku merindukannya. Ah, jangan sampai aku membenci langit biru kesukaanku itu hanya karena terus merindukannya.
Ketika aku ke toko buku, aku malah teringat dimana Deri terus-terus merekomendasikan buku-buku bagus. Dan saat di toko buku aku langsung membelinya, seharusnya sih begitu. Tapi semuanya kan sudah berubah.
Saat aku mendengarkan lagu, aku juga teringat dirinya. Dia yang tahu selera musikku, dia yang tahu lagu seperti apa yang kusukai. Dia selalu bilang "Coba dengerin ini, pasti Nis suka." Akhirnya aku mendengarkannya, dan benar saja aku menyukainya.
Pada saat band di sekolahku tampilpun, dengan gilanya aku membayangkan yang bermain gitar di depan sana adalah dia.
Yang artinya, dia pernah berpengaruh dalam hidupku. Dia pernah merubah hidupku, dan dia pernah menjadi bagian indah yang tidak ingin kulupakan.
Banyak temanku bertanya tentang hubunganku belakangan ini. Aku hanya tersenyum miris seperti kebingungan menjawabnya.
Aku jadi teringat hari itu, hari dimana aku sering menceritakan Deri pada temanku yang lain.
"Aku kalau manggil pacar aku bee." Kata temanku yang satu.
"By gitu ya?" Tanyaku.
"Bee lebah Son."
"Oalah, aku mah Der aja, biasa."
"Dear kan artinya sayang."
"Bukan, nama pacar dia yang namanya Deri." Ucap Adel. Sebenarnya ada beberapa orang yang tidak tahu kalau aku punya pacar. Hanya orang-orang tertentu saja.
Panggilanku untuk Deri mungkin biasa saja. Hanya menyebut 3 huruf namanya. Dia juga memberiku 3 huruf. 3 huruf yang akan selalu tersenyum ketika mendengarnya.
Nis, kata itu apa masih bisa membuatku tersenyum seperti dulu?
Bagaimana kalau aku membenci kata Nis sekarang? Kenapa dia memanggilku itu? Kenapa kata-kata itu ada dimana-mana ketika aku sudah putus dengannya. Termasuk temanku Annisa yang terpaksa kupanggil Nis.
Dulu aku senang Deri memanggilku begitu, tapi sekarang malah menjadi menyedihkan ketika aku mendengarnya.
Belakangan ini aku menyibukkan diri disekolah. Benar-benar sibuk sekali karena sekolahku akan ulang tahun. Walau ujianku sudah dekat, tetap saja anak kelas dua belas tetap berlomba-lomba menghias kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] My Home.
Dla nastolatków"Dia memang memberiku luka, tapi untuk bersamanya, aku bahagia." Ini adalah cerita sepasang kekasih yang bahagia pada masanya. Hubungan yang sudah terjalin lama mereka nikmati dengan bahagia. Tapi, tidak ada cinta yang tidak mengenal luka bukan? 05m...