"Kak Tae, bagaimana keadaan mu?"
"Aku baik Kook, kata paman beberapa hari lagi kakiku akan membaik "
Kookie lega mendengarnya. Rasanya semua kekhawatiran lenyap begitu saja setelah melihat kakaknya itu tersenyum lembut dan mendengar dari mulutnya sendiri.
*Cklek
" Tae! "
Chim membuka pintu itu cukup kasar. Dengan wajah khawatir nya dia mendekati ranjang penyakitan itu. Menghujani pelukan erat pada saudaranya. Kookie terkejut melihat sepasang saudara itu.
Suasananya jadi sedikit canggung.
" Ehhmm.. " dehaman Kookie mencoba memecah kesunyian sekaligus acara melow itu.
Chim dengan segera tersadar dan melepas pelukannya. Menggaruk belakang lehernya yang sebenarnya tak gatal itu sebagai tanda malu dan tersenyum canggung.
" Apa saudaramu seperti itu Kak? " tanya Kookie heran
" Biasanya sih lebih parah, mencium kedua pipiku lalu memeluk saat tidur berdua"
"Iuhhh, jadi apakah sesuatu sudah dia ambil darimu Kak Tae? "
" Yakk.. Bicara apa kau kelinci bongsor?! Aku masih normal dan kau Tae berhenti mengarang! "
Chim kesal mendengar candaan itu. Suara tawa mereka menggema sampai keluar ruang rawat itu. Ayah dan ibu maaih setia didepan pintu berniat untuk tak menganggu acara seru ketiga pemuda itu.
" Jadi, apa kau baik-baik saja? " tanya Chim yang memotong tawa itu.
" Ya, kau bisa lihat Chim. Aku masih utuh. Itu berarti aku baik-baik saja" jawab Tae asal
"Cih.. Baik-baik saja sampai butuh istirahat beberapa hari? Jangan berbohong padaku. Aku diberi tahu paman tadi.."
"Soal apa? " potongnya
" Soal kalau kau butuh istirahat beberapa hari akan segera membaik. Memang apa lagi? " jawab Chim kesal
" Ohhhh "
Tae sempat cemas dengan ucapan Chim tadi. Dia pikir pamannya akan memberitahu Chim soal kakinya. Tapi syukurlah jika tidak. Karena belum saatnya mereka tahu akan hal itu.
" Jadi untuk beberapa hari ini kau harus istirahat total Tae"
Ayah ikut andil dalam pembicaraan itu. Mengelus surai coklat itu dengan lembut sembari tersenyum hangat. Sungguh Tae selalu suka dengan perlakuan Ayahnya yang seperti itu. Sang ibu hanya memandang cengah dan tetap dalam posisinya.
"Ibu ayo kemari. Ibu tak ingin melihat Tae? "
Chim mencoba merayu Ibu yang masih enggan itu. Tatapan cengah dan benci itu seolah menusuk hati Tae perlahan. Entah dengan cara apalagi dia harus membuat Ibunya itu sayang padanya. Dia tak tahu lagi.
" Hah.. Merepotkan saja.. "
" Ibu jangan seperti itu. Tae sedang sakit"
"Sakit tapi masih sanggup tertawa. Cepatlah sembuh agar tidak merepotkan. Mengerti? Aku keluar"
Ibu keluar begitu saja. Suasana kembali menjadi canggung. Tae cukup senang mendengar kata 'cepat sembuh' dari sang Ibu. Meskipun ujung-unjungnya sedikit kasar tapi dia senang. Setidaknya Ibunya masih mempedulikannya meski sedikit atau mungkin tanpa Ibu sadari.
"Tae.. " panggil Chim lirih
" Tak apa Chim.. Mungkin Ibu sedang lelah. Emm jadi.. Apa kalian melihatku bertanding tadi? Apakah keren? "
Tae mencoba mengalihkan pembicaraan canggung itu. Ayah seketika paham dan mulai menanggapi pertanyaan itu.
" Ya.. Kami melihatnya. Anak Ayah ini benar-benar keren saat di lapangan " ayah mengusap gemas kepala Tae.
" Jadi aku hanya keren dilapangan saja nih? "
" Iya, tidak seperti ku yang terlihat keren dimana saja" Ucap Kookie dengan pedenya dan mendapat jitakan dari Chim
"Sombong sekali kau kelinci bongsor! Yang ada itu aku yang keren"
"Sudah... Jangan bertengkar... Semua anak Ayah itu keren semua... Tapi lebih keren Ayah tentunya.. Hahahaha... "
"Haaaahh? "
Mereka bertiga mencelos mendengar tuturan orang yang lebih tua itu. 'Ternyata Ayah dan anak sama saja' geleng Kookie yang keheranan.
...
Sudah seminggu lebih Tae dirawat dan kondisinya justru berbicara lain. Paman yang sekaligus sebagai dokternya itu rutin mengecek keadaan Tae. Tapi nyatanya beberapa hari yang lalu kaki itu berulang lagi saat Tae hendak pergi ke toilet berniat untuk buang air.
Kakinya tiba-tiba lemas tepat di depan kloset. Bersyukur dia tidak terjauh keras dan terantuk kloset. Dia harus menahan kembali kencingnya dan menyeret susah payah kakinya ke ranjang agar dapat memencet tombol darurat itu.
Sungguh sang dokter benar-benar cemas. Tae yang dibujuk untuk kemo setiap seminggu 3 kali hanya mau melakukannya 1 kali. Dia hanya cemas jika kaki keponakannya itu akan bertambah parah dan mengalami kelumpuhan total.
"Tae.. Ayo bicarakan ini pada keluargamu.. Kita harus segera merawat kakimu agar tidak semakin parah"
Tae masih saja menggeleng.
"Tidak dok. Biar aku saja yang memberitahuknnya sendiri. Aku masih belum siap"
"Jika kau masih bersikeras dengan ini lalu bagaimana dengan basketmu? "
" Dokter ak-"
"Aku berbicara seperti ini sebagai pamanmu Tae bukan doktermu" ucap sang dokter lirih
"Jadi ayo katakan hal ini pada keluarga mu terutama Chim. Dia past-"
"Tidak paman.. Aku tidak akan memberitahukan ini padanya. Aku takut dia akan sedih. A-aku hanya ta-"
*Brak!
Pintu rawat itu terbuka paksa. Chim lah orang yang membuka dengan kasar itu.
..
.
"Takut apa Tae? ".
.
.

YOU ARE READING
So? (The END)
Short StoryDimana kita bersaudara dan akan selamanya seperti itu . . . . . . Main character : Bts V a.ka Tae Bts Jimin a.ka Jim /Chim Bts Suga a.ka Suga Bts Jungkook a.ka Kookie