22

2K 189 3
                                    

Drap

Drap

Drap

Langkah kaki menggema di koridor rumah sakit. Beberapa kali Ayah meminta maaf pada orang-orang yang mereka lewati. Sedangkan Chim terus saja mempercepat langkah menuju ruangan yang dia maksud.

Terlihat jelas raut wajah khawatir itu dengan kentara. Pikirannya seolah melayang ke momen beberapa jam yang lalu. Tim sekolahnya menang dan itu jelas membuatnya senang. Tapi melihat Tae yang tiba-tiba terjatuh setelah memasukkan bola ke ring lawan perasaan senangnya seolah menguap begitu saja.

Dia begitu khawatir. Begitu banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada saudaranya itu. Tapi apakah itu pantas disaat yang seperti ini?. Kurasa tidak

Mereka belum juga sampai diruang rawat.

"Aku duluan yah"

Teriak Chim dan lari meninggalkan orang tuanya begitu saja.

"Dasar anak itu. Merepotkan saja" Gerutu Ibu kesal.

...

*Cklek

Pintu rawat itu terbuka. Dokter Kim keliar dari ruangan itu. Kookie seketika berdiri dan menghujani begitu banyak pertanyaan. Sungguh dia benar-benar cemas. Beruntung sang dokter masih bersedia bersabar.

"Tenang Kook, Kakakmu akan membaik. Kau bisa melihatnya sekarang"

Kookie seketika paham, setelah mengucapkan terimakasih dia lalu masuk ke dalam kamar rawat kakaknya itu dan meninggalkan sang dokter sang masih berdiri diambang pintu. Entah mengapa tatapannya kembali kosong. Seperti sudah terjadi sesuatu.

Drap...  Drap...

"Paman!.. " teriak Chim sembari mendekati pamannya itu. Seketika lamunan sang dokter buyar dan sedikit terkejut akan kehadiran Chim yang diikuti orangtuanya dibelakang.

" Apa Tae ada didalam? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana keadaannya? Apa dia terluka?  Paman? Jawab pertanyaan Chim.. "

" Tenang Chim, Tae akan baik-baik saja "

Ayah mencoba menenangkan Chim yang sudah benar-benar gusar itu.

" Tapi Yah.. "

" Kita dengarkan pamanmu bicara Chim"

Sang dokter hanya bisa tersenyum lembut pada keponakannya itu. "Dia baik-baik saja, dia akan membaik dalam beberapa hari lagi"

Chim lega mendengarnya.

"Jadi apa kami bisa melihatnya sekarang? "

" Tentu, Kookie juga sedang didalam. Masuklah. Paman akan pergi sekarang"

Chim langsung masuk begitu saja tanpa mempedulikan pamannya itu. Ayah yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala.

"Maafkan Chim dan terimakasih " ucap ayah. Sang dokter itu mengangguk pelan dan pergi.

...

"Jadi bagaimana kakiku paman?"

Sang dokter yang sekaligus pamannya itu masih serius memeriksa kaki Tae. Tae sedikit cemas dengan raut wajah sang paman yang sedikit aneh itu.

"Tae, apa sakit? "

"Hah?"

"Apa disini sakit? " tanya sang dokter lagi sembari menunjuk jempol kaki Tae itu. Seketika dia menggeleng. Dia tak merasa sakit sama sekali hanya sedikit aneh di daerah kakinya.

" Tae.." panggil sang dokter itu lirih. Tae masih setia diam tanpa menjawab

"Padahal kakimu sudah paman cubit dengan sangat keras" ucapan lirih itu masih bisa Tae dengar dengan jelas

Kakinya mati rasa. Bahkan cubitan keras dari sang dokter tak bisa dia rasakan. Ada yang salah pada kakinya. Jelas ada. Sang dokter mencoba tak berpikiran negatif. Dia berharap apa yang dia takutkan tak benar-benar terjadi pada keponakannya itu. Dia benar-benar berharap.

"Ahh? Benarkah paman? Paman becanda kan?" Tae masih mencoba berpikir jernih. Berharap jika pamannya itu becanda padanya.

Sang dokter menunjukkan bekas tangannya yang sedikit memerah itu. Seketika Tae terdiam.

"Kakimu... "

" Kakiku akan baik-baik saja, paman" potong Tae mencoba menenangkan dirinya sendiri. Sang dokter memandangnya sendu.

"Semua akan baik-baik saja. Dengan cukup istirahat. Kaki akan kembali membaik" ucap lalu kembali tersenyum.

Sungguh dia dibuat heran dengan sang keponakan. Bagaimana bisa dia masih bisa tersenyum disaat keadaan tak memperbolehkan melakukannya. Bagaimana bisa hatinya sebesar dan sekuat itu.

"Kau ingin mendengarkan penjelasan paman Tae? " ucap sang dokter dengan nada lembut tanpa dibuat-buat. Tae seketika menggeleng pelan.

" Tidak perlu paman. Tae sudah paham maksud paman tapi apakah aku masih bisa sembuh? " tanyanya

" Meskipun kemungkinan sembuh kecil, paman akan mengusahakannya. Asal kau melakukan kemo setelah ini dan berhenti dari basketmu. Kakimu akan membaik dalam beberapa hari. Jadi tak perlu khawatir. Aku tau kau anak yang kuat Tae" ucap sang dokter sembari mengelus surai coklat itu dengan lembut seperti anaknya sendiri.

Tae hanya mengangguk paham. Dia benar-benar paham.

.

.


.

.


.

So? (The END)Where stories live. Discover now