"Takut apa Tae?"
.
.
.
.
Mereka terkejut melihat siapa pelakunya. Kelu rasanya Tae ingin memanggil nama saudaranya itu. Bagaimana bisa dia mendengar obrolannya?.
"C-chim.. K-kau datang.. " Tae tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Chim mendekatinya perlahan dengan tampang marah dan juga cemas.
" Katakan apa yang kau takutkan Tae! " tegasnya
" T-tidak Chim. B-bukan mak-"
"Katakan Kim Tae! "
Chim membentaknya. Memanggil nama lengkapnya. Itu tandanya dia sudah benar-benar marah. Tae hanya bisa menunduk cemas. Sungguh dia takut hal ini akan terjadi. Sang paman yang paham dengan situasi rumit ini mencoba mencairkannya.
"Chim.. Kita bicarakan ini nanti ya.. Sekarang biarkan Tae beristirahat " tangan sang dokter itu ditepis kasar. Sang dokter hanya bisa mengehela napas.
" Aku ingin sekarang paman. Aku ingin mendengar dari mulut Tae sendiri"
Tae mencoba menenangkan deru napasnya yang entah mengapa begitu sesak itu. Mencoba mencari celah nyaman dari situasi yang sama sekali tak mendukungnya itu. Sedikit membuang napas dan mulai mengangkat kepalanya sembari tersenyum tipis. Ada rona lelah nan sedih dimatanya. Chim tau. Chim sangat hapal akan hal itu.
"Paman... Bisakah kau tinggalkan kami berdua"
"Hah.. Baiklah Tae. Jika ada apa-apa tekan tombol merahnya"
Tae mengangguk paham dan sang dokter itu pergi.
Kamar itu sunyi untuk beberapa menit. Dua orang didalamnya masih setia berdiam diri. Dimana pemuda yang berdiri itu masih bersabar menunggu kejelasan dan pemuda yang berbaring itu masih berusaha memilah kata yang pas untuk diutarakan.
"Emm.. Duduklah Chim. Akan aku jelaskan" sembari menepuk sisi ranjang yang berarti kursi disampingnya.
Chim masih bergeming. Tae yang melihatnya tersenyum lembut.
"Duduklah dulu Chim" paksa Tae
"Hah.. Baiklah.. Jadi katakan sekarang! "
Chim benar-benar tak sabaran.
" Hah.. Baiklah.. "
Tae menghirup udara sebanyak mungkin seolah dia tak akan menghirupnya setelahnya.
" Kau tau Chim... Aku sangat suka basket. Bahkan aku berlatih dengan keras agar kelak menjadi pemain basket handal.... " jedanya sejenak
Chim masih setia dengan diamnya seolah meminta penjelasan lebih. Dia tau, dia sangat tau itu. Kecintaan saudaranya pada olahraga basket itu benar-benar besar bahkan tak terhitung lagi medali yang dia dapatkan sejak duduk dibangku sekolah menengah itu.
"Dan pertandingan minggu lalu benar-benar mengantarkanku pada impianku. Tentu aku sangat bahagia. Kerja kerasku dan teman-teman setimku membuahkan hasil...." kali ini dia menjeda panjang ucapannya.
Chim mulai keheranan. Lalu apa yang salah dengan semua itu. Tae seharusnya bahagia tapi mengapa raut wajah nya tak menunjukkan semestinya?
"Beberapa bulan lalu aku terkena insiden... "
Chim terkejut mendengar hal itu. Seingatnya tidak terjadi apa-apa pada saudaranya itu beberapa bulan ini. Dia hanya ingat kalau saudaranya itu berlatih basket cukup keras.
" Aku berlatih begitu keras tanpa istirahat dan akhirnya collapse... Kau tau kan? Disaat aku ijin padamu kalau aku akan menginap dirumah Kookie untuk beberapa hari?... Itu aku sedang di rumah sakit... Aku pikir kakiku akan baik-baik saja ternyata tidak..." Tae terkekeh pelan pada dirinya. Chim masih terus terdiam.
"Kaki ini tidak lagi normal, Chim" ucapnya memandang kedua kakinya.
"Kaki ini akan segera kehilangan fungsinya"
Chim terkejut untuk kesekian kalinya.
"Kau becanda Tae? " Chim mencoba mencari kebohongan dari setiap wajah saudaranya itu. Tae menggeleng pelan.
"Jika saja aku bisa melakukan candaan itu Chim" senyum Tae
"Aku bahkan akan membuang impianku menjadi seorang pemain basket... Hahaha.. Tidakkah aku ini menyedihkan Chim? " ucapnya lirih menahan air matanya.
" Tae... Kau akan sembuh.. Ayo lakukan kemo itu Tae" ajak Chim
"Percuma Chim.. Itu sudah terlambat... Kata paman kemungkinan sembuh itu kecil. Jadi percuma aku melakukannya"
"Paman bukan Tuhan, Tae. Dia hanya dokter yang suka mendiagnosa sesukanya! "
Sungguh Chim mulai jengah dengan sikap saudaranya itu. Bagaimana bisa dia sepesimis itu? Tae yang dia kenal tidak seperti itu. Tae yang dia kenal adalah orang yang kuat dan berkeinginan besar. Bukan seperti pecundang.
" Chim... "
" Aku akan selalu disamping Tae. Karena kita saudara. Tidak ada kata terlambat untuk semua ini Tae. Percaya padaku"
Mendengar tuturan Chim. Tae sedikit tenang. Tae percaya. Apa yang dikatakan Chim padanya dia percaya. Karena dia adalah saudaranya.
.
.
.
.
.
.

YOU ARE READING
So? (The END)
NouvellesDimana kita bersaudara dan akan selamanya seperti itu . . . . . . Main character : Bts V a.ka Tae Bts Jimin a.ka Jim /Chim Bts Suga a.ka Suga Bts Jungkook a.ka Kookie