49

1.4K 145 1
                                    

upppp...


.

.

.

Happy reading, good reader.


.

.

Entah angin apa yang merasuki sang Ibu. Beberapa hari ini setelah Ayah pulang dari rumah sakit, Ibu lebih memilih untuk diam dan tak melontarkan kata kasar setiap kali melihat Taehyung pergi menjenguk dan menjaga sang suami.

Jimin sebenarnya juga merasa heran dan aneh melihat gelagat sang Ibu yang menurutnya lebih lembut dari biasanya.

Saat itu Jimin baru pulang dari Komite. Taehyung sendiri sudah pulang dari pukul 4 mengingat dia memang sudah tak mengikuti klub basket. Jungkook, si kelinci bongsor, juga sudah jarang bermain ke rumah karena disibukkan dengan latihan. Katanya beberapa minggu lagi klub basketnya akan bertanding untuk menuju tingkat nasional.

Jadi mau tidak mau dia memang harus berlatih lebih keras. Setelah Taehyung keluar dari klub, gelar ketua dilemparkan seluruhnya pada Jungkook, mengingat dia satu tingkat dengan Taehyung.

Jungkook sempat menolak namun setelah dirayu mati-matian oleh Taehyung, akhirnya dia setuju saja.

Setelah pulang dari Komite, Jimin melihat Taehyung terduduk diam sembari membaca buku di samping ranjang sang ayah. Sudah bisa ditebak, Taehyung setelah pulang dari sekolah dia langsung menuju kamar sang ayah. Mengingat seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya dan ranselnya yang tergeletak di bawah samping kursi rodanya.

Tanpa sengaja juga Jimin melihat sang ibu yang masuk ke kamar dan memarahi Taehyung yang masih menggunakan seragam sekolah itu.

"Setidaknya bersihkan tubuhmu dan pergilah makan. Aku tak ingin merawat dua orang sekaligus di rumah ini" 

Perkataan itu terdengarsedikit kasar namun sarat akan perhatian, itu menurut Jimin sebagai pengamat sedari tadi. Terlihat Taehyung hanya tersenyum bodoh pada Ibu.

"Baik Bu. Maafkan Taehyung. Taehyung kembali ke kamar dulu"

Kalimat itu yang Jimin dengar. Melihat Taehyung membalikkan kursi rodanya, dengan segera Jimin berlari kecil menuju kamarnya.

.

.

.

Makan malam ini hanya ada Taehyung dan Jimin di ruang makan. Ibu sedang keluar mengurus beberapa keperluan. Mengingat bisnis mereka yang sempat terbengkalai karena insiden sang kepala keluarga itu.

Hanya dentingan alat makan yang terdengar di ruangan itu. Kedua bersaudara itu juga entah mengapa sedang enggan untuk mengobrol atau membicarakan sesuatu.

"Aku selesai. Terima kasih makanannya" 

Taehyung segera beranjak menuju dapur meletakkan piring dan mangkuk kotornya.

"Biarkan saja Tae, biar nanti aku yang mencucinya." cegah Jimin disela makannya

"Tidak Chim. Aku bisa sendiri kok. Lanjutkan saja makanmu"

Taehyung dengan perlahan mencuci piringnya dan meletakkan piring basah itu di samping washtafel.

"Aku ke kamar ayah dulu Chim" ucap Taehyung sebelum meninggal Jimin sendirian di ruang makan.

"Jangan terlalu memaksakan diri juga Tae. Kau juga butuh istirahat. Jangan sampai sakit. Kau juga harus kemo dalam beberapa hari ini" ucap Jimin panjang lebar.

Taehyung terdiam sejenak, Jiminnya lupa bahwa Taehyung sudah tak lagi menjalani kemo itu lagi. Bukan karena menyerah tapi lebih memilih menerima keadaannya sekarang.

Karena dia tahu. Bahwa kakinya sudah tak lagi bisa tertolong. Dia memilih melatih alat geraknya yang lain atau mengasah kemampuannya yang lain. Agar paling tidak, di suatu waktu di masa depan dia bisa membanggakan keluarganya seperti yang Jimin lakukan.

Taehyung merasa bersyukur adanya Jimin untuknya. Dia adalah semangatnya. Setidaknya karena Jimin dia masih punya kesempatan untuk meraih mimpinya di jalan lain.

Tidakkah itu begitu manis?

Taehyung benar-benar anak yang baik. 

Setelah Taehyung tersadar dari lamunannya, dengan segera melangkah pergi menuju kamar sang ayaha tanpa menjawab perintah Jimin.

.

.

.

So? (The END)Where stories live. Discover now