BAB 2

35.5K 1.6K 50
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Selamat malam teman-teman

Semoga kalian suka ya...

Jangan lupa tandai typo!

Akhya_Fitri

°

°

°

°

°
Happy reading🤗🤗
____________________________________

"Assalamualaikum." Aku menguluk salam begitu sampai di depan pintu ruang tamu yang disediakan untuk wali murid jika menyambangi para santri, dengan tidak sabaran aku menghampiri ayah dan ibu yang kini sedang menyandarkan tubuhnya di dinding.

Bagiku, sebanyak apa pun aku mengucapkan terima kasih untuk ayah dan ibu, itu tidak akan cukup untuk membalas pengorbanan dan rasa sayang yang mereka berikan padaku. Tanpa sepatah kata pun aku langsung bersujud dan mencium kaki ibu, kurasakan Ibu berjengit kaget atas apa yang kulakukan. Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk membalas jasa malaikat tak bersayapku ini, bahkan dengan aku mencium kaki ibu sekalipun, itu tidak ada apa-apanya. Tangisku langsung pecah saat ibu membawaku ke dalam dekapannya yang hangat, tidak ada tempat ternyaman bagiku kecuali pelukan ke dua orang tuaku dan sajadah yang terhampar menghadap kiblat. Terdengar isakan kecil dari Ibu. Kenapa Ibu menangis? Apa aku membuat suatu kesalahan?

Aku mengurai pelukanku dengan Ibu, kutatap matanya yang memancarkan kehangatan. Ibu membelai lembut kepalaku, beliau berkali-kali mengucapkan hamdalah. Aku tersenyum tipis,  menoleh ke samping kudapati ayah tengah menatap kami dengan tatapan yang tidak terbaca, entah ayah sadari atau tidak kini matanya berkaca-kaca. Membalikkan badan, aku sepenuhnya menghadap ke ayah lantas langsung memeluk beliau.

"Ibu sama ayah bangga sama kamu nduk ," ucap ibu disela-sela tangis nya.

Aku menggeleng lalu melepas pelukan ayah. "Fitri yang bangga punya orang tua seperti ayah dan ibu. I-ini semua berkat doa i-ibu sama a-yah."  Sebut saja aku anak yang cengeng, tapi memang begini lah aku. Gampang menangis karena suatu hal yang berhubungan  dengan orang tuaku. 

"Tadi di jalan kenapa, Yah? Kenapa bisa kayak gini?” tanyaku menatap ayah dan ibu secara bergantian.

Ibu tersenyum tipis. "Ndak pa-pa, nduk.” Seperti biasanya, Ibu menjawabnya dengan lemah lembut, ini yang selalu kurindukan saat mondok. Suara Ibu yang adem membuatku merasa tenang.

"Terus kenapa?"

“Ssst … Ndak pa-pa, ndak usah dibahas lagi, ya! Yang penting ayah sama ibu sudah disini,” sela ayah. Beliau memang pribadi yang tenang, seperti yang beliau katakan padaku dulu ‘Dalam menghadapi apa pun, kita harus tetap tenang, jangan terburu-buru’. Itu yang selalu kuingat dari beliau.

Aku hanya mengangguk menurutinya, tidak ingin ayah merasa tidak suka  dengan apa yang kulakukan jika aku terus bertanya. "Ya sudah, sekarang ayah sama ibu istirahat saja dulu, ibu habis ini ikut Fitri ke asrama ya? Fitri mau manggil Cak-Cak  buat nganterin ayah ke asrama putra dulu." Aku pun beringsut mundur.

Insya Allah Gus [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang