E.P 3

24K 1K 238
                                    

Tidak ada yang tahu bagaimana ke depannya. Seperti apa nasib kita ke depannya. Yang belum menikah pun tidak tahu kapan ia sudah menikah. Sedangkan yang sudah menikah, mereka tidak tahu kapan dan berapa titipan dari Allah yang dititipkan pada mereka. Sama seperti Akhya dan Fitri, mereka berdua tidak menyangka jika dipercayai oleh Allah untuk merawat tiga orang anak. Dua laki-laki dan satu perempuan.

Yang pertama.

Namanya Muhammad Rayyan Abimanyu, anak pertama mereka. Tumbuh menjadi pria dengan tubuh tegap, rambut sedikit gondrong, seorang hafidz yang sekarang sedang menempuh pendidikan di Mesir. Entah dari siapa ia menuruni menjadi pemuda yang dingin. Usianya 21 tahun.

Yang kedua.

Muhammad Rajendra Al-Farabi. Seorang remaja yang tumbuh dengan segala ketengilan dan kejahilan. Tapi tenang, itu hanya berlaku untuk adik dan abinya saja. Kalau untuk kakak atau uminya, ia tidak cukup berani, apa lagi kakaknya itu. Di suruh mondok enggak mau, disuruh menghafal Al-Quran katanya, 'nanti kalau Jendra lupa gimana? Yang tanggung dosanya siapa? Hayo, Abi enggak mau kan kalau dapet dosa lagi?' Kalau sudah begitu Akhya hanya bisa geleng-geleng kepala dan ya usianya sekarang 17 tahun.

Yang terakhir.

Bintang Adzkia Drupadi. Bocah kecil polos yang suka diakalin Rajendra. Sangat dekat dengan Akhya ketimbang dengan Fitri. Hingga usilnya pun sama. Siapa sangka jika ia terlahir 5 tahun yang lalu.

"Adek!" Akhya memanggil anaknya yang berada di ruang tengah.

"Dalem, Dad," sahutnya.

"Abi, Nak," ralat Akhya.

"Iya ... iya."

"Sana ke umimu. Bilang cepetan, nanti telat," ucap Akhya lagi.

"Oke, Daddy," jawabnya lalu pergi ke kamar uminya. Akhya menghela napas.

"Assalamu'alaikum, Umi," sambil terus menggedor pintu. "Uumii." Masih sambil menggedor pintu.

Fitri yang di dalam hanya menghela napas berat, bagaimana tidak? Anaknya yang satu ini meniru abangnya ketika menggedor pintu. Ya seperti ini, tidak berhenti menggedor kalau tidak dibuka. "Iya, sebentar," sahut Fitri dari dalam.

"Kata daddy cepetan, nanti telat," ucapnya lagi.

"Iya. Ayo," jawab Fitri sambil membuka pintu, "loh, kok belum dipakai kerudungnya?" tanya Fitri begitu melihat anaknya yang tidak memakai kerudung.

"Ada di bawah, dibawa daddy," ucapnya lalu turun mendahului Fitri. Fitri hanya menggeleng melihat anaknya yang satu itu, persis seperti Akhya. Enggak tingkahnya nggak tengilnya, sama semua. Ya bagaimana lagi, orang itu anaknya Akhya. Ya pasti mirip.

"Udah?" tanya Akhya begitu melihat Fitri.

"Udah, ayo," ajak Fitri.

Akhya menghela napas, baru sampai di teras, Bintang berhenti di depan abangnya; Rajendra.

"Abang enggak ikut?" tanyanya dengan nada khas anak kecil.

"Enggak," jawab Rajendra singkat.

"Kenapa? Nanti nggak di kasih daddy uang lo," ucap Bintang.

"Enggak apa-apa, nanti Abang minta sama umi."

"Bang–"

"Udah ... Hus... hus, sana! Kasian nanti abang nunggu lama."

"Dikira adekmu ayam apa hus-hus," gerutu Akhya pada Rajendra. Rajendra hanya memamerkan giginya yang tidak rata, ya karena giginya bergingsul.

"Abi berangkat dulu. Assalamu'alaikum."

Insya Allah Gus [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang