Bab 6

28.3K 1.4K 30
                                    

  Anyeonghaseyo...🤗🤗
Kulo kambek...🤗🤗
Happy reading ya...🤗🤗💜
____________________________________

   
   Jam sudah menunjukkan pukul 22.45 WIB. Ayah dan ibu sudah pulang sejak tadi, mereka langsung menuju ke Jombang. Mataku terasa berat, kegiatan seharian ini membuat tubuhku terasa letih. Tubuhku memang letih, mataku pun sudah memberat, tapi entah kenapa mataku belum bisa tertutup.

"Assalamualaikum,” salamnya begitu masuk ke dalam kamar. Baru beberapa jam mengenalnya, membuatku tahu beberapa wajah yang ia miliki. Gus Akhya masuk dengan wajah datarnya, aku tidak tahu karena apa ia menunjukkan wajahnya yang seperti itu. Karena saat keluar tadi untuk menemui teman-temannya ia tersenyum –manis-- padaku.

"Waalaikumussalam,” jawabku sekenanya, aku bangkit dari dudukku. Berjalan ke kamar mandi. Menyiapkan air hangat untuknya mandi.

"Belum tidur?" tanya Gus Akhya,  ia menatapku intens. Membuatku gugup seketika.

"Belum."

"Kenapa?"

"Ndak bisa tidur. Gus, airnya sudah saya siapkan. Jenengan mandi saja dulu,” ucapku memberitahunya. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Kulihat Gus Akhya berbalik menatapku sebelum masuk ke dalam kamar mandi. "Setelah itu kita sholat sunnah ya," ajaknya dengan tersenyum manis.

Mengerti dengan sholat sunnah yang ia maksud, aku mengangguk mengiyakan. Sementara Gus Akhya mengambil air wudhu, aku menyiapkan sajadahnya. Tidak lama setelah itu Gus Akhya keluar dari kamar mandi,
"Sampean wudhu gih,” titahnya begitu sampai di depanku. Kulihat tetesan air wudhu masih membasahi wajahnya, rambutnya pun terlihat berkilat karenanya.

"Iya Gus,” jawabku. Berjalan ke kamar mandi, aku mengambil air wudhu sesuai dengan perintahnya. Tidak lama setelah itu, aku sudah siap dengan mukenah yang kupakai.

"Sudah?" tanya.

"Iya."

Hening.

"Allahu Akbar.” Takbirnya, aku pun mengikutinya sebagai makmum di belakang.

Selesai sholat Gus Akhya membaca doa yang kuamini dengan khusyu’. Gus Akhya berbalik menghadap ke arahku dan mengulurkan tangannya. Aku pun menerimanya. Masih dengan posisi aku mencium tangannya, kurasakan sebuah tangan kembali mendarat di atas kepalaku. Ia kembali membacakan doa pengantin. "Boleh saya cium kening sampean?" tanyanya. Aku menggerutu dalam hati mendengarnya bertanya seperti itu, tadi pagi saja langsung mencium keningku tanpa meminta izin terlebih dulu. Kenapa sekarang ia meminta izin? Mungkin tadi pagi Gus Akhya reflek? Aku tidak memberikan respons apa pun, meski begitu. Tangan Gus Akhya yang tadi berada di atas kepalaku sudah berpindah ke belakang kepalaku. Kupejamkan mataku saat ia mencium keningku dengan lembut, lebih lama dari yang tadi pagi. Aku tetap menundukkan kepalaku saat Gus Akhya memundurkan badannya, kupastikan wajahku tengah memerah saat ini.

“Gus.”

"Hm?"

"Saya mau izin ke asrama."

"Ngapain?"

"Ambil barang."

"Jangan lama-lama."

Aku mengangguk lalu bergegas keluar dari kamar. Aku hanya bingung bagaimana untuk berinteraksi dengannya. Berdua dengannya di dalam satu ruangan membuatku seperti orang linglung yang tidak tahu harus berbuat apa. Dasar, aku yang biasanya banyak bicara berubah menjadi pendiam.

"Assalamu'alaikum," salamku sesampainya di depan pintu asramanya.

"Waalaikumussalam," jawab seseorang dari dalam. Aku melemparkan senyumku pada teman sekamarku yang belum tidur. Kulihat ia sedikit kebingungan saat ia melihatku datang kemari.
Aku mendudukkan diriku di depan lemariku begitu mendapati Najwa yang sudah terlelap, ia terlihat lelah sekali. Aku mendadak lupa dengan tujuanku kemari. Beranjak dari dudukku, aku berjalan ke ranjang dan merebahkan tubuhku di sana. Terasa begitu nikmat. Mataku kian memberat, dalam hitungan menit aku sudah terlelap.

Insya Allah Gus [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang