BAB 9

25.2K 1.4K 14
                                    

Entah kenapa hari ini Gus Akhya rasanya ingin pulang lebih awal, padahal jam pulang masih tiga puluh menit lagi, tidak terlalu lama juga jika menunggu sampai jam pulang tiba. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang, ia melangkahkan kakinya santai menuju ruangan rekan kerjanya yang terletak bersebrangan dengan ruangannya.

"Assalamu'alaikum," salam Gus Akhya langsung masuk ke ruangan Fathir.

"Kebiasaan," gerutu Fathir.

"Assalamu'alaikum," ulang Gus Akhya sambil tersenyum lebar. Memasang wajah yang menurut Fathir sangat menyebalkan untuknya.

"Wa'alaikumussalam, ngapain lo ke sini?" tanya Fathir sarkas. Ia melirik sinis pada Akhya.

"Gue cabut dulu, ya," pamit Akhya.

"Tumben lo pulang awal, tinggal setengah jam doang ini."

"Enggak tahu, bawaannya pengen cepet-cepet pulang, kangen sama yang di rumah." Akhya menatap jendela yang memperlihatkan gedung-gedung tinggi yang menjulang.

"Iya-iya, percaya sama yang udah punya istri," dumel Fathir. Nyindir gue apa gimana ini bocah? batin Fathir.

"Makanya buruan nikah, umur udah seperempat abad masih ngejomblo bae." Fathir rasa, tiada hari tanpa ejekan dari temannya satu ini, hobi sekali memang Gus Akhya menjahilinya.

"Enggak usah bawa-bawa umur lo," sewot Fathir.

"Kenyataan," balas Akhya.

"Awas lo–"

Belum selesai Fathir bicara, Akhya sudah berada di luar pintu ruangannya.

"Assalamu'alaikum," salam Akhya kembali membuka pintu ruangan Fathir.

"Wa'alaikumussalam," jawab Fathir kemudian mendengus kesal.

***

"Assalamu'alaikum," salam Akhya sembari menyalami Abah Kiai Salman yang sedang duduk di teras ndalem.

"Wa'alaikumussalam, kok wes balek, Le*?" tanya Abah Kiai Salman.

"Enggeh, Bi. Pingin pulang aja," jawab Akhya cengengesan.

"Akhya masuk dulu ya, Bi," pamitnya. Abah Kiai Salman hanya menganggukkan kepalanya, sementara itu Akhya langsung pergi ke kamarnya.

Fitri terkesiap saat seseorang membuka pintu kamarnya. Ia berdecak saat Akhya masuk ke dalam kamar dengan wajah tidak berdosanya itu. Meski begitu ia tetap menghampiri Akhya dan menyalimi tangan suaminya itu. Seperti biasa, Fitri langsung menyiapkan baju ganti untuk Akhya. Benar kata orang Jawa. Witing tresno, jalaran soko kulino. Entah kenapa akhir-akhir ini, Fitri selalu khawatir jika Akhya pulang malam, ia takut terjadi sesuatu padanya.

"Gusnya mau dibuatkan apa?" tawar Fitri.

"Kopi aja."

"Sebentar, saya buatkan dulu," ucap Fitri lalu membalikkan berjalan.

Saat ia hampir sampai di pintu, ia merasakan sebuah tangan menahannya untuk tidak pergi, ia pun memutar badannya. Akhya berdiri tepat di depannya tersenyum jahil dan menaik turunkan alisnya, sedangkan Fitri, ia menautkan kedua alisnya bingung. Bingung dengan sikap Akhya yang sekarang. Ya, sejak saat itu, kini Fitri mulai membuka diri dan hatinya untuk Akhya.

Fitri baru saja keluar dari kamar mandi hendak salat malam, ia perhatikan lamat-lamat wajah Akhya, seakan-akan sudah menjadi kebiasaannya. Dahinya mengernyit mendengar racauan tidak jelas yang keluar dari bibir Akhya. Ia mendekati Akhya, tangannya terangkat menyentuh dahinya. Bisa ia rasakan suhu tubuh Akhya yang meninggi.

Insya Allah Gus [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang