BAB 30

21.5K 1K 19
                                    

Di saat Akhya dan Fathir berpikir bahwa masalahnya kemarin telah usai, ternyata tidak dengan Adi dan Andrian. Keduanya kembali merencanakan sesuatu yang benar-benar akan membuat Akhya bertekuk lutut padanya. Membuat Akhya menuruti semua keinginannya. Keduanya tidak akan berhenti sebelum mereka mendapatkan apa yang mereka mau, dan mereka yakin jika rencananya kali ini akan berhasil.

"Udah belum, Mas? Lama amat kayak anak perawan?" gerutu Fitri yang bosan menunggu Akhya menata rambutnya, padahal biasanya Akhya yang menunggunya. Ya, Fitri tahu. Menunggu terlalu lama itu tidak enak dan membosankan. Akhya mengakhiri kegiatannya. Mereka berdua turun ke dapur, mengambil catatan bahan-bahan dapur yang harus dibeli. Setelah mendapatkannya dan berpamitan. Akhya dan Fitri pergi ke pasar tradisional. Sengaja memang Umi Fatma meminta pada Fitri dan Akhya untuk berbelanja kebutuhan dapur, karena biasanya para abdi ndalem yang melakukannya.

"Mas ... Mas berhenti," pekik, ia menarik lengan Akhya layaknya anak kecil dengan arah mata yang tertuju pada minimarket yang sudah berada di belakang.

"Kenapa?" tanya Akhya tetap melanjutkan laju mobilnya, tidak menuruti keinginan Fitri.

"Fitri mau ice cream," jawab Fitri.

"Ini masih pagi lho, enggak baik makan ice cream pagi-pagi," tolaknya halus, ia melirik sebentar pada Fitri yang menatapnya dengan tatapan memohon.

"Fitri mau ice cream, Guuus," rengek Fitri, ia benar-benar terlihat seperti anak kecil sekarang.

"Enggak."

"Ya udah, Fitri ngambek," ucap Fitri, ia memalingkan wajah. Menatap ke arah luar jendela mobil. Wajahnya ditekuk karena permintaan sederhananya tidak dituruti.

"Emang ada gitu ngambek terus bikin pengumuman?" ejek Akhya dengan kekehan di akhir kalimatnya membuat Fitri mendengus.

"Huwaaaaa, Guuuus," rengek Fitri sambil menarik-narik lengan Akhya. "Ice cream, Fitri mau ice cream ...."

Akhya menggerutu dalam hati, kenapa pagi ini Fitri bersikap seperti anak kecil? Sebenarnya ia tidak mau menuruti Fitri, tapi melihat Fitri yang terlihat benar-benar menginginkan ice cream, dengan terpaksa ia menurutinya. "Ya udah iya. Minimarket depan, ya," ucap Akhya berat hati.

"Enggak mau. Maunya minimarket yang tadi," tolak Fitri membuat Akhya membulatkan matanya.

"Udah jauh, Fiit. Itu di depan ada minimarket. Di sana aja, ya?" bujuk Akhya sambil menunjuk-nunjuk ke depan dengan dagunya.

"Enggak mau!" Fitri menggeleng tegas. "Yang tadi aja. Salah sendiri tadi Fitri minta berhenti tapi enggak berhenti."

"Sama aja, Fitri sayang," bujuknya lagi.

"Enggak, enggak sama."

"Bedanya apa?"

"Yang tadi di sana. Yang itu di situ. Pokoknya yang tadi," ucap Fitri. Tidak terasa satu bulir air mata keluar dari sudut matanya. Fitri menangis hanya karena hal itu.

"I-Iya, kita puter balik. Tapi jangan nangis. Nanti dikira Mas apa-apain sampean lagi." Akhya menghela napas pasrah, susah juga membujuk Fitri yang sudah kuat keinginannya, diarahkan ke mana pun tidak mau. Jika sudah A ya harus A, tidak mau ke B atau yang lain. Meskipun harus memutar arah dan menempuh jarak yang sudah cukup jauh, Akhya tetap menurutinya.

"Makasih, Gusku," ucap Fitri senang dengan senyuman yang mengembang sempurna di bibirnya.

"Hm."

Sesampainya di minimarket yang diinginkannya. Fitri langsung memilih ice cream yang ia mau. Hampir sepuluh menit Fitri berdiri di depan box icre cream untuk memilih, tapi belum ada satupun yang diambil.

Insya Allah Gus [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang