Bab 6: Latest Smile

2.2K 218 10
                                    

Ketika pagi menjelang dan Hinata membuka matanya untuk melihat cahaya temaram yamg muncul dari jendela berpelitur di samping ranjang, hal pertama yang dia mampu rasakan adalah sakit dari selangkangannya. Rasa sakit itu begitu luar biasa sehingga itu lebih terasa seperti ada seseorang yang telah merobeknya dengan kasar.

Yah, itu tidak salah juga. Semalam, Sasuke menyetubuhi lady itu dengan sangat kasar seperti kuda kehilangan kemaluannya. Bagaimana mungkin seorang putri yang dibesarkan dengan begitu lembut harus mengalami penyiksaan pada malam pertamanya?

Kadar kebencian Hinata pada Sasuke mendadak melonjak ke kadar yang tak dapat ditentukan.

"Dasar, pria bajingan itu ...," gumam Hinata perlahan seraya menggeser pinggulnya ke ujung ranjang untuk mencoba duduk.

"Pria apa kau bilang?"

Tiba-tiba, pria bajingan yang baru saja Hinata sumpahi dengan berbagai jenis nama hewan liar, keluar dari salah satu pintu dengan handuk melilit pinggangnya. Satu tangannya digunakan untuk menggosok rambutnya yang basah dengan handuk lain.

Karena Sasuke tidak mengenakan kimono, pandangan Hinata dapat dengan mudah jatuh ke dada pria itu yang putih mulus dan lebar. Di bagian perutnya, terdapat tanda-tanda merah yang mencurigakan. ʕ•ﻌ•ʔ

"Eh, sebentar," gumam Hinata sambil matanya menatap lurus ke bagian 'mencurigakan' itu. Matanya berkedip-kedip dengan bingung.

Sasuke tidak mungkin membuat tanda-tanda seperti itu di pinggangnya, lebih karena pria itu tidak mungkin bisa menunduk dan menggigit pinggangnya sendiri. Itu pasti dilakukan oleh orang lain. Selain itu, menilik dari bekasnya, itu tampaknya masih baru.

Masih dengan kekagetan, Hinata melemparkan pandangan ke perutnya yang telanjang dan menemukan jejak-jejak cinta yang sama mencurigakannya.

Aku tidak ikut-ikutan kan semalam?? Aku diperkosa, kan? Bukan bercinta, kan? Katakan iya!

Tapi tanda-tanda itu sudah jelas mengatakan tidak.

"Huwaaa, aku bukan masokhis¹!!"

Teriakan Hinata itu begitu keras sampai mampu menyaingi suara loudspeaker di sekeliling kota. Itu membuat jendela-jendela bergoyang, burung-burung di luar dengan gugup keluar dari sarangnya, dan gendang telinga Sasuke nyaris pecah.

Setelah mampu menetralisir keterkejutannya, Hinata menggelosor kembali ke tempat tidur dan menyelimuti dirinya dari kepala sampai ujung kaki.

Walaupun begitu, Hinata dapat mendengar sisi lain dari ranjang berderit dan meyakini bahwa Sasuke pasti duduk di atasnya.

Tapi tidak ada gerakan lain.

Semuanya kembali sunyi dan tenang seperti beberapa menit sebelumnya.

Karena penasaran, Hinata secara perlahan mulai menyembulkan kepalanya melewati selimut dan mengintip diam-diam.

Sayangnya, begitu kepalanya keluar dan matanya bekerja, hal pertama yang dilihatnya adalah wajah putih yang terpahat sempurna dengan rambut hitam yang membingkai dua sisi wajahnya seperti tirai. Wajah itu begitu dekat sampai Hinata bahkan bisa merasakan napas panas yang keluar dari mulut di atasnya.

Mata obsidian itu menatap tajam, tapi pupilnya membesar. Alis yang begitu indah mencuat seperti dilukis oleh dewa dengan kuas dari bulan, indah dan lembut. Hidungnya tajam dan mulutnya sensual. Tidak ada sesuatu yang buruk yang bisa digambarkan rata-rata dari orang ini.

Selain itu, napasnya yang berbau mint dan lemon memukul wajah Hinata dan membuat pipi gadis itu merona.

"Buatkan aku sarapan. Keluarga Uchiha tak biasa dan tak akan biasa memakan masakan pembantu." Dan bahkan suaranya yang bernada congkak pun begitu memabukkan.

"Jangan dekat-dekat denganku, Sasuke! Kebajinganmu bisa menular!!" teriak Hinata lagi begitu dia sadar apa yang telah terjadi sambil mendorong bahu Sasuke untuk berhenti mengapitnya ke ranjang.

Sasuke bangkit dengan bermartabat dan berdiri, melanjutkan aktivitasnya mengeringkan rambut dengan handuk.

Sambil berbalik, pria itu tersenyum sarkas dan berkomentar, "Kau pikir aku sesenang itu menikah denganmu?" Hinata menatap punggung pria itu dan menggigit bibir. Sasuke menoleh menatapnya dengan pandangan jijik. "Cih, aku punya pacar yang hebat; cantik, enerjik, pintar, dan mandiri, dan segalanya akan menjadi baik kalau bukan karena kau orang tuamu yang kolot itu. Sakura tidak sepertimu. Dia hidup dengan banyak perjuangan dan air mata, tapi selalu tersenyum. Dia kuat dan tak pernah menunggu orang lain untuk mempersiapkan apa yang dia butuhkan!"

Gigi Hinata yang putih bergemeretak dan tangannya terjalin dalam kepalan erat.

Sejak kecil, hal yang paling dibenci Hinata adalah dibandingkan. Baginya, Hinata adalah Hinata, dan orang itu adalah orang itu, masing-masing tidak punya hubungan untuk saling memengaruhi dalam pembentukan karakter.

Pada awalnya, di mansion, Hinata hidup bagaikan dewi. Selalu dilindungi dan apa pun yang dia inginkan akan tercapai dengan begitu mudah.

Ketika Hanabi lahir ketika Hinata berusia lima tahun, Ayah Hiashi dan Ibu Hikari mulai menunjukkan ketegasannya. Hinata dibandingkan dalam segala aspek dengan adiknya, bahkan cara tersenyum pun diperhatikan!

Setelah Hinata memasuki usia sekolah, gadis kecil itu dimasukkan ke sebuah asrama dan akademi khusus perempuan sampai lulus SMP. Begitu masuk SMA, Hinata menyewa apartemen dan sekolah di SMA terdekat. Uang bulanan yang dikirim Ayah Hiashi sangat minim, jadi Hinata harus bekerja keras untuk menambah penghasilan.

Setelah kuliah, Hinata membangun butik yang terus berkembang sampai sekarang. Dan itu semua tanpa campur tangan orang tuanya!

Dan sekarang, ketika ada orang yang menyembur di hadapanmu mengatakan bahwa kau lemah, Hinata tidak bisa menahan dirinya dan keluar dari ranjang lalu mencengkeram lengan Sasuke yang masih basah dengan kuat dan berbicara dengan nada sinis, "Kalau kamu tidak tahu apa-apa, lebih baik tidak usah bicara! Tahu apa kau tentang hidupku?!"

"Cukup banyak untuk mempermalukanmu," sahut Sasuke sambil menyentakkan tangannya. "Intinya, kau istriku sekarang, dan menyiapkan sarapan untuk suaminya adalah tanggung jawab seorang istri. Aku akan menunggu dua puluh menit lagi."

Hinata menggigit bibirnya yang gemetaran karena kesal, tapi apa yang dikatakan Sasuke memang benar.

Seburuk apa pun suamimu, istri tetaplah istri. Hinata tidak bisa membantah kenyataan bahwa Sasuke telah mengekspos fakta.

Jadi, dengan langkah yang diseret dan napas putus-putus karena kekesalan yang luar biasa, Hinata mulai berpakaian dan keluar dari kamarnya dengan membanting pintu.

Akan tetapi, Hinata telah melewatkan kesempatan untuk melihat Sasuke menarik kedua sudut mulutnya dan tersenyum lembut.

***

¹Masokhis adalah sebutan bagi orang-orang yang senang ketika mereka mendapatkan perilaku seksual yang kasar.

****

T/N

Ya, haloooi!! Balik lagi dengan Gao yang kabarnya ditelan bumi.

Maafkan daku, readers, telah menghilang jutaan abad. Pernah cerita belum ya, tapi kesibukan masa SMA Gao itu luaaarrrrr biasah!! Ekskul ini itu, kerkom, tuges dan ulangan yang numpuk, sama lomba-lomba. Belum lagi, Gao ikutan beasiswa ke Jepang, jadi harus ikutan semacam pelatihan gitu, berat lagi. Doain moga Gao lulus ya :) ~ walaupun rencana.

Hari ini, Gao nggak masuk sekolah karena abis tabrak Mas Anjing kemarin.

Hari Jumat kemarin tu Gao pulang jam setengah enam, soalnya Gao ikutan Olimpiade Penelitian Siswa Nasional dari jam tujuh pagi nggak ada istirahat. Makanya, waktu ambil motor ke sekolah dan berkendara, Gao pyusing mintya ampyun sampe nabrak anjing. Untungnya, itu bisa bikin Gao ada free time buat nulis wp. Yey.

Arigatou yang mau baca ya. Ai lav yu all!!
Gao Yasuko~

Say Something And I'll Give You Up {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang