Bab 2: Keputusan

3.5K 283 33
                                    

Hinata POV

Ciuman pria itu ganas dan isapan mulutnya intens. Pesonanya memaku Hinata agar tidak bergerak sedikit pun. Tatapan matanya yang hitam menatap tajam, tapi melengkung seperti menyeringai. Seringai itu mengandung pelecehan.

Hinata menatapnya takut-takut. Sosok bermata dan berambut hitam itu semakin besar. Dia dengan kasar memasukkan dirinya, lalu keluar, dan kembali memasukkan dirinya.

Sakit sekali!! Hinata tidak bisa berdiri. Lalu adegan terakhir adalah pria itu merobek dirinya. Darah segar menyembur, membuat matanya merah dan dunianya berubah sewarna darah ....

***

"Tidaaak!!"

Aku berteriak sekencang-kencangnya dan langsung menarik napas sebanyak yang kubisa. Jantungku berdegub kencang dan adrenalinku terpacu. Tubuhku berkeringat banyak sekali sampai piyamaku basah sepenuhnya. Rambutku kusut oleh keringat.

Aku menatap sekeliling. Kesadaraku sudah pulih seutuhnya.

"Mimpi itu kagi," keluhku sambil mendengus.

Aku benci mimpi itu. Mimpi itu membuatku mengingat kenyataan dan itu menamparku sampai mati. Tapi aku harusnya bersyukur karena aku masih bisa terbangun sebelum pria bangsat itu sungguh-sungguh menghancurkanku, setidaknya di dalam mimpi karena dalam keadaan nyata, dia sudah sepenuhnya membuatku hancur.

Lagipula, aku tahu itu bukan mimpi. Itu hanyakah kilasan masa lalu.

Kilasan masa lalu yang sangat kubenci!!

Yah, setelah kejadian di hotel malam itu, tanpa mengatakan apapun, aku buru-buru mengenakan pakaian dan menghubungi Itachi. Aku sangat kesal, mengapa yang masuk ke kamar itu adalah Sasuke dan bukannya pria yang akan kunikahi?!

Air mataku bercucuran selama aku mencoba menelepon Itachi, tapi sampai berkali-kali pun, Itachi mengabaikan panggilanku.

Teleponnya tersambung, tapi tidak diangkat.

Aku menjadi luar biasa marah. Aku marah kenapa pria itu adalah Sasuke, pria yang kubenci sepenuh hatiku?! Lalu mengapa Itachi tidak masuk kamar? Hal yang membuatku lebih sakit adalah orang yang sangat kubenci adalah ia yang sudah mengambil keperawanan yang sudah kujaga selama seluruh masa hidupku. Buruknya, malam itu, aku bisa tidak bisa membedakan mana Itachi dan mana Sasuke.

Apa yang harus kukatakan pada Ayahku begitu aku pulang nanti?

"Ayah, aku baru dari hotel dan bercinta dengan pria yang kubenci."

Oh tidak!! Aku menggeleng kuat-kuat dan berlari, mencoba menenangkan perasaan dengan pergi ke toilet umum hotel. Aku memandangi wajahku yang terpantul di atas cermin dan mendadak kesal saat melihat jejak cinta berseliweran di kulit leherku.

"Tenang, Hinata! Tenang ...."

Aku menarik napas dan memercikkan air dingin ke wajahku, lalu mengeluarkan kotak make up dari dalam tas dan dengan hati-hati memakainya.

Kali berikutnya kulihat pantulan diriku di cermin, Hinata yang kusut dengan jejak air mata di pipinya sudah menghilang. Di sana berdiri Hinata dengan riasan yang menyembunyikan segalanya.

Akhirnya, aku mendapatkan ketenanganku sepenuhnya.

Dengan langkah tegas, aku keluar dari toilet dan langsung menuju mobilku yang terparkir di parkiran bawah tanah. Sisa pesta semalam sudah dibersihkan dan sekarang hanya ada beberapa pelayan yang lalu lalang.

Aku menyipitkan mata saat melihat salah satu maid yang mengantarku ke kamar semalam tengah tersenyum menyapaku. Dia teledor parah. Itu membuatku ingin mencakarnya habis-habisan, tapi aku berhasil menahan kepalan tanganku dan hanya tersenyum tipis dan memberinya uang tip yang standar.

Say Something And I'll Give You Up {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang