Chapter II. I'll Be There For You

2.5K 328 31
                                    

"Bar, kok lo bisa-bisanya dateng ke schedule kita masih hangover, suara lo serak, lo ngga bisa nyanyi, bahkan buat ngebuka mata aja susah?" Sakti mencondongkan tubuhnya ke arah Bara yang duduk di bangku sebelah kanannya. Nada suaranya terdengar datar namun matanya menatap tajam ke arah Bara, yang tentu saja tidak diacuhkan oleh Bara mengingat matanya tersembunyi di balik kacamata hitam sedari pagi.


"You better come up with a good excuse, dude, kalo ngga kita bisa semaleman dengerin Sakti sumpah serapah, and Heaven knows, I'm too lazy hearing him preaching," timpal Jivan dari bangku belakang.


"Tau nih, Mas Bara, gue jadi harus nge-cover bagian lo kan pas nyanyi tadi," keluh Wama.


Aku duduk dalam diam di bangku depan, menanti Bara memberikan penjelasan, sambil sesekali mataku mengecek keadaan di belakang melalui kaca depan mobil. Sekarang pukul enam sore dan sudah dua radio yang kami datangi hari ini. Secara resmi, jadwal Eunoia untuk hari ini sudah selesai, namun bad mood Bara masih berlanjut bahkan hingga saat ini, saat perjalanan pulang menuju Sky Suite pun ia masih dalam suasana hati senggol bacok. Tolonglah, semoga tidak ada adu maki-makian kali ini. Aku hanya ingin menyudahi kegiatan hari ini dan meluncur ke salon untuk keramas bukan untuk menjadi wasit ditengah pertengkaran manusia-manusia ini.


"Woi, lo denger gue ngga sih?" Sakti melanjutkan pertanyaanya walau menurutku ia lebih terdengar seperti mengancam daripada meminta penjelasan.


Bara tidak menyahut. Ia masih bergeming. Kedua tangannya terlipat rapat di atas dadanya.


"Jawab dong, Bar, kenapa? Lo kalo ada masalah kan siapa tau kita bisa ban—"


"Gue putus semalem, puas lo?" Sahut Bara akhirnya.


"Tuh kan, udah gue duga! Cuma lima bulan!! Sini lo semua, seratus ribu." Dari kursi belakang, aku mendengar Dipta menepuk kedua tangannya yang disusul dengan pekikan kencang Jivan.


"Shit, man, why am I so unlucky?"


"Heh, jadi lo semua bikin percintaan gue bahan taruhan?" Bara melepas kacamata hitamnya dan menatap Sakti, Jivan, Dipta dan Wama bergantian dengan wajah penuh tanda tanya. "Wah, setan lo semua –"


"Wama, sini seratus ribu lo jangan dikempit aja duitnya." Dipta yang antusias hanya karena memenangkan taruhan menentukan lamanya durasi pacaran Bara, sibuk menagih janji yang pernah dilontarkan oleh Jivan lima bulan lalu dan disanggupi oleh yang lainnya. Jelas ia tidak memedulikan Bara yang masih jengkel karena dirinya dijadikan sumber taruhan.


"Mas Jivan, yeee pura-pura ngga ngerti Bahasa Indonesia apa gimana nih?" Seru Dipta sedangkan Jivan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya. Ia sengaja memasang airpod di telinganya dan memalingkan wajah ke luar jendela. "Mas Sakti, jangan pura-pura baek lo, sini seratus ribu."


"Lo juga, Sak? Bangsat emang pada ya. Lo pada kelamaan jomblo sih, sekalinya liat temennya laris manis pada sirik kan lo?" omel Bara yang malah disambut tawa bahagia Jivan, Sakti, Wama, Dipta dan aku tentunya. "Lo ketawa-tawa, lo pasti ikutan juga ya, Na? Ngaku lo."

Eunoia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang