Chapter XVII. Sweet Chaos

1K 161 44
                                    

"Eits, mau ke mana sih buru-buru banget, mbaknya. Sini dong makan bareng, jangan sendirian aja kayak ngga punya temen." Bara menangkap lenganku di saat aku sedang berjalan tergesa-gesa menuju meja di pojok restoran dan berpura-pura tidak melihatnya.


Sial! Sepertinya rencanaku untuk menikmati makan pagi dengan tenang di restoran ini harus sirna. Padahal aku sudah memperkirakan kapan Bara dan yang lainnya akan turun untuk makan pagi dan sepuluh menit lalu, mereka masih ribut di grup perihal jam berapa mereka akan ke restoran.


Langkahku mengikuti langkah kaki Bara menuju meja dengan enam kursi yang terletak di pinggir restoran. Persis di sebelah meja itu terdapat aliran air yang mirip sungai kecil dilengkapi dengan taman dengan rerumputan hijau yang tumbuh subur. Suara gemericik air mengalir yang menenangkan dan sinar matahari hangat yang jatuh dari samping menyempurnakan suasana pagi cerah ini. Aku rasanya tidak ingin pulang ke Jakarta. Aku mau leyeh-leyeh sehari lagi di sini.


"Eh, tempat lo di sini dong, cantik," ujar Bara seraya memindahkan piring berisi tumpukan panekuk dan semangkuk serealku dari kursi paling ujung ke kursi di tengah.


"Kenapa gue harus di situ?"


"Ya ngga apa-apa biar rapih aja susunan kita duduk, yang perempuan di tengah."


Aku memandangnya curiga sedangkan ia melengos dan langsung duduk menyerong di seberangku.


Tidak berapa lama Wama dan Dipta datang dengan membawa makanan masing-masing. Dipta menaruh telepon genggam dan semangkuk bubur di kursi sebelah kiriku yang langsung diprotes Bara.


"Ta, tempat lo di situ tuh, pindahin barang lo, buru! Wama, lo sebelah gue sini."


"Kenapa dah? Apa bedanya gue di kanan sama di kiri?" tanya Dipta.


Aku pura-pura tidak mendengar keributan mereka berdua perihal posisi bangku. Lagipula apa-apan sih Bara? Macam wali kelas aja dia, pagi-pagi sibuk mengatur posisi duduk.


Tanpa banyak protes, Wama duduk di hadapanku dan segera menyendok nasi gorengnya. Sedangkan Dipta dan Bara masih terlibat adu mulut. Beberapa detik kemudian keributan diakhiri dengan Dipta yang mengalah dan duduk di sebelah kananku walalupun mulutnya tidak berhenti menggerutu.


Baru saja Dipta mendudukan pantatnya di kursi, Sakti datang menghampiri yang disambut antusias oleh Bara. Sudah seperti yang kuduga sebelumnya, ia menyuruh Sakti untuk duduk di kursi sebelah kiriku. Sakti yang cuek tidak berniat memprotes sedikit pun perintah Bara di saat masih ada satu kursi yang kosong di sebelah Wama. Kini aku sadar rencana busuk Bara. Dia pasti sengaja ingin membuatku salah tingkah sepanjang sesi makan ini.


Segera setelah Sakti beranjak mengambil makanan di buffet, aku menendang tulang kering Bara dari bawah meja sekuat tenaga. Dan untungnya ia memakai celana pendek pagi ini, jadi aku berhasil membuatnya bersumpah serapah kesakitan hingga Wama harus menoleh ke arahnya dan mengomel panjang.


"Waduh, pagi-pagi rambut udah basah," celetuk Wama saat Jivan datang dan duduk di sebelahnya.

Eunoia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang