Chapter XX. Her

955 152 55
                                    

"Gue ngga mood ke mana-mana, balik ke rumah lo aja, Na," ucap Jivan yang lebih terdengar seperti perintah dibanding permintaan.


Aku tidak menjawab apapun dan hanya mulai menyetir ke arah rumah. Jivan tidak lagi sibuk memilih lagu untuk didengarkan di audio mobil, ia hanya membuang mukanya ke arah luar jendela. Sementara itu sudah tidak terhitung berapa kali aku membunyikan klakson karena motor yang tiba-tiba menyalip atau angkot yang berjalan lambat seperti siput. Jam pulang kerja di Bandung, tentu saja aku tidak bisa mengelak dari kemacetan. Di saat suasana di luar mobilku terdengar seperti pasar tumpah dengan bunyi klakson dan suara abang angkot yang menarik penumpang saling bersahutan, di dalam mobil, aku dan Jivan terkubur dalam sunyi.


Terlalu banyak pikiran di dalam kepalaku yang berkeliaran dan aku tahu begitupun isi kepala Jivan. Namun tidak ada di antara kami yang ingin membuka mulut. Aku terlalu bingung untuk menjelaskan dari mana.


"Jadi, lo beneran keluar dari Eunoia?" Jivan akhirnya membuka suara. "And what's with you and Sakti?"


Aku menekan klakson dalam-dalam menghasilkan suara nyaring di tengah kemacetan dan membiarkan pertanyaan Jivan mengambang di udara. Aku bahkan tidak tahu aku marah dengan pengendara motor yang baru saja menyenggol kaca spion kananku, Sakti yang sukses merahasiakan sesuatu dariku selama ini, nada suara Jivan yang terdengar menuduh atau Mama yang keceplosan.


"Kenapa lo ngga jawab?"


"Gue lagi liat jalanan, Van, gue butuh konsentrasi."


"For God's sake, Na, lo bisa jawab apapun. Lo bahkan ngga membela diri lo!"


Permasalahannya adalah aku tidak tahu jawaban apa yang benar karena aku yakin seluruh jawabanku dari dua pertanyaannya adalah hal terakhir yang ingin ia dengar.


Jivan berdecak kesal. "Gue ulang pertanyaan gue, you seriously will leave us and how come you didn't let anyone know? Kecuali Sakti, Mas Andrei dan nyokap lo. Oh, wait, sekarang gue berpikir semua orang tahu kecuali gue. Why do I have to be the last one to know? Am I not that important to you?"


"Gue berniat buat ngasih tau lo, Van, tapi ngga sekarang." Aku berujar datar.


"Oke, ngga sekarang tapi bahkan sekarang aja semua orang tahu, Na, and you and Sakti? Are you two dating behind our back?"


Aku menarik napas berusaha menenangkan diri namun sepertinya gagal saat nada tinggi Jivan terdengar sangat mengganggu di telingaku. "Lo ngga usah ngomongin kenapa gue ngga membiarkan lo tau, lo sendiri aja ngga pernah cerita apapun tentang Jaclyn ke gue di saat Sakti, Bara, Dipta, Wama tau. Gue rasa Mas Andi juga tau, kecuali gue. Sekarang gue balikin ke lo, am I not that important to you?"


"Really, Irina? Are you playing revenge right now? What are you? Five?" Jivan tertawa mencemooh mendengar jawabanku.


"Inilah kenapa gue ngga ngasih tau lo dari awal karena gue tau lo ngga akan mendukung rencana gue untuk berkarir di tempat yang bahkan lebih baik. Lo bahkan ngga pernah pay attention buat hal-hal penting di hidup gue. Lo ngga pernah mau tau gue mau jadi apa, gue happy atau ngga dan sekarang lo marah hanya karena gue ngga ngasih tau lo."

Eunoia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang